Dahulu, Pak Nasir setiap pagi menjajakan nasi bebek dengan cara menitip di warung-warung. Setiap pagi, Pak Nasi memasukkan 200 nasi yang sudah terbungkus ke keranjang, lalu diantar ke warung.
"Baru sejak konflik, saat ada jaga malam sudah mulai berdatangan orang ke rumah. Setelah itu tidak saya antar ke warung-warung lagi," ungkap Pak Nasir.
Kari bebek dimasak menggunakan api yang bersumber dari kayu. Bahan baku kari bebek Pak Nasir yaitu kelapa gonseng, cabai, bawang, garam, kunyit dan lain sebagainya, tanpa menggunakan santan, apalagi penyedap buatan. Semua bahan baku itu digiling manual.
Selain kari bebek, Pak Nasir juga menyediakan menu spesial 'Sie Reuboh' (daging yang direbus khas Aceh). Menu spesial satu ini hanya dimasak saat malam Jumat.Â
"Malam lain tidak ada. Sie Reuboh tahan lama. Jadi kalau tidak habis malam Jumat, masih tersedia di malam berikutnya," sebut pria kelahiran 1960 itu.
Pak Nasir mulai masak sore hari, di bantu oleh anggota keluarga. Bebek yang digunakan bebek Mojosari dan bebek kampung. Rumah makan sendiri mulai dibuka setelah magrib dan tutup sampai habis.
Perporsi nasi bebek kuntilanak Pak Nasir harganya sangat affordable hanya Rp13 ribu. Sementara untuk Sie Reuboh Rp15 ribu. Nasi bisa ditaruh sepuasnya. "Terpenting habis, jangan tidak habis !," tegasnya.
Bertahan di masa konflik, tsunami hingga pandemi
Bisnis bebek kuntilanak Pak Nasir telah berhasil bertahan dan melewati masa-masa sulit, mulai dari konflik, tsunami Aceh, hingga terakhir pandemi Covid-19.Â
Kata Pak Nasir, malah di masa konflik dan tsunami bisnisnya ramai pelanggan. Berbeda dengan konflik dan tsunami, pandemi Covid-19 sedikit membuat bisnisnya surut.