Banda Aceh - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Flower Aceh menggelar Konsultasi Multipihak dan Musyawarah Besar (Mubes) ke IV 2022. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Ayani, pada 20-21 Agustus 2022.
Mubes tersebut mengusung tema "Kontribusi Gerakan Perempuan akar rumput dalam memperkuat perdamaian dan pembagunan berkelanjutan di Aceh".
Kegiatan Konsultasi Multipihak ini dilakukan sebelum Flower Aceh melaksanaan Mubes di tahun 2022 yang juga akan digelar pada hari bersamaan. Hal ini bertujuan agar program yang dimasukkan saat Mubes nantinya tepat sasaran dan sesuai harapan publik.
Dalam Mubes IV Flower Aceh tersebut, Riswati terpilih kembali sebagai Direktur Eksekutif periode 2022-2026. Kemudian tiga Dewan Pengurus Flower Aceh yakni, Ani Darliani, Abdullah Abdul Muthalib, dan Elvida.
Kegiatan itu turut dihadiri Ketua Dewan Pengurus Flower Aceh, Khairani Arifin, SH, M. Hum dan Anggota Dewan Pengurus Flower Aceh, Fitriani, periode sebelumnya. Kemudian, Direktur Flower Aceh, anggota Flower Aceh serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Nora Idah Nita.
Ketua Dewan Pengurus Flower Aceh, Khairani Arifin, SH, M. Hum, mengatakan Flower Aceh sejak konflik sudah banyak berkontribusi dalam pemenuhan hak perempuan, kemudian saat tsunami melanda Aceh, sesudah tsunami lanjut dengan perdamaian untuk mendorong kelompok perempuan terkait kepemimpinan perempuan.
"Saat ini kita dihadapi dengan situasi Covid-19 dimana banyak juga perempuan yang masih berjuang dari hal ekonomi, kesehatan," kata Khairani.
Ia berharap semua pihak dapat memberikan refleksi untuk Flower Aceh agar bisa terus memenuhi hak perempuan. Flower Aceh memiliki 4 isu strategis yang di advokasi diantaranya perempuan dan kemiskinan, perempuan dan kesehatan, perempuan dan lingkungan dan perempuan dan pendidikan.
"Keterlibatan semua pihak sangat diperlukan dalam memberikan masukan terkait program unggulan selanjutnya," tegasnya.
Flower Aceh, kata Khairani, terus melakukan advokasi untuk perubahan, adapun perubahan yang telah dilakukan dengan melahirkan qanun kiblah di Aceh Utara untuk kesehatan ibu dan hak reproduksi.
Khairani menilai, perencanaan yang selama ini hanya melibatkan pihak internal kurang efektif tanpa mendengar masukan dari pihak lain. Maka dari itu, pihaknya mengundang kurang lebih 40 peserta yang berasal dari unsur pemerintah, legislatif, CSO/LSM, para tokoh adat, agama serta tokoh perempuan akar rumput.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Nora Idah Nita, kegiatan seperti ini merupakan kegiatan yang luar biasa. Menurutnya, hak perempuan harus di suarakan dan banyak kasus seperti kekerasan seksual yang terus terjadi.
*Untuk kasus kekerasan seksual, saya koordinasi dengan DP3A, saya bilang jika kita tidak kompak maka tidak terwujud, maka kita harus kompak, yang saya upayakan dan tegaskan bentuk pencegahan," ucap Nora.
Nora menyampaikan problem yang dihadapi saat ini tidak ada perempuan yang duduk dibagian anggaran di DPRA. Nora berupaya untuk mendorong adanya anggaran di DP3A terkait isu kekerasan seksual sehingga dapat di anggarkan.
Nora sangat mengapresiasi Flower Aceh yang membuat acara konsultasi multipihak seperti ini di Aceh. Sebagaimana diketahui Aceh semakin tinggi angka pelecehan seksual. Menurutnya, Flower Aceh mengambil langkah yang tepat dengan mengikutsertakan berbagai pihak sebelum menyusun perencanaan.
"Ini sangat memprihatinkan, oleh karenanya saya berharap kepada semua stakeholder termasuk Flower Aceh memperjuangkan upaya pencegahan terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual. Tentunya DP3A juga harus pro aktif dalam hal ini," ucap Nora.
Kabid Pemenuhan Hak Anak DP3A Aceh, Amrina Habibi, mengatakan sudah mengenal Flower Aceh mulai tahun 2000
Flower Aceh menjadi rumah besar untuk membuat kita berkembang. Kemudian, yang paling menarik adalah dalam pola relasi antara perempuan dan pemerintah, flower bisa masuk dengan setara dan bisa membuat dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.
"Flower juga menurut saya membuka ruang agar perempuan dan anak untuk berani bicara. Saya harap flower bisa membantu jika dalam hal ada yang meminta data, dan yang terakhir adalah walaupun mulai banyak laki-laki yang bergabung namun hal ini harus membuat isu-isu yang menjadi isu flower dari awal tidak berubah," tutur Amrina.
Direktur Eksekutif Forum LSM Aceh, Sudirman, mengatakan Flower Aceh merupakan satu-satunya lembaga yang paling stabil dan paling konsisten terhadap isu yang di suarakan. Hal ini juga membuat kontribusi dari advokasi flower sangat berpengaruh di
Aceh.
"Tantangan terbesar di Aceh dalam mengadvokasi adalah masalah agama. Agama seharusnya menjadi kekuatan dalam kesetaraan gender," jelasnya.
Direktur Eksekutif Flower Aceh periode 2022-2016 Riswati, menyampaikan terima kasih dan berkomitmen untuk melanjutkan kerja-kerja kelembagaan Flower Aceh dalam upaya mewujudkan perlindungan, pemberdayaan, pemenuhan dan pemajuan hak asasi perempuan di Aceh  termasuk anak.
"Ada banyak catatan penting yang sudah kami dapatkan dari proses konsultasi multipihak dab MUBES Flower Aceh IV tahun 2022 pada 20-21/8," ujaf Riswati.
Selain itu, lanjutnya, banyak masukan penting dari proses Dialog Kebijakan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) dan Koordinasi Organisasi Masyarakat Sipi di Aceh 2022 yang dilanjutkan dengan Refleksi Gerakan  perempuan akar rumput yang dilaksanakan sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Mubes Flower Aceh, pada 12-13/8.
"Berbagai masukan penting ini akan menjadi referensi bagi flower Aceh untuk menentukan arah kebijakan dan program. Tentunya, dukungan dan kolaborasi dengan semua pihak, baik jaringan sipil, pemerintahan, perguruan tinggi, media dan pihak swasta harus terus dikuatkan," tutur Riswati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H