Masalahnya lagi, kata dia, adalah jika kemudian hakim memutuskan perkara itu dengan cara menghukum pelaku dengan hukuman cambuk. Kemudian setelah dicambuk, pelaku kembali ke lingkungan.
"Kalau korban berada di lingkungan yang sama, bagaiman nasib korban?yang tidak ada perintah pemulihan terhadap anak dalam Qanun. Artinya, ketika pelaku kembali ke lingkungan dan berhadapan lagi dengan korban dia beresiko menjadi korban ganda," tambahnya.
Advokat LBH Banda Aceh, Arbiyani, mengatakan beberapa putusan hakim yang sangat tidak ada perspektif anak di Aceh diakibatkan hakim dan aparat penegak hukum tidak bersertifikasi anak. Dalam putusan disebutkan bahwa hakim tinggi tidak mungkin mempertimbangkan kesaksian anak yang usianya masih 5 tahun.
"Padahal secara konstitusi anak di mata hukum sama dengan orang yang lain. Anak ini diakui bahwa dia memang boleh menjadi saksi, mereka dilindungi UU, dilindungi oleh konstitusi tapi hakim tinggi memiliki perspektif sendiri," ucapnya.
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Darwati A. Gani, mengatakan saat ini masalah kekerasan seksual sudah sangat mengkhawatirkan. Untuk itu, DPRA sedang berusaha agar bisa masuk dalam revisi qanun dan bisa masuk Program Legislasi Daerah (Prolegda) prioritas yang akan dibahas tahun 2022.
"Saat ini ada 13 tim inisiator untuk penguatan Qanun Jinayah, kita akan terus melakukan pengawalan dan mohon dukungan semua pihak," tegas Darwati.
Wakil Ketua II DPRA, Hendra Budian, menyampaikan angka kekerasan seksual yang tinggi tidak diikuti oleh anggaran yang tinggi terhadap Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) saat ini yang masih sangat kecil.
"Saat ini penganggaran hanya Rp18,9 miliar, ini menjadi kewajiban oleh pemerintah Aceh karena mereka memiliki keberpihakan dalam proses penganggaran, itu penting untuk itu dilakukan," sebutnya.
Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra, mengatakan sangat mendukung 13 tim inisiator yang dibentuk DPRA. Menurutnya, kegiatan seperti ini harus terus disosialisasikan kepada masyarakat sipil.
"Masyarakat juga harus tau apa yang menjadi permasalahan selama ini dalam Qanun Jinayah. Kita terus mendukung untuk memastikan kebijakan yang benar-benar  melindungi anak dengan memperkuat qanun jinayah melalui revisi pasal-pasal yang dapat merugikan Anak," tegasnya.
Direktur Flower Aceh, Riswati, mengapresiasi atas komitmen DPRA untuk melakukan penguatan Qanun Jinayah, dengan melakukan revisi pasal-pasal yang belum berpihak kepada Anak.