Bila mempelajari tentang Ekonomi Politik Global pasti sudah tidak asing dengan istilah "Merkantilisme." Tepat sekali, Merkantilisme merupakan salah satu ideologi pemikiran dalam Ekonomi Politik Global itu sendiri. Namun apakah kalian tahu apa yang dimaksud dengan Merkantilisme itu?
Berasal dari kata merchant yang adalah pedagang dalam bahasa Inggris. Dalam ideologi ini, mereka menganggap bahwa negara yang maju adalah negara yang mampu melakukan perdagangan dengan negara lain.
Merkantilisme merupakan model kebijakan ekonomi yang didalamnya terdapat campur tangan pemerintah, proteksionisme dan politik kolonial, yang ditujukan dengan neraca perdagangan luar negeri yang menguntungkan. Hal tersebut berhubungan dengan tujuan dari proteksi industri dalam negeri, dan menjaga rencana perdagangan yang menguntungkan. Ketentuan ini dilakukan sebagai usaha dalam meningkatkan peranannya dalam perdagangan internasional dan perluasan-perluasan kolonialisme (Mujiatun, 2014).
Salah satu inti dari pemikiran ekonomi merkantilisme adalah emas dan perak merupakan salah satu bentuk kekayaan yang paling banyak disukai, maka dari itu sistem ini melarang adanya kegiatan ekspor logam mulia (Faruq & Mulyanto, 2017).
Adanya pelarangan unutk mengekspor logam mulia seperti emas dan perak memiliki sejumlah alasan.
Logam mulia tersebut memiliki nilai yang tinggi, langka, dan dapat diterima secara umum sebagai alat transaksi/tukar. Selain itu, emas dan perak tidak dapat dipecahkan menjadi beberapa bagian kecil, melainkan logam mulia memiliki nilai yang itu. Emas dan perak ini juga tidak mudah susut atau rusak (Saidy, 2017).
Adapun tokoh-tokoh pelopor merkantilisme (Faruq & Mulyanto,
2017), yaitu:
1. Jean Bodin (1530-1596)
Teori Jean Bodin tentang uang dan harga adalah "bertambahnya uang yang diperoleh dari perdagangan luar negeri dapat menyebabkan naiknya harga barang. Selain itu, kenaikan harga barang juga dapat disebabkan oleh praktik monopoli dan pola hidup mewah dari kaum bangsawan dan raja"
2. Thomas Mun (1571 -- 1641)
Mun tidak dianggap terlalu merkantilis, karena ia menyatakan bahwa "Negara akan menjadi makmur dengan cara yang sama seperti yang ditempuh oleh sebuah keluarga, dengan penghematan dan menyimpan uang lebih banyak ketimbang yang mereka keluarkan. Demikian juga, negara dan keluarga akan miskin jika terlalu banyak menghamburkan uang.
3. Jean Baptiste Colbert (1619 -- 1683)
Colbert memiliki paham bahwa hanya konsitusi dari sebuah harta perang yang penting dapat menjaga kekayaan nasional, juga kemampuan untuk menakuti dan mendominasi sebuah negara melalui kekuatan militernya.
4. Sir Willian Petty (1623 -- 1687)
Petty berangapan bahwa suku bunga merupalan hadiah dari kesabaran yang diberikan oleh pihak pemberi pinjaman. Terkait pandangannya tersebut, Petty sering mendapatkan kritikan dari para pemikir-pemikir skolastik yang menganggap suku bunga sebagai riba.
5. David Hume (1711 -- 1776)
Hume sangat memperhatikan faktor keadilan dan beranggapan bahwak etidakadilan akan memperlemah suatu Negara. Selain itu, Hume juga membahas tentang hubngan antara neraca perdagangan dengan jumlah uang dan tingkat harga barang-barang umum pada suatu negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H