Mohon tunggu...
Kalista Setiawan
Kalista Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi / Penulis Amatir

Hasil dari gadget dan pikiran yang saling berkompromi

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Tren Bersepeda, antara Solusi Ekonomis atau Krisis Strategis

25 Juni 2020   12:00 Diperbarui: 19 November 2020   14:06 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah berbagai permasalahan, bersepeda bisa menjadi alternatif atau solusi ekonomis bagi masyarakat perkotaan. Sepeda yang biasanya jarang dipakai, kini kembali diperbaiki oleh ayah biar bisa bersepeda pas CFD. 

Peningkatan popularitas moda transportasi yang ramah lingkungan ini, pun akan mendukung pemerintah dalam rencana penghapusan BBM beroktan rendah. Namun, apakah ini akan menjadi solusi ekonomis atau malah krisis strategi pemerintah pada infrastruktur moda transportasi?

Kita tak bisa hanya menyalahkan masa pandemi yang belum tahu akan usai kapan. Harapan besar dan berpikir positif saja kepada para peneliti diluar sana yang masih berkulik pada vaksin untuk mengentaskan coronavirus. Atau, menunggu hingga sistem imun tubuh manusia kebal terhadapnya. 

Walaupun, ini juga alasan yang merubah segala tatanan hidup masyarakat. Segala sektor kini tengah berusaha menyesuaikan diri. Baik sektor pemerintah, gugus terdepan kesehatan masing-masih daerah, hingga yang terkecil adalah sektor rumah tangga.

Tentu saja beberapa alasan tersebut menuntut masyarakat mengatur strategi untuk ekonomi rumah tangganya masing-masing. Mulai dari biaya kebutuhan rumah tangga yang harus menyesuaikan kondisi. 

Sebagai contohnya keluarga kami yang tinggal di perkotaan. Sumber nafkah utama adalah ayah. Kami harus bersyukur, lantaran ayah bukan termasuk pekerja yang di-PHK oleh kantornya. Lalu, bagaimana nasib mereka yang mengalami PHK?

Kini, pengeluaran kami jadi lebih besar dari pemasukan. Walaupun selain ayah, adik saya juga bekerja kurang lebih satu tahun di klinik hewan untuk biaya kuliahnya. Agak meringankan setidaknya. Saya pun sebagai mahasiswa perantauan juga terpaksa balik ke rumah agar menghemat biaya. Beruntung jika ada tawaran kerja sampingan, freelance yang bisa saya tekuni saat ini.

Biaya hidup terdiri dari lima orang yaitu ayah, mama, dua anak yang sedang berkuliah termasuk saya dan satu lagi yang masih SD. Perincian sederhananya, mulai dari biaya kuota internet yang kini menjadi kebutuhan primer. 

Bukan sekadar untuk nonton youtube, streaming drama korea atau berselancar medsos semata. Primer, karena ayah bekerja di kantor yang melayani produk penjualan online. 

Sedang, saya dan adik yang juga harus kuliah daring. Selain biaya tersebut, biaya kuliah saya, biaya kebutuhan pendidikan adik saya yang SD, kini biaya listrik dan biaya kebutuhan sehari-hari pun turut meningkat. 

Bagaimana tidak? Kebiasaan kami jadi serba di rumah sekarang. Hiburan pun hanya berasal dari televisi, gadget, makanan dan senda gurau antar keluarga saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun