Mohon tunggu...
Maria Kalista
Maria Kalista Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Amatir di Dunia Kepenulisan

Lahir dan tumbuh dewasa di Bekasi. Kini saya adalah seorang karyawan di perusahaan swasta dan menulis untuk menyalurkan kepenatan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Paris Cafe: A Nice Place to Escape

4 Maret 2017   10:23 Diperbarui: 4 Maret 2017   20:00 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan yang terus turun hampir setiap hari membuat saya teringat akan malam ketika "tanggal merah" pada Tahun Baru Imlek. Entah darimana asalnya, sejak kecil saya selalu tahu bahwa kaum Tionghoa selalu berharap bahwa hari akan hujan setiap kali Tahun Baru Imlek. Hujan menandakan rejeki yang akan datang di tahun tersebut katanya -- semakin lebat maka semakin banyak rejeki yang akan datang. Entahlah, semoga saja itu artinya tahun ini rejeki akan cukup banyak bagi kita semua.

Anyway, di malam hari libur Tahun Baru Imlek itu, kakang mas pacar begitu penasaran dengan Kampoeng Cina dan bersikeras ingin mengunjungi tempat itu. Saya yang sudah pernah ke sana dan tahu seberapa padatnya tempat itu ketika hari libur menjawab ogah-ogahan, "Mau apa kesana? Ga ada yang bisa dibeli juga. Padat juga."

"Mau jalan-jalan aja. Kan aku belum pernah ke sana."

Setengah hati saya kemudian mengiyakan keinginannya untuk menemaninya ke sana, "Mau pergi jam berapa?"

"Nanti aja jam 19.00."

"Mau lihat apa malam-malam ke sana? Udah tutup lah."

"Masa Imlekan, Kampoeng Cina tutup cepet sih."

"Ya udah kalo ga percaya."

Singkat cerita, kami berdua benar-benar berangkat ke Kampoeng Cina di Kota Wisata sekitar pukul 19.00. Perjalanan kami tempuh dengan sepeda motor lantaran lokasi tempat tujuan kami berada tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami. Hanya butuh 1 jam perjalanan ke tempat itu. Dan benar saja, Kampoeng Cina sudah sepi pengunjung, tidak ada lagi toko yang buka pada jam tersebut.

"Aku bilang juga apa. Enggak percaya sih."

"Kita jalan-jalan ke tempat lain aja yuk."

Kami kemudian mengendarai sepeda motor kami menyusuri Kota Wisata yang luas itu. Dari Kampoeng Cina, kami berkendara hingga ke pintu masuk arah Cibubur. Meski udara dingin karena hujan berhenti belum lama, Kota Wisata cukup banyak memiliki pengunjung yang hanya sekedar nongkrong. Tapi bagi kami berdua, bukan nongkrong namanya kalau tidak ada kopi dan makanan. Karena itulah perut kami membuncit. Kami lalu berbalik arah kembali memasuki Kota Wisata, bermaksud mencari tempat nongkrong yang cozy tapi harganya terjangkau.

Cukup banyak tempat makan yang tampak nyaman di daerah itu, namun kami memikirikan apakah budget yang kami siapkan akan cukup membayar makanan kami nanti sehingga beberapa tempat yang menarik perhatian terpaksa kami lewati karena selain tampak nyaman, tempat tersebut juga tampak mewah. Hm. Tidak lama kami berkendara, sebuah tempat yang nyaman namun tidak terlalu besar tertangkap oleh pandangan kami. Patung rusa yang berdiri di pintu masuk dan lampu-lampu yang menghias di sana cukup menarik perhatian.

Sekali lagi saya ragu ketika kami telah memarkir sepeda motor kami, "Mahal enggak yah?"

Namun kakang mas pacar mengatakan ia membawa cukup uang sehingga kami akhirnya memasuki tempat itu. Genta angin besar yang menggantung di kedua sisi pintu masuk menarik perhatian saya. Tempat itu sunyi, meski ada beberapa pengunjung di sana. Kesan yang diberikan oleh tempat itu senyaman kampung halaman. Ketika menapaki tempat itu pertama kali, saya merasa senyaman berada di rumah.

Banyak hal yang menarik perhatian saya di sana. Salah satunya bahwa tempat duduk yang diletakkan di tempat itu tidak seragam seperti restoran-restoran lainnya. Tidak ada tema yang saya tangkap selain "meletakkan apa saja yang unik" di sana. Sebuah ayunan yang berada di taman mearik perhatian saya namun sudah diduduki pengunjung lain. Ketika memasuki tempat yang tampak seperti alun-alun itu, seperangkat gamelan menangkap perhatian saya kemudian. Lalu ada beberapa kursi goyang serta sofa yang empuk yang juga terletak di tempat itu. Sebuah layar putih di dinding dengan pantulan proyektor juga menarik perhatian saya lantaran yang ditayangkan adalah siaran-siaran kekinian seperti MTV dan Nickelodeon.

Kami memesan cappuccino di sana -- hangat untuk kakang mas pacar dan dingin untuk saya -- serta satu porsi bakmi jawa goreng dan pisang bakar keju. Rasa masakan di tempat itu di luar dugaan sesuai dengan selera kami meski yang menyajikan adalah anak-anak muda yang usianya tidak jauh berbeda dengan kami. Dan ketika membayar, ternyata harga makanan di tempat itu termasuk dalam kategori standar -- tidak terlalu mahal hanya sekitar Rp. 80.000 untuk kami berdua.

Saya bisa mengatakan tempat yang nyaman, sunyi, dan menyajikan makanan enak dengan harga terjangkau ini cukup bisa menjadi alternatif bagi anda yang membutuhkan tempat untuk refreshing tanpa perlu terganggu oleh hingar-bingar kendaraan bermotor atau sekedar berkumpul bersama keluarga.

Nama Tempat  : Paris Cafe

Alamat               : Kota Wisata, Jl. Wisata Utama, Ciangsana, Gn. Putri, Bogor, Jawa Barat 16968, Indonesia

Jam Buka           : Setiap Hari (09.00 - 21.00)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun