Mohon tunggu...
Maria Kalista
Maria Kalista Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Amatir di Dunia Kepenulisan

Lahir dan tumbuh dewasa di Bekasi. Kini saya adalah seorang karyawan di perusahaan swasta dan menulis untuk menyalurkan kepenatan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Gunung Puntang: Tempat Wisata yang Belum Terjamah Warung Souvenir

29 Oktober 2016   12:27 Diperbarui: 4 April 2017   16:46 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://4.bp.blogspot.com

Jika dibandingkan dengan perjalanan dari Dayeuh Kolot ke Banjaran, Banjaran-Cimaung memang tidak terlalu jauh. Namun tetap saja cukup panjang. Udara yang dingin mulai menerpa wajah kami melalui jendela mobil yang sedang dibuka. Langit yang semakin gelap karena matahari yang mulai tenggelam membuat jarak pandang kami semakin pendek.

"Mas, depan belok kiri tuh. Itu papannya ke Cimaung," kataku antusias.

"Trus kemana lagi?" tanyanya setelah belok dan menemui jalan menanjak dan meminggirkan mobilnya di depan halaman sekolah yang sudah pasti gelap.

Saya kembali menelepon ayah saya dan berdasarkan petunjuknya, perjalanan kami sudah dekat. Kami hanya perlu menyusuri jalan menanjak itu hingga ke paling atas karena ayah saya tinggal tidak jauh dari tempat wisata Gunung Puntang itu. Jalan yang menanjak dan minim penerangan itu hanyalah sebuah jalan kecil yang hanya muat dilalui dua mobil yang harus berdempetan. Jalan yang berkelok-kelok itu membuat perjalanan yang katanya sudah dekat itu menjadi panjang. Masih banyak sawah di sana. Rumah satu dengan yang lainnya pun tidak berhimpitan seperti di Bekasi. Tempat itu cukup sunyi seiring dengan langit yang semakin gelap hingga tibalah kami di hadapan sebuah villa tempat ayah saya menunggu.

Tidak, villa itu bukan milik ayah saya melainkan milik teman ayah saya. Ayah saya hanya seorang petani kopi yang gubuknya tidak jauh dari villa itu sehingga kami diperbolehkan menitipkan mobil kami malam itu di sana sementara kami melanjutkan perjalanan kami dengan berjalan kaki sedikit lebih ke atas lagi sambil menggendong tas kami. Lalu setibanya kami di gubuk ayah saya yang terbuat dari bambu dan anyaman, kami disuguhkan kopi yang telah diracik sendiri dari dipetik hingga menjadi bubuk kopi. Kopi itu terasa asam, tidak seperti kopi hitam kemasan yang dijual di pasaran.

Pagi hari, kami disambut dengan udara yang masih sama dinginnya dengan malam sebelumnya hanya saja ketika kami duduk di luar untuk makan, cahaya matahari membantu menghangatkan kami. Isteri ayah saya (baca: Ibu Sambung) kemudian menawarkan diri untuk menjadi tour guide kami hingga ke pintu masuk Tempat Wisata Gunung Puntang. Kami tidak lantas menuju ke tempat wisata tujuan kami pagi itu, melainkan diajak untuk berolahraga dengan menyusuri undakan tanah menuju kebun kopi yang letaknya lebih ke atas lagi daripada tempat tinggal ayah saya.

Namun ternyata kebun kopi yang ada di hadapan kami tidak seperti yang ada di benak saya selama ini. Saya selalu membayangkan jika sebuah kebun kopi yang akan kami datangi seperti kebun teh yang menghampar di pegunungan namun kenyataannya, kebun kopi di daerah itu berada di antara hutan pinus yang dilindungi pemerintah. Kebun kopi milik masyarakat sekitar yang merupakan salah satu sumber penghasilan ternyata bukan berada di tanah pribadi melainkan tanah pinjaman.

Kebun Kopi (Foto Koleksi Pribadi)
Kebun Kopi (Foto Koleksi Pribadi)
Setelah menyusuri hutan pinus bercampur kebun kopi itu, kami akhirnya diajak ke tempat wisata Gunung Puntang. Dan benar saja, letaknya tidak jauh dari tempat tinggal ayah saya. Pintu masuk tempat wisata itu sama seperti tempat wisata gunung pada umumnya. Dijaga oleh beberapa security, biaya masuk tempat wisata itu tergolong murah sekitar 4 ribu - 5 ribu rupiah per orang. Tak jauh sebelum pintu masuk terdapat sebuah papan peta serta penjelasan tentang objek wisata yang ditawarkan di tempat itu, di antaranya Goa Belanda, Sungai Cigeureuh yang luar biasa jernih, Reruntuhan Stasiun Pemancar Radio Gedung Sedahu (Malabar), Kolam Cinta yang berada di camping site serta Curug Siliwangi yang untuk menjangkaunya perlu ditemani tour guide asli.

Sumber: http://2.bp.blogspot.com
Sumber: http://2.bp.blogspot.com
Pagi itu, tempat wisata Gunung Puntang diliputi kabut akibat hujan yang turun malam sebelumnya. Meski waktu kami datang itu hari sudah cukup siang yaitu sekitar pukul 10.00 pagi, namun kabut tetap menyelimuti beberapa tempat tinggi sehingga meski matahari bersinar, suhu udara masih terasa cukup dingin. Momen demi momen kami abadikan dalam foto dan ketika kami kembali turun untuk pulang ke tempat tinggal ayah saya, saya baru menyadari bahwa pintu masuk tempat wisata itu tidak seramai tempat wisata pada umumnya. Saya pun teringat bahwa pengunjung yang saya temui sejak tadi hanyalah para pecinta alam yang berkemah serta anak-anak sekolah yang sedang camping. Tidak ramai, meski ada beberapa anak muda salah kostum yang sibuk berfoto di sungai, tapi pengunjung semacam itu dapat dihitung jari.

Camping Site Dekat Kolam Cinta (Foto Koleksi Pribadi)
Camping Site Dekat Kolam Cinta (Foto Koleksi Pribadi)
Tempat wisata yang pintu masuknya tidak ramai itu membuat saya menyadari bahwa tidak ada satu warung pun yang menjual souvenir. Hanya ada warung kopi dan makanan di sana.  Saya rasa, "pedalaman" memang cukup menggambarkan tempat wisata ini. Ketika kami pulang dari tempat tinggal ayah saya pada tanggal 7 Mei 2016 pun, hanya bubuk kopi "Java Puntang" racikan ayah saya saja yang bisa saya bawa pulang. "Sample buat dijual," katanya.

Kopi Java Puntang - Mau Pesan Bisa Hubungi Saya Hehe (Foto Koleksi Pribadi)
Kopi Java Puntang - Mau Pesan Bisa Hubungi Saya Hehe (Foto Koleksi Pribadi)
Yang pasti, setelah kembali ke kota yang hingar-bingar ini, saya kembali merindukan suasana sunyi di "pedalaman" itu. Tanpa warung souvenir yang bertebaran, Tempat Wisata Gunung Puntang itu menjadi tempat wisata yang cocok bagi Anda yang merindukan suasana yang jauh dari hingar-bingar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun