Mohon tunggu...
Gerardus Septian Kalis
Gerardus Septian Kalis Mohon Tunggu... Editor - Bapak-bapak anak satu

yaaa bapak-bapak biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemecatan Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan Rasa Syukur yang Tidak Tepat

6 Juli 2024   09:22 Diperbarui: 6 Juli 2024   09:38 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Saya ingin menyampaikan alhamdulillah dan saya ucapkan terima kasih kepada DKPP yang telah membebaskan saya dari tugas-tugas berat sebagai anggota KPU yang menyelenggarakan pemilu," kata Hasyim Asy'ari di Kantor KPU.

Hal tersebut diucapkan Hasyim sesaat setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) membacakan putusan menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepadanya terkait kasus dugaan pelanggaran etik kasus asusila dengan korban CAT, anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri Den Haag, Belanda.

Pengucapan kata 'alhamdulillah' oleh orang yang pernah menjadi pemimpin Banser Jawa Tengah, dosen hukum tata negara, dan menjadi sosok senior di Nahdlatul Ulama, sepertinya adalah sesuatu yang pandir.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, alhamdulillah memiiki arti: ungkapan untuk menyatakan rasa syukur karena menerima karunia Allah dan pengungkapan pujian kepada Allah Swt.

Lantas, apa maksud Hasyim mengucapkan 'alhamdulillah' usai terbukti melakukan tindakan asusila? Mungkin ini menjadi tanda adanya sakit psikologis.

Moral Bejat Pejabat

Saat menjadi khatib salat Iduladha di Simpang Lima Semarang, Jawa Tengah, pada Senin, 17 Juni 2024, Hasyim menyoroti pentingnya mengontrol sifat kebinatangan yang terdapat di dalam diri manusia.

"Sifat kebinatangan di manusia harus disembelih. Perbuatan manusia dilandasi Tauhid, Iman dan Taqwa," kata Hasyim dalam khotbah Iduladha tersebut.

Menurut Hasyim, sangat banyak sifat kebinatangan yang terjadi di sekitar kita, misalnya sifat mementingkan diri sendiri, sifat sombong, hingga sifat yang menganggap bahwa hanya golongannyalah yang selalu benar, dan menganggap golongan lain sebagai mangsa atau musuh.

Dalam khotbahnya tersebut, sifat kebinatangan lain yang disorot oleh Hasyim adalah curiga yang berlebihan, menyebarkan isu yang tidak benar, fitnah, rakus, tamak, ambisi yang tidak terkendali, tidak mau melihat kenyataan hidup, tidak mempan diberi nasihat, hingga tidak mampu mendengar teguran---yang semuanya juga termasuk sifat tercela dalam pandangan Islam.

Namun dengan diberhentikannya Hasyim sebagai Ketua KPU, terutama karena pelanggaran etik tindakan asusila, otomatis membuatnya isi khotbahnya tidak memiliki arti. Sifat kebinatangan itu ternyata tidak bisa dikendalikan oleh dirinya sendiri.

Bahkan Menteri Agama sekaligus Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Yaqut Cholil Qoumas, terkecoh oleh sepak terjang Hasyim yang ternyata pernah mendapat sanksi peringatan keras dari DKPP beberapa kali.

"Ada ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy'ari. Bapak Presiden, Hasyim Asy'ari ini mantan komandan Banser Jawa Tengah. Jadi keluarga besar Ansor Banser. Jadi enggak heran Bapak, jadi bersama Ansor Banser tentu aman dunia dan akhirat insya Allah," kata Yaqut di hadapan Presiden Joko Widodo ketika menyapa hadirin dalam pembukaan Kongres XVI GP Ansor di Pelabuhan Tanjung Priok.

Naluri Kebinatangan

Dalam perilaku seks, naluri kebinatangan manusia berperan cukup besar sehingga memungkinkan perilaku seks yang kasar. Sebagai mahluk seksual, manusia adalah spesies binatang tersendiri yang bisa menjadi lebih brutal dari binatang paling buas sekalipun.

Menurut Michel Foucault, seks adalah sebentuk permainan kekuasaan (game of superiority and inferiority). Maka dalam wacana politik sebagai panggung kekuasaan, kita juga melihat 'kebinatangan' manusia dengan jelas. Politik bisa menjadikan manusia sangat kejam.

Sebagai binatang seks, eksistensi manusia sudah bercampur dengan eksistensi manusia sebagai mahluk paling luhur di muka bumi.

Perilaku seks manusia berada dalam ketegangan tarik-menarik antara kebinatangan dan keluruhan. Ketegangan tarik-menarik inilah yang memungkinkan eksplorasi dalam perilaku seksual manusia berkembang dalam berbagai bentuk, variasi, dan faktor-faktor lain di luar seksualitas.

Bila unsur pengaruhnya bersumber dari kekerasan maka terjadilah sexual abuse, sadomasochisme, atau anger rape.

Tidak Profesional dan Berintegritas

Ketidakpercayaan pada mahluk bernama manusia yang penuh tipu daya, serakah, dan tak peduli apa pun kecuali kepentingannya sendiri---seperti yang diperlihatkan oleh Hasyim  Asy'ari---membuat kita perlu belajar dari para binatang.

Berbeda dengan binatang yang melakukan hubungan seksual murni karena naluri kodrati yaitu meneruskan keturunan, sementara manusia bisa melakukannya karena alasan atau motivasi di luar naluri.

Keinginan untuk bebas juga menjadi penyebab lain selain keserakahan dan pemujaan pada kepuasan. Keinginan untuk bebas identik dengan keserakahan, kondisi yang membuat manusia tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.

Lantas, manusia macam apa yang menempatkan seorang Hasyim Asy'ari memenuhi tugas dan tanggung jawab, lebih-lebih yang berkenaan dengan hal sosial kemasyarakatan. Seks ada dalam uang, kapital, dan kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun