Ucapan bahasa jawa kromo inggil ini biasa digunakan dalam tradisi sungkeman, sejak zaman Keraton Jawa hingga masyarakat Jawa modern hari ini. Penggunaan ucapan bahasa Jawa kromo inggil ini merupakan salah satu ajaran toto kromo dalam tradisi sungkeman.
Hari ini, ucapan permintaan maaf menggunakan bahasa Jawa kromo inggil tidak lagi terbatas ditujukan untuk raja dan kalangan bangsawan, tetapi ditujukan untuk orang tua pada saat sungkeman. “Penggunaan bahasa Jawa kromo inggil sekarang buat orang tua saat lagi sungkeman.
Nah, ini awalnya ‘kan cuman boleh buat raja di lingkungan keraton, tapi sekarang digunakan oleh banyak masyarakat biasa karena zaman dulu, raja mau budaya ini gak cuman diterapin di lingkungan keraton aja, tapi buat semua orang Jawa yang bukan keraton. Oleh karena itu, saat ini tradisi sungkeman udah jadi budaya orang Jawa setiap lebaran.” jelas Wo Mamo.
Sama seperti orang-orang pada umumnya, Wo Mamo selalu antusias dalam menyambut lebaran hari raya Idulfitri. Selain karena bisa bertemu dengan saudara yang sudah jarang bertemu, menyantap hidangan lebaran khas Jawa bersama keluarga, berbagi cerita kehidupan terbaru, dan tradisi sungkeman yang masih dipelihara oleh keluarga Wo Mamo menjadi salah satu alasan mengapa Wo Mamo antusias merayakan hari raya Idulfitri.
“Saya setuju sekali tradisi sungkeman ini dipelihara dan diteruskan ke anak dan cucu. Meskipun saat ini keluarga gak pake sungkeman zaman dulu dan gak pake Jawa kromo inggil, setidaknya tradisi sungkeman ini masih ada dan digunakan”.
Tradisi Sakral Bagi yang Pertama Kali Melakukan
Tidak hanya keluarga Wo Mamo saja yang masih merawat tradisi sungkeman pada saat lebaran, Novita Ramadhanita (21) wanita yang tinggal di Bandung dan memiliki darah Jawa ini masih menggunakan tradisi sungkeman setiap perayaan Idulfitri saat berkunjung ke rumah eyangnya di Jawa Tengah.
Meskipun Novita lahir dan besar di Bandung, keluarganya masih menerapkan budaya Jawa, salah satunya tradisi sungkeman menggunakan bahasa Jawa kromo inggil. “Karena di wilayah rumah nenek aku (di Jateng) itu masih satu lingkungan sama keluarga di marga besar yang sama, jadi tradisi sungkeman ini terus menerus dilakukan setiap tahun dan udah saklek akan terus dilakukan.
Cara orang tua ngajarin dan ngenalin tradisi ini ke aku itu dari kecil aku selalu melihat orang tua sungkeman jadi udah gak asing sama sungkeman tiap beres salat id.
Nah, tahun ini aku pertama kali ikut sungkeman diajak mama buat sungkeman dan aku juga emang mau karena merasa sudah dewasa.” jelas Novita saat menceritakan tradisi sungkeman di keluarganya.