Kebutuhan Literasi Digital
Dalam menghadapi tantangan post-truth, literasi digital menjadi semakin krusial. Tanpa kemampuan untuk mengevaluasi informasi secara kritis, masyarakat akan terjebak dalam fenomena post-truth. Negara dan institusi pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk selalu memverifikasi informasi dengan tujuan menegakkan kebenaran dan keadilan di setiap aspek sosial. Dengan demikian, masyarakat dapat membedakan informasi yang benar dari yang salah, sehingga prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab tetap relevan di tengah derasnya arus informasi.
Peran Pemerintah dalam Mengatasi Post-Truth
Pemerintah juga memegang peran penting dalam menangani fenomena post-truth. Mereka dapat bermitra dengan penyedia platform media sosial untuk secara proaktif memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang menyebarkan informasi palsu yang berpotensi menimbulkan kekacauan sosial dan mengancam masyarakat yang adil dan beradab. Namun, aturan ini harus tetap menghormati prinsip kebebasan berekspresi, untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan informasi.
Kesimpulan
Polemik sila kedua di era post-truth dan kebebasan informasi memang memunculkan berbagai tantangan dalam penerapannya. Namun, dengan meningkatkan tingkat literasi digital di masyarakat secara keseluruhan, kita dapat memastikan bahwa prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab tetap relevan. Dengan demikian, sila kedua Pancasila dapat menjadi tameng yang efektif dalam menghadapi fenomena post-truth, memastikan bahwa kebenaran dan keadilan tetap menjadi dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Sumber Referensi:
1. Megawati Soekarnoputri. "Megawati: Pancasila Bisa Jadi Tameng Hadapi Post Truth." News Detik, 9 Januari 2020.
2. Purnama Dhedhy Styawan. "Pancasila dan Ulama di Era Post Truth." SINDOnews, 1 Juni 2023.
3. Widodo Dwi Putro & Tristam Pascal Moeliono. "PENGANTAR." Lintar, 2023.
4. Owan Utsushika Shingi. "Polemik Sila Kedua di Era Post-truth dan Kebebasan Informasi." Kompasiana, 2023.