Mohon tunggu...
zakia kalila
zakia kalila Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

Saya adalah pelajar dengan minat dan bakat dibidang sastra dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Polemik Sila Kedua di Era Post-truth dan Kebebasan Informasi

26 September 2024   00:08 Diperbarui: 26 September 2024   06:33 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Polemik Sila Kedua di Era Post-Truth dan Kebebasan Informasi

Era post-truth telah membawa banyak perubahan dalam cara masyarakat berinteraksi dengan informasi. Dalam konteks ini, prinsip-prinsip dasar seperti Pancasila yang telah menjadi landasan berbangsa dan bernegara Indonesia, khususnya sila kedua yang menghargai kemanusiaan secara adil dan beradab, menghadapi tantangan yang signifikan. 

Definisi dan Konteks Post-Truth

Era post-truth, yang pertama kali digunakan pada tahun 1992 oleh Steve Tesich, merujuk pada kondisi di mana masyarakat lebih responsif terhadap emosi dan keyakinan pribadi daripada fakta objektif. Dalam era digital, teknologi seperti internet dan media sosial telah memungkinkan penyebaran informasi dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, ini juga memperburuk fenomena post-truth, di mana penyebaran informasi yang salah dan tidak terverifikasi menjadi lebih mudah.

Sila Kedua Pancasila: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Sila kedua Pancasila, yang berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab," merupakan salah satu prinsip dasar dalam berbangsa dan bernegara Indonesia. Prinsip ini bertujuan menghargai kemanusiaan secara adil dan beradab, yang melahirkan persatuan melalui rasa empati, persaudaraan, hingga pembebasan, termasuk menetaskan politik emansipatoris atau perkembangan manusia. Sila kedua ini juga menuntut kebenaran untuk diverifikasi serta menghindarkan kita dari tindakan manipulatif yang merugikan.

Tantangan Penerapan Sila Kedua di Era Post-Truth

Namun, dalam era post-truth, penerapan sila kedua menghadapi tantangan besar. Emosi, keyakinan personal, serta narasi subjektif memiliki pengaruh yang kuat terhadap persepsi dan opini masyarakat. Masyarakat cenderung dipengaruhi oleh narasi dan pandangan yang sesuai dengan keyakinannya sendiri, terlepas dari keabsahan atau kebenarannya. Fenomena ini memengaruhi apresiasi terhadap sila kedua, karena masyarakat sering kali tidak memiliki kriteria yang jelas untuk membedakan informasi yang benar dan salah.

Peran Media Sosial dalam Meningkatkan Tantangan

Keberadaan media sosial memperburuk situasi ini dengan menghilangkan batas waktu dan tempat yang sebelumnya membatasi penyebaran informasi. Jika dahulu informasi baru disajikan kepada publik setelah melalui proses verifikasi menyeluruh, kini banyak orang secara membabi buta mendukung informasi yang sejalan dengan preferensi atau keyakinan pribadi, tanpa memerhatikan apakah informasi tersebut benar atau salah. Hal ini menyebabkan masyarakat dikelilingi oleh banyak informasi salah, berita palsu, yang pada akhirnya menciptakan kebencian, konflik, dan bahkan kejahatan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun