Polisi baik hati bukan hanya "masih ada" tetapi sungguh ada di mana-mana. Bahkan saya kerap bersua muka.
Kali ini cerita lama. Bertahun silam ketika vespa merah tua masih setia mengantar kemana-mana. Di antaranya membonceng pacar ke kawasan Pecinan di seberang Pasar Johar, Kota Semarang.
Karena belum hafal jalan, tanpa sadar melanggar jalan berambu satu arah. Di depan, seorang petugas berseragam mengadang. Prit...t.
Kemudian terjadi percakapan basa-basi seperti sering kita jumpai. "Selamat siang, Pak. Bisa ditunjukkan SIM dan STNK?"
Untungnya surat-surat komplit. Tapi karena kepergok melanggar, saya pasrah jika harus mendapat cepalan (hukuman).
Tetapi, nasib baik masih berpihak. Titik balik itu terjadi ketika entah karena ilham darimana, tiba-tiba Pak Polisi itu bertanya ke mana tujuan kami.
Mantan pacar saya, dengan jujur bercerita akan membeli suvenir pernikahan.
"Siapa yang akan menikah," tanya aparat negara yang kepo (sok ingin tahu) itu.
"Pernikahan kami sendiri, Pak" jawab mantan pacar saya yang kini sudah berganti status menjadi istri.
Lantas entah bagaimana ceritanya, kami kemudian malah terlibat obrolan seputar rencana pernikahan kami. Termasuk rencana membeli suvenir di kawasan Pasar Johar.
Bukannya menilang, polisi itu malah mengajak kami makan bakso di sebuah warung dekat posnya bertugas. "Mari Dik, makan bakso dulu. Sekalian saya juga istirahat," katanya. Memang waktu itu waktu sudah memasuki Dhuhur.