Indonesia telah melakukan kewajiban untuk sertifikasi halal sesuai dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014, Sesuai dalam undang-undang tersebut tertuang bahwa demi memastikan ketersediaan produk halal bagi masyarakat, pemerintah menetapkan aturan terkait bahan baku yang boleh digunakan dalam pembuatan produk halal. Aturan ini mencakup bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuhan, mikroba, maupun bahan hasil proses kimiawi, biologi, dan rekayasa genetik.
Undang-undang No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, menyatakan :
1. untuk menjamin ketersediaan Produk Halal, ditetapkan bahan produk yang dinyatakan halal.
2. mengatur hak dan kewajiban Pelaku Usaha dengan memberikan pengecualian terhadap Pelaku Usaha yang memproduksi Produk dari Bahan yang berasal dari Bahan yang diharamkan dengan kewajiban mencantumkan secara tegas keterangan tidak halal pada kemasan Produk atau pada bagian tertentu dari Produk yang mudah dilihat, dibaca, tidak mudah terhapus, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Produk.
3. Tata cara memperoleh Sertifikat Halal diawali dengan pengajuan permohonan Sertifikat Halal oleh Pelaku Usaha kepada BPJPH.
Kewajiban sertifikasi halal dilakukan bukan hanya untuk melindungi konsumen muslim di Indonesia. Kewajiban sertifikasi halal tersebut juga mendorong persaingan pasar global tentang produk industri halal.
Indonesia berhasil masuk tiga besar pada the Global Islamic Economy Indicator (GIEI) dalam State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023 yang dirilis oleh DinarStandard di Dubai, Uni Emirat Arab, Selasa (26/12/2023). Indonesia yang pada tahun 2022 di posisi keempat, kini menduduki peringkat ketiga, di bawah Malaysia dan Arab Saudi.
Dikutip dari laman BPJPH, terdapat tujuh aktivitas yang menjadi alur pengajuan permohonan sertifikasi halal di BPJPH. Alur tersebut yaitu :
1. Mengajukan Permohonan
Pelaku usaha mengajukan permohanan sertifikasi halal kepada BPJPH dengan dating danmembawa sejumlah dokumen persyaratan
2. Tahap Pemeriksaan
Setelah dokumen persyaratan diterima BPJPH, maka BPJPH akan melakukan pemeriksaan dokumen permohonan selama maksimal 10 hari kerja. Apabila ada dokumen yang tidak lengkap, BPJPH memberikan waktu selama 5 hari bagi pelaku usaha untuk menambahkannya kembali. Setelah melewati masa tersebut, pengajuan akan sepenuhnya ditolak oleh BPJPH.
3. Penetapan LPH
Setelah dokumen dinyatakan lengkap, BPJPH akan menetapkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) berdasarkan penentuan pemohon dalam waktu maksimal 5 hari kerja.
4. Tahap Pengujian Produk
LPH yang telah ditetapkan sebagai auditor halal akan melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap kehalalan produk selama-lamanya 40 hingga 60 hari kerja.
5. Tahap Pengecekan
Setelah menerima hasil pengujian produk yang dilakukan oleh auditor halal, maka hasil tersebut akan diserahkan kepada BPJPH, kemudian BPJPH akan melakukan pengecekan terhadap kelengkapan laporan atas produk dan bahan yang digunakan, hasil analisis serta berita acara pemeriksaan. Selain tersebut auditor halal juga harus menyertakan rekomendasi atas hasil pemeriksaan.
6. Keluarnya Fatwa
Hasil pemeriksaan/pengujian yang dilaporkan oleh LPH ke BPJPH, selanjutnya akan diajukan ke MUI untuk kemudian mengadakan sidang fatwa MUI dengan mengikutsertakan para pakar, unsur pemerintah dan lembaga terkait, untuk menetapkan kehalalan produk dengan jangka waktu maksimal 30 hari kerja hingga akhirnya diputuskan mengenai kehalalan produk.
7. Penerbitan Sertifikasi Halal
Dalam hal ini maka hasil siding fatwa halal MUI akan terdiri dari :
a. Menetapkan halal pada produk.
Berdasarkan keputusan sidang fatwa halal dari MUI maka BPJPH akan melakukan penetapan kehalalan produk tersebut, kemudian     BPJPH menerbitkan sertifikat halal dalam waktu maksimal 7 hari kerja.
b. Menyatakan produk tidak halal
Maka dalam hal ini, BPJPH akan mengembalikan permohonan sertifikat halaal kepada pelaku usaha disertai dengan alasan. Dan untuk pengurusan sertifikat halal bisa kembali dari awal setelah melakukan perbaikan terhadap produk.
Lalu untuk biaya pengurusan sertifikasi halal tertera:
a. Usaha Mikro dan Kecil: Rp300.000
b. Usaha Menengah: Rp5.000.000
c. Usaha Besar dan/atau berasal dari luar negeri: Rp12.500.000
Biaya tersebut belum termasuk biaya pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk, transportasi, dan akomodasi serta pengujian laboratorium (jika diperlukan).
Selain dari tujuan sertifikasi halal yang sudah tertera diatas, sertifikasi halal juga memberikan manfaat-manfaat yaitu:
1. Membuka peluang pasar baru
Sertifikasi halal membuka peluang pasar usaha terhadap pasar baru. Terutama di Indonesia dimana mayoritas pemeluk agama islam. Dikarenakan hal tersebut maka sertifikasi halal dapat membuka pasar luas terutama di Indonesia sebagai bagian dari negara OKi.
2. Memberikan jaminan halal
Umat muslim memiliki kewajiban untuk mengkonsumsi semua yang halal, tidak hanya makanan sertifikasi halal masuk juga ke kosmetik dan pariwisata. Karena hal tersebut jaminan halal menjadi hal yang utama bagi umat muslim mengkonsumsi sebuah produk dan jaminan halal menjadi hal yang utama
3. Meningkatkan daya saing produk
Sertifikasi halal menjadi nilai tambah yang besar untuk negara Indonesia dalam produk halal. Merujuk dalam SGIE Indonesia ada dalam peringkat ke 3.
Kewajiban untuk memiliki sertifikasi halal bagi UMKM dan usaha yang merujuk kepada barang yang halal memiliki manfaat yang besar dan banyak baik untuk UMKM tersebut dan khalayak umum terutama umat muslim di Indonesia. Tahapan yang disediakan pemerintah mendorong jaminan keamanan dan juga kepercayaan terhadap konsumen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H