Dalam mempelajari dasar-dasar hukum pidana yang perlu dipahami adalah pokok bahasan dari hukum pidana. Terdapat tiga hal yang menjadi pokok bahasan hukum pidana yaitu Criminal Act, Criminal Liability, dan Criminal Responsibility. Prof. Moeljatno misalnya pandangan beliau tentang hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
- Menetukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut
- Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepeda mereka yang telah melanggar larangan-larangan dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan
- Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut
Sementara Prof. Sodarto seperti yang dikutip oleh Prof. Marwan Efendi berpandangan bahwa, hukum pidana pada dasarnya berpokok pada dua hal
- Perbuatan memenuhi syarat-syarat tertentu. Berupa perbuatan yang dilakukan oleh orang, yang memungkinkan adanya pemberian pidana. Perbuatan semacam itu, dapat disebut perbuatan yang dapat dipidana atau perbuatan yang jahat (Verbrrechen/Crimen)
- Pidana. Penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Masih banyak lagi pandangan ahli hukum pidana tentang pokok bahasan dalam hukum pidana. Tetapi jika kita rangkum maka poinnya adalah tiga hal yang telah disebutkan diatas.
Tulisan ini membahas Criminal Responsibility/penyelesaian perkara khusus mekanisme penyelesaian perkara diluar peradilan pidana yaitu Restorative Justive.
Restorative Justice dewasa ini banyak dibicarakan banyak kalangan terutama para praktisi hukum sebagai strategi dalam hal penanganan perkara pidana. secara konseptual sebetulnya Restorative Justice adalah konsep yang sudah lama diperkenalkan dalam sistem hukum seperti Injil dan Al-Qur'an. Meskipun penyelesaian kasus dengan pendekatan Restorative Justice praktinya merupakan suatu mekanisme penyelesaian perkara yang tergolong baru dalam sistem peradilan pidana. Dalam beberapa literatur mencatat pendekatan Restorative Justice dimulai di Inggris tahun 1960-an, Amerika Utara tahun 1970-an, Selandia Baru tahun 1980-an, masih banyak lagi perkembangan Restorative Justice diberbagai negara yang sengaja tidak dimasukan dalam artikel yang singkat ini.
Restorative Justice dalam Black's Law Dictionary diartikan sebagai An alternstive delinquency sanction focused on repairing the harm done, meeting the victim's needs, and holding the offender responsible for his or her action. Restorative justice sanctions use a balanced approach, producing the least restrictive dispotition while stressing the offender's accountability and providing relief to the victim. The offender may be odered to make restitution, to perfom community service, or to make amends in some other way that the court orders.
Howard Zehr oleh Muladi disebut sebagai visionary and architek of the restorative justice movement mendefinisikan Restorative is a process to involve, to extend posible, those who have a stake in a specific offense and to collectively identivy and address harms, needs, and obligation, in order to heal and put thins as right as poshible.
Sejalan dengan definis diatas, Marian Liebmann dalam bukunya yang berjudul Restorative Justice How It Work menulis "Restorative Justice works to resolve conflict and repair harm. It encourages those who have caused harm to acknowledge the impact of what they have done and gives them an opportunity to make reparation. It offers those who have suffered harm the opportunity to have their harm or loss acknowledged and amends made" (Keadilan restoratif berfungsi untuk menyelesaikan konflik dan memperbaiki kerusakan. Ini mendorong mereka yang telah menyebabkan kerugian untuk mengakui dampak dari apa yang telah mereka lakukan dan memberi mereka untuk kesempatan untuk melakukan perbaikan. Keadilan restoratif memberikan kepada mereka yang telah menderita kerugian kesempatan untuk diakui kerugian dan memperbaikinya).
Definisi Restorative Justice yang dimasukan dalam beberapa tata peraturan di Indonesia adalah penyelesian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
Secara teoritis Restorative Justice dibangun atas dasar mempertahankan tata tertib kehidupan antar orang dan masyarakat secara umum, dengan memandang pemidaan itu bersifat memperbaiki (Verbetering), sanksi berupa pemidanaan sebagai ultimum remedium maksudnya sanksi pidana baru dapat digunakan apabila tidak ada cara lain lagi untuk menyelesaikan perkara pidana tertentu.
Pendekatan Restorative Justice sebagai bentuk pergeseran penyelesaian perkara pidana dari dalam keluar sistem peradilan pidana tidak terlepas dari praktik yang terjadi pada peradilan pidana yang jarang sekali mengakomodasi kepentingan korban kejahatan, apakah si korban kejahatan itu benar-benar dipulihkan atas kerugian yang dideritanya pemulihan itu seperti sebelum mereka menjadi korban atas suatu tindak pidana. Pada beberapa jenis kejahatan misalnya pihak korban telah mendapatkan klaim asuransi atau kesembuhan luka fisik, sementara ada kejahatan tertentu yang menimbulkan luka secara emosional bagi korban yang dibaikan dalam konteks pertanggung jawaban pidana oleh pelaku. Sementara pelaku kejahatan dianggap telah bertanggung jawab dengan pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dalam kurun waktu tertentu atau pidana lainnya sebagaimana yang ditentukan oleh KUHP. Fakta ini juga didukung dalam sistem hukum Indonesia misalnya sebelum diundangkannya undang-undang tentang perlindungan saksi dan korban kedudukan korban dapat dikatakan "masih diabaikan" dalam sistem peradilan pidana. Misalnya dalam KUHAP menentukan hak-hak korban secara limitatif hanya berupa ganti kerugian dan rehabilitasi, terlihat tidak berimbang jika dibandingkan dengan hak-hak hukum yang diberikan kepada pelaku.
Pergeseran mekanisme ini diharapkan dapat mengakomodasi rasa keadilan, pemenuhan, dan pemulihan hak-hak korban. Karena tujuan dari Restorative Justice seperti yang dikatakan oleh Helen Reeves "pendekatan restoratif itu jika mencakup upaya untuk memperbaiki keadaan bagi korban kejahatan yang sebenarnya". Pendekatan Restorative Justice merupakan suatu sarana yang dinilai paling muthakir saat ini dalam hal menutupi ketimpangan antara perhatian terhadap hak hukum dan keadilan bagi korban.
Membaca secara utuh tujuan dari penyelesaian konflik dengan pendekatan Restotative Justice, adalah untuk mencegah kerugian dan mempertimbangankan kebaikan terbesar baik secara materiil maupun formil terhadap peristiwa hukum yang terjadi pada diri korban maupun pelaku atau masyarakat. Terhadap kerugian mengutip satu pepatah yang ditulis oleh Hakim Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata "going to the law is losing a cow for the sake of a cat. Dalam kesadaran masyarakat Maluku Utara ada pameo yang sering disematkan kepada pihak yang berperkara di Pengadilan itu bagaikan kayu yang dibakar api, satu sisi menjadi abu sisi yang lain menjadi arang "sama-sama tidak menguntungkan". Tapi saya mau mengatakan bahwa hukum sejatinya tidak berbicara tentang kalkulasi untung rugi secara ekonomis, karena substansi dari hukum khususnya hukum pidana adalah menciptakan ketertiban melalui jaminan dan distribusi keadilan secara berimbang kepada pelaku dan korban maupun masyarakat dalam jangkauan yang umum.
Akibat kejahatan serta dukungan dan penyembuhan korban adalah perhatian utama (prioritas) Restorative Justice, pelaku bertanggung jawab langsung kepada korban tidak lagi pada negara, sebagaimana doktrin pertanggung jawaban hukum yang selama ini di adopsi yang menganggao perbuatan kejahatan merupakan pelanggaran terhadap aturan-aturan yang ditetapkan oleh negara karena negara bertujuan untuk mempertahankan tata tertib seperti yang dikatakan oleh Beysens seorang Guru Besar Filsafat Universitas Utrecht diantaranya mempertahankan tata tertib masyarakat, sebabnya setiap kejahatan yang dilakukan oleh seseorang ia akan bertanggung jawab kepada negara dan akan dijatuhi hukuman dari negara melalui alat-alat perlengkapan negara pelaku yang menerima hukuman berupa pemidanaan mengklaim bahwa dia telah bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan. Hal inilah yang oleh Marian Liebmann menyebutnya sebagai titik awal Restorative Justice.
Secara yuridis tujuan Restorative Justice diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif diatur dalam Pasal 3, Tujuan mengadili perkara pidana berdasarkan Keadilan Restoratif untuk
a. Memulihkan korban tindak pidana;
b. Memulihkan hubungan antara Terdakwa, Korban, dan/atau masyarakat;
c. Menganjurkan pertanggungjawaban Terdakwa; dan
d. Menghindari setiap orang khususnya Anak, dari perampasan kemerdekaan
Restorative Justice dilakukan pada semua tingkatan pemeriksaan di Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.
1. Kepolisian
Diatur dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoritif. Dilakukan oleh anggota Polri pada tahap laporan/pengaduan sebelum adanya laporan polisi atau menemukan langsung adanya dugaan Tindak Pidana untuk tindak pidana ringan dilaksanakan oleh anggota Polri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12 anggota Polri yang mengemban fungsi pembinaan Masyarakat dan anggota Polri mengemban fungsi Samapta Polri.
2. Kejaksaan
Diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Pasal 7 mengatur Penutut Umum melakukan upaya perdamaian dengan cara menawarkan perdamaian kepada korban dan tersangka tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi, dilakukan pada tahap penuntutan yaitu pada saat penyerahan tanggungjawab atas tersangka dan barang bukti (tahap dua)
3. Kehakiman
Diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Pasal 7 mengatur Restorative Justice dilakukan pada hari sidang pertama setelah penuntut umum membaca berita acara pemeriksaan atau catatan dakwaan atau surat dakwaan dan Terdakwa menyatakan mengerti berita acara pemeriksaan atau catatan dakwaan atau isi dakwaan Penuntut Umum, Hakim memberikan kesempatan kepada Terdakwa untuk membenarkan atau tidak membenarkan perbuaatan yang didakwakan kepadanya. Apabila Terdakwa yang membenarkan seluruh perbuatan yang didakwakan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan tidak diajukan nota keberatan oleh Terdakwa maka proses persidangan dapat langsung mekanisme keadilan restoratif.
terhadap tindak pidana yang diselesaian dengan pendekatan Restorative Justive ditentukan dalam
1. Paraturan Mahkamah Aging N0. 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif
Diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a sampai dengan e
a. Tindak pidana yang dilakukan merupakan tindak pidana ringan atau kerugian korban bernilai tidak lebih dari 2.500,00 (dua juta lima ratus rupiah), atau tidak lebih dari upah minimum provinsi setempat
b. Tindak pidana merupakan delik aduan
c. Tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal 5 (lima) tahun penjara dalam salah satu surat dakwaan, termasuk tindak pidana jinayat menurut qanun
d. Tindak pidana dengan pelaku anak yang Diversinya tidak berhasil; atau
e. Tindak pidana lalulintas yang berupa kejahatan
2. Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan keadilan Restoratif
Diatur dalam Pasal 5 ayat (1) sampai dengan huruf e
a. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
b. Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
c. Tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah)
3. Peraturan Kepolisian No. 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif
Pada tahap ini Polri mengadakan syarat umum dan kuhsus. Syarat umum terdiri dari secara formil dan materil
Syarat materiil diatur dalam Pasal 5 ayat (1)
- Syarat materiil
a. Tidak menimbulkan keresahan dan/penolakan dari masyarakat;
b. Tidak berdampak konflik sosial;
c. Tidak berpotensi memecah belah bangsa;
d. Tidak bersifat radikalisme dan separatisme;
e. Bukan pengulangan Tindak Pidana berdasarkan Putusan Pengadilan, dan
f. Bukan Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana terhadap keamanan negara, Tindak Pidana Korupsi, dan Tindak Pidana terhadap nyawa orang.
- syarat formil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b meliput perdamaian dari kedua belah pihak, kecuali Tindak Pidana Narkoba dan pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku, kecuali Tindak Pidana Narkoba.
Selain syarat umum dalam Peraturan Polri ini diatur dalam Pasal 7 yaitu Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik, Narkoba, Lalulintas. Sementara ketentuan mengenai tindak pidana ringan dan denda yang memenuhi syarat Restorative Justice dapat dibaca pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian BatasanTindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP.
REFERENSI:
Prof. DR. Marwan Effendi, S.H. TEORI HUKUM Dari Prespektif Kebijakan, Perbandingan, dan Harmonisasi Hukum Pidana. Ciputat. Referensi (Gaung Persada Perss Group). 2014.
Mmarian Liebmann. RESTORATIVE JUSTICE HOW IT WORKS. London. Jessica Kingsley Publishers. 2007.
Muladi. IMPLEMENTASI PENDEKATAN “RESTORATIVE JUSTICE” DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. Fakultas Hukum Universita Diponegoro.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/phpidana/article/view/25036/0
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif
Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Peraturan Kepolisian No. 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H