Pergeseran mekanisme ini diharapkan dapat mengakomodasi rasa keadilan, pemenuhan, dan pemulihan hak-hak korban. Karena tujuan dari Restorative Justice seperti yang dikatakan oleh Helen Reeves "pendekatan restoratif itu jika mencakup upaya untuk memperbaiki keadaan bagi korban kejahatan yang sebenarnya". Pendekatan Restorative Justice merupakan suatu sarana yang dinilai paling muthakir saat ini dalam hal menutupi ketimpangan antara perhatian terhadap hak hukum dan keadilan bagi korban.
Membaca secara utuh tujuan dari penyelesaian konflik dengan pendekatan Restotative Justice, adalah untuk mencegah kerugian dan mempertimbangankan kebaikan terbesar baik secara materiil maupun formil terhadap peristiwa hukum yang terjadi pada diri korban maupun pelaku atau masyarakat. Terhadap kerugian mengutip satu pepatah yang ditulis oleh Hakim Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata "going to the law is losing a cow for the sake of a cat. Dalam kesadaran masyarakat Maluku Utara ada pameo yang sering disematkan kepada pihak yang berperkara di Pengadilan itu bagaikan kayu yang dibakar api, satu sisi menjadi abu sisi yang lain menjadi arang "sama-sama tidak menguntungkan". Tapi saya mau mengatakan bahwa hukum sejatinya tidak berbicara tentang kalkulasi untung rugi secara ekonomis, karena substansi dari hukum khususnya hukum pidana adalah menciptakan ketertiban melalui jaminan dan distribusi keadilan secara berimbang kepada pelaku dan korban maupun masyarakat dalam jangkauan yang umum.
Akibat kejahatan serta dukungan dan penyembuhan korban adalah perhatian utama (prioritas) Restorative Justice, pelaku bertanggung jawab langsung kepada korban tidak lagi pada negara, sebagaimana doktrin pertanggung jawaban hukum yang selama ini di adopsi yang menganggao perbuatan kejahatan merupakan pelanggaran terhadap aturan-aturan yang ditetapkan oleh negara karena negara bertujuan untuk mempertahankan tata tertib seperti yang dikatakan oleh Beysens seorang Guru Besar Filsafat Universitas Utrecht diantaranya mempertahankan tata tertib masyarakat, sebabnya setiap kejahatan yang dilakukan oleh seseorang ia akan bertanggung jawab kepada negara dan akan dijatuhi hukuman dari negara melalui alat-alat perlengkapan negara pelaku yang menerima hukuman berupa pemidanaan mengklaim bahwa dia telah bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan. Hal inilah yang oleh Marian Liebmann menyebutnya sebagai titik awal Restorative Justice.
Secara yuridis tujuan Restorative Justice  diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif diatur dalam Pasal 3, Tujuan mengadili perkara pidana berdasarkan Keadilan Restoratif untuk
 a. Memulihkan korban tindak pidana;
 b. Memulihkan hubungan antara Terdakwa, Korban, dan/atau masyarakat;
 c. Menganjurkan pertanggungjawaban Terdakwa; dan
 d. Menghindari setiap orang khususnya Anak, dari perampasan kemerdekaan
Restorative Justice dilakukan pada semua tingkatan pemeriksaan di Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.
1. Kepolisian
Diatur dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoritif. Dilakukan oleh anggota Polri pada tahap laporan/pengaduan sebelum adanya laporan polisi atau menemukan langsung adanya dugaan Tindak Pidana untuk tindak pidana ringan dilaksanakan oleh anggota Polri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12 anggota Polri yang mengemban fungsi pembinaan Masyarakat dan anggota Polri mengemban fungsi Samapta Polri.