Mohon tunggu...
Haikal Basri
Haikal Basri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Blogger

Tertarik dengan isu-isu hukum, terutama Hukum Pidana.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Restorative Justice: Suatu Pendekatan Penyelesaian Perkara Pidana

26 November 2024   15:00 Diperbarui: 9 Desember 2024   22:23 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam mempelajari dasar-dasar hukum pidana yang perlu dipahami adalah pokok bahasan dari hukum pidana. Terdapat tiga hal yang menjadi pokok bahasan hukum pidana yaitu Criminal Act, Criminal Liability, dan Criminal Responsibility. Prof. Moeljatno misalnya pandangan beliau tentang hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk

  • Menetukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut
  • Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepeda mereka yang telah melanggar larangan-larangan dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan
  • Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut

Sementara Prof. Sodarto seperti yang dikutip oleh Prof. Marwan Efendi berpandangan bahwa, hukum pidana pada dasarnya berpokok pada dua hal

  • Perbuatan memenuhi syarat-syarat tertentu. Berupa perbuatan yang dilakukan oleh orang, yang memungkinkan adanya pemberian pidana. Perbuatan semacam itu, dapat disebut perbuatan yang dapat dipidana atau perbuatan yang jahat (Verbrrechen/Crimen)
  • Pidana. Penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

Masih banyak lagi pandangan ahli hukum pidana tentang pokok bahasan dalam hukum pidana. Tetapi jika kita rangkum maka poinnya adalah tiga hal yang telah disebutkan diatas.

Tulisan ini membahas Criminal Responsibility/penyelesaian perkara khusus mekanisme penyelesaian perkara diluar peradilan pidana yaitu Restorative Justive.

Restorative Justice dewasa ini banyak dibicarakan banyak kalangan terutama para praktisi hukum sebagai strategi dalam hal penanganan perkara pidana. secara konseptual sebetulnya Restorative Justice  adalah konsep yang sudah lama diperkenalkan dalam sistem hukum seperti Injil dan Al-Qur'an. Meskipun  penyelesaian kasus dengan pendekatan Restorative Justice praktinya merupakan suatu mekanisme penyelesaian perkara yang tergolong baru dalam sistem peradilan pidana. Dalam beberapa literatur mencatat pendekatan Restorative Justice dimulai di Inggris tahun 1960-an, Amerika Utara tahun 1970-an, Selandia Baru tahun 1980-an, masih banyak lagi perkembangan Restorative Justice diberbagai negara  yang sengaja tidak dimasukan dalam artikel yang singkat ini.

Restorative Justice dalam Black's Law Dictionary diartikan sebagai An alternstive delinquency sanction focused on repairing the harm done, meeting the victim's needs, and holding the offender responsible for his or her action. Restorative justice sanctions use a balanced approach, producing the least restrictive dispotition while stressing the offender's accountability and providing relief to the victim. The offender may be odered to make restitution, to perfom community service, or to make amends in some other way that the court orders.

Howard Zehr oleh Muladi disebut sebagai visionary and architek of the restorative justice movement mendefinisikan Restorative is a process to involve, to extend posible, those who have a stake in a specific offense and to collectively identivy and address harms, needs, and obligation, in order to heal and put thins as right  as poshible.

Sejalan dengan definis diatas, Marian Liebmann dalam bukunya yang berjudul Restorative Justice How It Work menulis "Restorative Justice works to resolve conflict and repair harm. It encourages those who have caused harm to acknowledge the impact of what they have done and gives them an opportunity to make reparation. It offers those who have suffered harm the opportunity to have their harm or loss acknowledged and amends made" (Keadilan restoratif berfungsi untuk menyelesaikan konflik dan memperbaiki kerusakan. Ini mendorong mereka yang telah menyebabkan kerugian untuk mengakui dampak dari apa yang telah mereka lakukan dan memberi mereka untuk kesempatan untuk melakukan perbaikan. Keadilan restoratif memberikan kepada mereka yang telah menderita kerugian kesempatan untuk diakui kerugian dan memperbaikinya).

Definisi Restorative Justice yang dimasukan dalam beberapa tata peraturan di Indonesia adalah penyelesian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Secara teoritis Restorative Justice dibangun atas dasar mempertahankan tata tertib kehidupan antar orang dan masyarakat secara umum, dengan memandang pemidaan itu bersifat memperbaiki (Verbetering), sanksi berupa pemidanaan sebagai ultimum remedium maksudnya sanksi pidana baru dapat digunakan apabila tidak ada cara lain lagi untuk menyelesaikan perkara pidana tertentu.

Pendekatan Restorative Justice sebagai bentuk pergeseran penyelesaian perkara pidana dari dalam keluar sistem peradilan pidana tidak terlepas dari praktik yang terjadi pada peradilan pidana yang jarang sekali mengakomodasi kepentingan korban kejahatan, apakah si korban kejahatan itu benar-benar dipulihkan atas kerugian yang dideritanya pemulihan itu seperti sebelum mereka menjadi korban atas suatu tindak pidana. Pada beberapa jenis kejahatan misalnya pihak korban telah mendapatkan klaim asuransi atau kesembuhan luka fisik, sementara ada kejahatan tertentu yang menimbulkan luka secara emosional bagi korban yang dibaikan dalam konteks pertanggung jawaban pidana oleh pelaku. Sementara pelaku kejahatan dianggap telah bertanggung jawab dengan pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dalam kurun waktu tertentu atau pidana lainnya sebagaimana yang ditentukan oleh KUHP. Fakta ini juga didukung dalam sistem hukum Indonesia misalnya sebelum diundangkannya undang-undang tentang perlindungan saksi dan korban kedudukan korban dapat dikatakan "masih diabaikan" dalam sistem peradilan pidana. Misalnya dalam KUHAP menentukan hak-hak korban secara limitatif hanya berupa ganti kerugian dan rehabilitasi, terlihat tidak berimbang jika dibandingkan dengan hak-hak hukum yang diberikan kepada pelaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun