Pendekatan yang dibangun dalam KUHP Lama (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946) masih berpegang pada kebijakan penalisasi tanpa memberikan ruang atau pengecualian pada tindakan aborsi, dengan demikian apapun yang menjadi motif melakukan aborsi dikenakan pidana baik terhadap wanita yang menghentikan kehamilannya, pihak yang terlibat seperti menyuruh, membantu melakukan aborsi baik tenaga medis seperti dokter, bidan, apoteker, atau melalui metode tradisional dengan persetujuan wanita tersebut atau tidak dengan persetujuannya.
Suatu realita bahwa aborsi tidak hanya berpola pada diskursus normatif tetapi perdebatannya sangat kompleks meliputi aspek agama, moralitas, politik, hak asasi manusia, dan kesehatan publik. Problematika ini berdampak pada kebijakan hukum terkait legalitas aborsi, seperti pada kasus yang telah disebutkan diawal.
Di indonesia legalisasi aborsi (dibolehkan) Â baru dapat terlihat melalui kebijakan hukum pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu legal hanya karena dua alasan diatur dalam Pasal 75
1.  Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengacam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita    penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar     kandungan; atau
2. Â Kehamilan karena pemerkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban pemerkosaan.
Untuk menentukan adanya indikasi kedaruratan medis dilakukan oleh tim kelayakan aborsi yang terdiri paling sedikit dua orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh seorang dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan diatur dalam Pasal 33 ayat (1) dan (2). Sementara aborsi kehamilan karena pemerkosaan dibuktikan dengan keterangan dokter, keterangan penyidik dan keterangan psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya duganaan pemerkosaan.
Apabila kita cermati maka pola yang terbaca pada kebijakan hukum aborsi dalam sistem regulasi di Indonesia sebagai berikut
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
   "aborsi merupakan tindakan ilegal, tidak ada pengecualian"
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
  "dikecualiakan pada dua hal yaitu; (1) indikasi darurat medis, (2) kehamilan akibat pemerkosaan"