Mohon tunggu...
Kala Sanggurdi
Kala Sanggurdi Mohon Tunggu... Pelajar dan Pengajar -

Hai. Aku menulis. Menulis puisi, Menulis cerita, Menulis naskah, Menulis ilmu, Dan kadang menulis omong kosong. Tapi tidak apa, karena tulisan adalah suara yang diabadikan, kan? ask.fm/palakienevermore

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | 14. Udara

4 Desember 2017   18:33 Diperbarui: 4 Desember 2017   19:13 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rintih lembut mencerahkan hari

tiada aku merasakan sungkan

tak kurasakan beban mereka yang mati

 

Oke. Mungkin Kala adalah seorang psikopat dengan melihat puisi yang satu ini. Puisinya agak seram (mungkin sangat seram jika dibayangkan dengan benar-benar), tetapi entah kenapa siapa pun yang berada dalam puisi tersebut berada dalam kedamaian.

Jadi untuk menjelaskan kenapa puisi ini begitu... aneh, mungkin aku harus memulai dari suatu pernyataan: pada saat puisi ini dibuat di Rusia, aku sedang sangat tertarik dengan beberapa cerita mengenai Perang Dunia II. Karena aku juga sedang tertarik dengan keadaan Afghanistan dan Suriah yang begitu kelam, aku pun mulai membayangkan yang tidak-tidak. Kemudian, aku tuangkan dalam sebuah puisi: pemikiran seorang tentara perang yang telah membunuh puluhan orang dalam suatu pertempuran, dan bagaimana ia tidak dapat merasakan kemanusiaan dari para korbannya lagi. Perang membuat kita lupa akan sisi manusia kita, sehingga akhirnya darah mengalir hingga daging berceceran akan terlihat biasa dan tak terasakan kengeriannya.

 Bagaimana dengan strukturnya? Seperti biasa, Kala suka struktur, rima dan pola. Puisi 14. Udara mempunyai rima ABAB, dan kalau diperhatikan baik-baik, ada pola dalam jumlah kata. Polanya adalah 4-4-4-6/5-5-5-5/4-4-4-6. Yap, Kala memang sedetil itu kadang-kadang. Suka merepotkan diri sendiri. Ehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun