Mohon tunggu...
Asti Wedok
Asti Wedok Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ulama Yahudi Menggunakan Politisasi Agama untuk Melawan Yesus

28 Mei 2017   23:03 Diperbarui: 28 Mei 2017   23:14 1947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

Dalam kitab suci orang Nasrani, banyak dilukiskan perdebatan antara Yesus dan ulama anggota Majelis Ulama Yahudi (MUY). Bila kita membaca dengan jernih dan cerdik, kita terpana akan:

  • Kecerdikan dan bijaksananya Yesus dalam debat melawan MUY. Kepiawaian Yesus dalam menggunakan cerita perumpamaan/parabel yang mengakibatkan ulama Yahudi terdiam dan kalah.
  • Ajaran spiritual Yesus penuh dengan diskusi, perdebatan dan kecerdikan, bukan cuci otak (brain washing), dan Yesus tidak sekalipun bermaksud mendirikan agama. Penggunaan perumpamaan menyebabkan ajaran spiritual Yesus tidak usang dimakan jaman.
  • Politisasi agama Yahudi (seolah-olah  memakai UU Penodaan agama Yahudi) oleh MUY dalam menjerat Yesus yang sulit dikalahkan dalam debat (MUY bersekutu dengan militer Romawi saat itu untuk menghukum mati Yesus).
  • Politisasi agama yang ternyata sudah dua ribuan tahun lalu dipratekan tenyata masih sangat ampuh dipraktekan dinegara berkembang apalagi disertai UU Penodaan Agama. Di negara maju, modern dan cerdas tidak mengenal UUP.

Politisasi Agama Melawan Yesus

Tinjauan dibawah ini lebih dari sisi sejarah dan politik, ketimbang religius.

Pada masa itu, dari hari ke hari kehadiran Yesus di tengah-tengah masyarakat ternyata banyak memikat simpati sehingga mereka mengikuti Yesus kemana pun pergi untuk mendengarkan ajaran-ajarannya (Luk. 19:48). Orang banyak itu berbondong-bondong mengikutinya, bahkan ada yang datang dari tempat-tempat yang jauh: dari Yerusalem, dari Yudea dan dari seberang sungai Yordan (Mat. 4:23-25). Mereka terkesan dengan Yesus disebabkan ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat (Mat. 7:28-29).

Wajar saja apabila sambutan mereka terhadap kedatangan Yesus di Yerusalem begitu gegap gempita. Mereka mengatakan bahwa “inilah nabi Yesus dari Nazaret di Galilea.” (Mat. 21:11). Yesus kemudian dinaikkan ke atas seekor keledai, diarak dengan sorak-sorai bahkan banyak orang menghamparkan pakaian mereka di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dan menyebarkannya. Mereka mengikuti Yesus dengan suka cita: “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!” (Mat. 21:7-9).

Meski pada awalnya Yesus memperoleh simpati yang sangat luas dari masyarakat, namun sayangnya, simpati itu kemudian berubah menjadi kekecewaan yang sangat mendalam dikarenakan segala harapan mereka pupus. Pada mulanya mereka ingin Yesus menjadi raja dunia mereka. Bila ia memang Mesias atau Kristus, Yesus harus mengembalikan zaman keemasan Daud dan Sulaiman. Namun bila mereka hendak datang dan membawanya dengan paksa untuk menjadikannya raja, ternyata Yesus malah menolak, bahkan ia menyingkir ke gunung seorang diri (Yoh. 6:15). Yesus pun mengatakan bahwa kerajaan yang beliau bawa bukan dari dunia ini tetapi kerajaan rohani alias Kerajaan ALLAH atau Kerajaan Sorga (Yoh. 18:36). Inilah salah satu sebab yang membuat mereka kecewa dan meninggalkan Yesus.

Penyebab yang lain adalah meski ajaran Yesus menakjubkan mereka (Mrk. 1:27) tetapi itu terlalu keras. “Siapakah yang sanggup mendengarkannya?” (Yoh. 6:60). Ketika Yesus mengatakan bahwa ia adalah “roti yang telah turun dari sorga”, maka orang-orang Yahudi bersungut-sungut. Bagaimana Yesus dapat berkata begitu, sedangkan mereka tahu asal-usul Yesus (Yoh. 6:41-43). Apalagi Yesus mengatakan, barang siapa makan dari padanya, ia tidak akan mati, bahkan hidup untuk selama-lamanya (Yoh. 6:51, 58). Kata mereka, ucapan-ucapan ini sudah menjadi hujatan yang sangat hebat terhadap Tuhan. Jadi, pembaharuan rohani yang ingin Yesus lakukan terhadap hukum Taurat ternyata berbenturan dengan pemahaman mereka yang dangkal dan harafiah. Akibatnya, banyak muridnya yang mengundurkan diri dan tidak lagi mengikutinya (Yoh. 6:66).

Beberapa tuduhan dusta yang dilancarkan terhadap Yesus

Melihat popularitas Yesus di masyarakat semakin meluas, para ulama Yahudi menjadi khawatir, “Apabila kita biarkan dia, maka semua orang akan percaya kepadanya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita” (Yoh. 11: 48). Mereka akhirnya berunding untuk merumuskan rencana menangkap dan membunuh Yesus dengan tipu muslihat. Mereka juga tidak akan menangkap Yesus pada waktu perayaan Paskah atau perayaan lainnya. Alasannya, mereka takut akan terjadi keributan karena banyak orang yang ternyata pro Yesus (Mat. 263-5).

Ketika pesta hari raya Pondok Daun tiba, Yesus pun berangkat ke Yerusalem dengan diam-diam. Orang-orang Yahudi mencari-cari Yesus, “Dimanakah Ia?” Banyak terdengar bisikan di antara orang banyak tentang Yesus. Ada yang mengatakan bahwa “Ia orang baik.” Tetapi ada pula yang berkata, “Tidak, Ia menyesatkan rakyat.” Dan di antara orang banyak itu ada banyak yang percaya kepada-Nya dan mereka berkata: “Apabila Kristus datang, mungkinkah Ia akan mengadakan lebih banyak mukjizat dari pada yang telah diadakan oleh Dia ini?” (Yoh. 7:10-12, 31).

Untuk memudahkan rencana mereka secara bertahap membuat tipu muslihat dan tuduhan palsu terhadap Yesus. Tuduhan ini bukan hanya bersifat keagamaan, tetapi mencakup pula tuduhan politis. Di antara tuduhan-tuduhan tersebut adalah:

Yesus Dituduh Kerasukan Setan dan Bersekutu Dengan Beelzebul

Orang-orang Yahudi menuduh Yesus sebagai orang yang kerasukan setan, ketika ia mengatakan bahwa “barang siapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut selama-lamanya” (Yoh. 8: 51-52). Alasan mereka, Abraham dan para nabi pun telah mati. Jadi, menurut mereka, dengan siapa Yesus ingin menyamakan dirinya? Bagaimana ucapannya itu dianggap tidak ngawur? Sebab, hanya orang yang kerasukan setan sajalah yang biasanya tidak ingat dirinya lagi.

Apalagi ketika Yesus juga mengatakan: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, aku telah ada.” Orang-orang Yahudi semakin yakin kalau Yesus memang sedang kerasukan setan. Maka kata orang-orang Yahudi itu kepadanya, “Umurmu belum lagi lima puluh tahun dan engkau telah melihat Abraham?” (Yoh. 8: 57-58). Karena jengkel mereka bermaksud merajam Yesus atas kelancangannya tersebut; tetapi ia menghilang dan meninggalkan Bait ALLAH (Yoh. 8: 59).

Yesus juga dituduh bersekutu dengan Beelzebul, yaitu nama iblis yang menjadi penghulu roh-roh jahat dan setan-setan. Ketika seorang buta dan bisu akibat kerasukan setan dibawa kepada Yesus, maka Yesus menyembuhkannya, sehingga orang itu bisa melihat dan berkata-kata lagi. Banyak orang takjub dan mengatakan bahwa Yesus itu agaknya Anak Daud. Tetapi ketika orang Farisi mendengarnya, mereka berkata: “Dengan Beelzebul, penghulu setan, ia mengusir setan.” (Mat. 12:22-24). Dengan mengatakan demikian, orang-orang Farisi ingin menuduh bahwa mukjizat Yesus tidak berasal dari ALLAH melainkan dari Beelzebul. Bagaimana mungkin orang yang berdosa, bersekutu dengan iblis/setan, bisa mendakwakan diri sebagai nabi dan membuat mukjizat?

Jawaban Yesus:

Ketika dituduh sebagai seorang yang kerasukan setan, Yesus berkata: “Dengan apakah Kuumpamakan angkatan ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada temannya: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak berkabung. Karena Yohanes datang, ia tidak makan dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.” (Mat. 11:16-19).

Maksudnya, kelakuan orang-orang itu sama saja, tidak ada satu pun nabi yang dikirim ke tengah-tengah mereka yang tidak diperolok-olok. Mereka banyak membuat helah dan berdalih, dan sebenarnya mereka tidak mau mengikuti ajaran-ajaran para nabi. Alasannya beraneka ragam, ada yang mengatakan: “Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan”. Yang lain berkata: “Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus mencobanya; aku minta dimaafkan. Yang lain lagi berkata: “Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang.” (Luk. 14:18-20). Sedangkan yang lainnya lagi berkata: “Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapakku.” (Luk. 9:59).

Ketika orang-orang Farisi menuduh bahwa Yesus menyembuhkan orang yang sakit dengan bantuan Beelzebul, ia berkata kepada mereka: “Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak akan bertahan. Demikian juga kalau Iblis mengusir Iblis, ia pun terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri; bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan?” (Mat. 12:25-26).

Yesus juga memberikan perumpamaan: “Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal. Tidak mungkin pohon yang baik akan menghasilkan buah yang tidak baik, atau pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang baik. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati.” (Mat. 12:33-34 jo 7:17-20).

Ucapan Yesus ini dibenarkan oleh salah seorang yang pernah disembuhkannya dari kebutaan sejak lahirnya. Katanya: “Kita tahu, bahwa ALLAH tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendak-Nya. Jikalau orang ini (Yesus) tidak datang dari ALLAH, ia tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yoh. 9:31-33). Nikodemus, seorang ulama Farisi dan pemimpin Yahudi yang bersimpati terhadap Yesus juga mengatakan: “Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus ALLAH; sebab tidak ada seorang pun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika ALLAH tidak menyertainya.” (Yoh. 3:2). Senada dengan itu Yesus menegaskan, “Ajaran-Ku tidak berasal dari diri-Ku sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus Aku.” (Yoh. 7:16; Yoh. 8:28-29).

Yesus Dituduh Sebagai Orang Samaria

Samaria adalah ibukota kerajaan Israel Utara sejak raja Omri (1Raj. 16:24). Pada tahun 722 sM direbut tentara Asyur (2Raj. 17:5). Penduduknya dicampur dengan bangsa-bangsa lain, sehingga agama dicampur juga (2Raj. 17:24-41). Dalam Perjanjian Baru, Samaria adalah daerah di antara Galilea (Utara) dan Yudea (Selatan). Penduduknya dibenci oleh orang-orang Yahudi karena perbedaan agama dan kebiasaan.

Dengan mengatakan bahwa Yesus itu orang Samaria (Yoh. 8:48), mereka bermaksud membangkitkan sentimen agama supaya orang-orang Yahudi memboikot dan menjauhi Yesus. Sebab, orang Yahudi haram bergaul dengan orang Samaria (Yoh. 4:9). Yesus sendiri melarang murid-muridnya untuk masuk apalagi bertablig kepada orang-orang Samaria (Mat. 10:5), meskipun ia ternyata masuk dan bertablig juga ke sana (Yoh. 4:1-42). Mereka juga secara tidak langsung menuduh bahwa Yesus adalah seorang penyembah Baal, karena orang Samaria telah mendirikan mezbah untuk Baal di kuil Baal (1Raj. 16:32). Baal adalah gelar dewa-dewa asli tanah Kanaan yang ditentang para nabi Tuhan dalam Perjanjian Lama. Tugasnya adalah menjamin kesuburan. Karena itu Baal seringkali turut disembah oleh orang Israel sendiri.

Alasan lain mereka menuduh Yesus sebagai orang Samaria, karena mereka beranggapan bahwa Yesus itu adalah anak Yusuf (Luk. 3:23), sedangkan Yusuf yang dianggap ayahnya itu adalah keturunan Ya’kub (Israel). Ya’kub inilah yang menjadi nenek moyang orang-orang Samaria (Yoh. 4:12). Jadi kesimpulan mereka, karena Yesus juga keturunan Ya’kub itu artinya ia orang Samaria. Bagaimana mungkin Yesus, yang keturunan orang-orang Samaria dan penyembah berhala/ dewa Baal atau Beelzebul bisa mendakwakan diri sebagai nabi?

Jawaban Yesus:

Untuk menjawab tuduhan ini Yesus mengingatkan mereka dengan hukum yang terutama dari seluruh Hukum Taurat. Ketika seorang ahli Taurat berdiri untuk mencobai Yesus dengan bertanya, “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Maka jawab Yesus kepadanya, “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?” Ahli Taurat itu menjawab, “Kasihilah Tuhan, ALLAHmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Kata Yesus kepadanya, “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” Tetapi untuk membenarkan dirinya, orang itu bertanya lagi kepada Yesus, “Dan siapakah sesamaku manusia?” Yesus menjawab bahwa yang dimaksud dengan sesama manusia adalah manusia seluruhnya, tanpa membeda-bedakan agama dan kebiasaan (Luk. 10:25-36). Hal ini dipertegas lagi dengan perkataan Yesus sendiri kepada para muridnya, “Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal ALLAH pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mat. 5:46-48).

Maksudnya, orang-orang Yahudi yang membangga-banggakan diri bahwa mereka adalah keturunan Abraham (Yoh. 8:39), atau menyombongkan diri bahwa mereka itu menjadi murid-murid Musa (Yoh. 9:28) sebenarnya tidak ada kelebihan apa-apa selama mereka tidak melaksanakan apa yang diperintahkan oleh keduanya. Sebaliknya, meskipun ada orang yang bukan keturunan Abraham atau murid Musa tetapi melakukan perintah mereka berdua, sebenarnya orang-orang inilah yang lebih pantas disebut keturunan Abraham atau murid Musa. Jadi, orang-orang Samaria, Kanaan, Yunani dan Roma justru memiliki kualitas keimanan dan kasih yang lebih tinggi dari pada orang-orang Yahudi, bahkan dari pada para murid Yesus sendiri (Mat. 8:10; 15:28; Yoh. 4:19).

Yesus Dituduh Anak Zinah dan Keturunan Para Pezinah

Tuduhan lain yang dilontarkan orang-orang Yahudi adalah bahwa Yesus merupakan anak zinah. Sedangkan mereka sendiri membanggakan bahwa “kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu ALLAH” (Yoh. 8:41). Menurut mereka, jangankan untuk menjadi nabi, menjadi anggota jemaat biasa saja tidak bisa. Bahkan keturunannya yang kesepuluh pun tidak boleh masuk jemaat Tuhan (Ul. 23:2). Bagaimana mungkin orang yang dilahirkan dari zinah bisa mendakwakan diri sebagai nabi?

Jawaban Yesus:

Untuk membantah tuduhan ini Yesus mengatakan, “Siapa ibu-Ku? Siapa saudara-saudara-Ku?” Lalu katanya sambil menunjuk ke arah murid-muridnya, “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.” Jawaban ini Yesus berikan ketika ia masih mengajar orang banyak di rumah ibadat dan salah seorang memberitahukan kepadanya bahwa ibu dan saudara-saudaranya ada di luar hendak bertemu Yesus (Mat. 12:46-49; Mrk. 3:31-35; Luk. 8:19-21).

Melalui jawaban ini Yesus ingin menegaskan bahwa pada hakikatnya yang berhak disebut sebagai ibu, saudara laki-laki atau saudara perempuan adalah mereka yang secara rohani sama, yaitu melakukan kehendak Tuhan. Apabila disebut ibu, saudara laki-laki atau saudara perempuan hanya karena adanya hubungan kekerabatan jasmani belaka, itu tidak ada lebihnya. Oleh karena itu, salah besar apabila orang-orang Yahudi mengatakan bahwa Yesus itu anak Yusuf, karena itu hanya anggapan mereka saja (Luk. 3:23; Yoh. 6:42; Mat. 13:55-56). Secara genealogi Yesus bukanlah anak Yusuf, karena ia terlahir bukan karena hasil hubungan antara Yusuf dengan Maryam (Mat. 1:18, 25).

Oleh sebab itu, tuduhan bahwa Yesus adalah anak zinah atau keturunan pezinah tidak dapat dibuktikan, karena ia tidak memiliki garis keturunan laki-laki. Justru sebaliknya, ia terlahir melalui ketetapan Tuhan sebagai kabar gembira bagi Maryam, seorang wanita Yahudi yang saleh dan ahli ibadah (Luk. 1:26-38). Karena ibunya seorang yang saleh, Yesus memperoleh bimbingan dan pendidikan agama yang memadai sesuai hukum Taurat. Ketiga genap delapan hari, ia disunat sesuai hukum Taurat (Im. 12:3; Luk. 1:31). Setelah sempurna waktu pentahiran bagi anak sulung, ia dibawa ke Yerusalem untuk dikuduskan bagi Tuhan (Im. 12:6-8). Yesus juga membayar bea untuk Bait ALLAH (Mat. 17:25) sesuai hukum Musa (Kel. 30:13, 38:26).

Yesus Dituduh Sering Melanggar Hukum Taurat

Tuduhan yang pertama adalah bahwa Yesus tidak menghormati hari Sabat, yaitu ketika murid-murid Yesus melintasi ladang gandum, mereka memetik bulir gandum dan memakannya pada hari Sabat (Mat. 12:1-8). Yesus juga berkali-kali menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat (Mat. 12:9-13; Mrk. 3:1-6; Luk. 6:6-11). Padahal, menurut orang-orang Farisi, hari Sabat adalah hari yang kudus. Pada hari itu tidak boleh melakukan suatu pekerjaan apa pun. Mereka yang melanggar hukumannya adalah mati (Kel. 35:1-3). Oleh sebab itu mereka mengatakan, ”Orang ini tidak datang dari ALLAH, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.” (Yoh. 9:16). Bagaimana mungkin Yesus mendakwakan diri menjadi nabi sedangkan ia tidak memelihara hari Sabat?

Jawaban Yesus:

Berkenaan dengan Sabat, Yesus mengatakan bahwa Daud pun pernah melakukan hal serupa, yaitu melanggar kekudusan hari Sabat. Ketika ia dan yang mengikutinya merasa lapar, ia masuk ke dalam Rumah ALLAH dan mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam (Mat. 12:3-4 jo 1Sam. 21:1-6). Begitu juga imam-imam melanggar kekudusan hari Sabat dengan mempersembahkan korban bakaran di dalam Bait ALLAH (Mat. 12:5 jo Bil. 28:9-10).

Apabila murid-murid Yesus dipersalahkan karena hal memetik bulir gandum pada hari Sabat, mengapa Daud beserta para pengikutnya dan imam-imam tersebut tidak dipersalahkan? Padahal, murid-murid memetik gandum dengan tangan adalah sesuai dan diperbolehkan menurut hukum Taurat, meskipun ladang gandum itu bukan milik mereka (Ul. 23:25). Lagi pula bukan Yesus yang melakukan itu. Mengapa ia yang dipersalahkan?

Bahkan orang-orang Farisi sendiri kadang-kadang menyunat anak yang berusia delapan hari pada hari Sabat demi melaksanakan hukum Taurat (Yoh. 7:22 jo Ul. 7:10; Im. 12:3). Apabila ada anak yang lahir pada hari Sabtu, maka hari ketika ia disunat sesuai hukum Musa adalah pada hari Sabtu berikutnya (Sabat). Padahal mereka tahu, pada hari Sabat mereka tidak boleh bekerja. Kalau mereka beralasan, itu untuk menyelamatkan anak tersebut. Maka Yesus juga melakukan itu untuk menyelamatkan orang-orang yang sakit: ”Jikalau seorang menerima sunat pada hari Sabat, supaya jangan melanggar hukum Musa, mengapa kamu marah kepada-Ku, karena Aku menyembuhkan tubuh seorang manusia pada hari Sabat.” (Yoh. 7:23). Jadi untuk melaksanakan hukum Taurat yang satu, mereka juga terkadang menentang hukum Taurat yang lain!

Yesus juga mengecam sikap munafik orang-orang Farisi berkenaan dengan hukum Sabat. Beberapa sikap munafik itu di antaranya, ia katakan: ”Bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman?” (Luk. 13:15). Ia juga berkata, ”Jika seorang di antara kamu mempunyai seekor domba dan domba itu terjatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tidakkah ia akan menangkapnya dan mengeluarkannya? Bukankah manusia lebih berharga dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat.” (Mat. 12:11-12). Yesus menambahkan, bagaimana mungkin apabila ada orang yang berniat membunuh mereka pada hari Sabat, mereka tidak akan melarikan diri? (Mat. 24:20).

Yesus juga balik bertanya kepada mereka, ”Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat? Menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?” (Luk. 6:9). Ketika datang seorang yang sakit busung air, ia bertanya kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, ”Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” (Luk. 14:3). Tetapi mereka semua diam dan tidak sanggup membantahnya.

Menurut Yesus, karena ”Bapaku bekerja sampai sekarang, maka aku pun bekerja juga” (Yoh. 5:17). Adalah tidak benar apabila Tuhan pada hari Sabat tidak melakukan apa-apa. Apalagi, ”Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat.” (Mrk. 2:27). Artinya, tujuan utama dibuat hukum Sabat oleh Tuhan adalah untuk kepentingan dan kemudahan manusia, bukannya untuk kepentingan Tuhan, dan juga bukan untuk mempersulit apalagi mencelakakan manusia.

Yesus Dituduh Mengaku Sebagai “Anak ALLAH” dan “ALLAH” Hakiki

Tuduhan yang lain adalah tuduhan yang sangat berat terhadap Yesus. Menurut orang-orang Yahudi, Yesus telah berkali-kali menyatakan dirinya sebagai Anak ALLAH bahkan menyamakan dengan ALLAH. Itu artinya ia sudah menghujat ALLAH (Luk. 22:70; Yoh. 10:30). Oleh karena itu hukuman yang sesuai menurut hukum Taurat adalah dirajam sampai mati (Im. 24:16). Bagaimana mungkin seorang yang terbukti berkali-kali menghujat ALLAH itu seorang nabi?

Jawaban Yesus:

Ketika Yesus menanyakan atas perbuatan yang manakah sehingga orang-orang Yahudi mau melemparinya dengan batu? Mereka menjawab: ”Bukan karena suatu perbuatan baik maka kami mau melempari engkau, melainkan karena engkau menghujat ALLAH dan karena engkau, sekalipun manusia saja, menyamakan dirimu dengan ALLAH” (Yoh. 10:33). Namun, apa jawab Yesus? Ia berkata: ”Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah ALLAH? Jikalau mereka kepada siapa firman itu disampaikan, disebut ALLAH –sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan–, masihkah kamu berkata kepada dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat ALLAH! Karena aku telah berkata: Aku Anak ALLAH?” (Yoh. 10:34-36).

Jadi, Yesus beralasan, kalau kepada nabi-nabi yang lain bisa disebut sebagai ALLAH (Mzm. 82:6), mengapa ia tidak boleh menyebut dirinya ”anak ALLAH”? Para penentang Yesus pun menyebut Tuhan adalah Bapanya: ”Bapa kami adalah satu, yaitu ALLAH.” (Yoh. 8:41). Terhadap nabi Musa, bahkan Tuhan sendiri mengatakan bahwa ia adalah ”ALLAH” (Kel. 7:1). Mengapa mereka sendiri tidak mau dihukum rajam? Mengapa mereka tidak mengatakan bahwa Musa juga patut dihukum rajam? Dengan demikian, Yesus mengemukakan kepada mereka, bahwa kedudukannya lebih rendah dari pada Musa. Sebab ia hanya menggenapi hukum Taurat (Mat. 5:17). Bukankah kedudukan ”Anak” (Anak ALLAH) lebih rendah dari pada kedudukan ”Bapa” (ALLAH) sendiri?

Yesus Dituduh Menyesatkan Masyarakat dan Mau Memberontak

Para ulama Yahudi membawa Yesus ke hadapan Pilatus. Di situ mereka mulai menuduhnya, kata mereka: “Telah kedapatan oleh kami, bahwa orang ini menyesatkan bangsa kami, dan melarang membayar pajak kepada Kaisar, dan tentang dirinya ia mengatakan, bahwa ia adalah Kristus, Raja.” (Luk. 23:2). Penyesatan yang Yesus lakukan itu menurut mereka di antaranya seperti tuduhan-tuduhan di atas. Orang-orang Yahudi juga memfitnah bahwa Yesus ingin menjadi raja Yahudi. Mereka katakan, Yesus telah melarang membayar pajak kepada Kaisar dan ingin memberontak. Bagaimana mungkin orang yang menyesatkan bangsanya bisa mendakwakan diri sebagai nabi?

Jawaban Yesus:

Meskipun Yesus membenarkan bahwa ia seorang raja, tetapi ia menyatakan bahwa hanyalah seorang raja dari sebuah kerajaan rohani. ”Kerajaanku bukan dari dunia ini; jika kerajaanku dari dunia ini, pasti hamba-hambaku telah melawan, supaya aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, tetapi kerajaanku bukan dari sini” (Yoh. 18:36). Penjelasan ini dari satu sisi menyebabkan Pilatus membebaskan Yesus, sedangkan pada pihak lain membuat orang-orang Yahudi sangat kecewa.

Ketika Yesus akan ditangkap oleh para pengawal Imam Besar, ia mengatakan kepada mereka: ”Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung untuk menangkap Aku? Padahal tiap-tiap hari Aku duduk mengajar di Bait ALLAH, dan kamu tidak menangkap Aku.” (Mat. 26:55). Artinya, kalau ajaran Yesus itu menyesatkan banyak orang, mengapa justru orang banyak berbondong-bondong mengikutinya untuk mendengarkan ajaran-ajarannya? Setiap kali Yesus mengajar, Bait ALLAH selalu penuh sesak. Kenapa tidak waktu itu saja mereka menangkapnya?

Apabila Yesus dan para murid juga ingin memberontak, mengapa tidak sejak dulu ketika jumlah murid-murid itu mencapai sekitar lima ribu orang? Apabila Yesus ingin menjadi raja, bukankah dengan jumlah sebanyak itu bisa saja ia menggerakan mereka untuk memberontak? Mengapa itu tidak ia lakukan, malah ia menyuruh orang banyak itu agar pulang? (Mat. 14:22; Mrk. 6:45). Alasannya, Yesus sendiri telah kecewa dengan mereka, sebab yang dikejar oleh mereka adalah keuntungan duniawi (Yoh. 6:59). Sedangkan ajaran-ajaran yang beliau sampaikan tidak pernah mereka laksanakan.

Terhadap tuduhan bahwa ia melarang murid-muridnya membayar pajak kepada Kaisar, sebelum ini Yesus sendiri telah memberikan jawaban yang cemerlang. Jawaban ini bukan saja telah mematahkan muslihat orang-orang Farisi dan Herodian, bahkan lebih dari itu menunjukkan bahwa Yesus adalah seorang yang sedikit pun tidak berniat untuk menjadi raja duniawi. Ini dipertegas dengan sikap Yesus sendiri ketika orang banyak ingin menjadikannya sebagai raja duniawi mereka. Bila mereka hendak datang dan membawanya dengan paksa untuk menjadikannya raja, ternyata Yesus malah menolak, bahkan ia menyingkir ke gunung seorang diri (Yoh. 6:15). Alasannya, kerajaan yang beliau bawa bukan dari dunia ini tetapi kerajaan rohani alias Kerajaan ALLAH atau Kerajaan Sorga (Yoh. 18:36). Inilah salah satu sebab yang membuat mereka kecewa dan meninggalkan Yesus.

Dalam Injil Matius 22:15-22 (lih. juga Mrk. 12:13-17; Luk. 20:20-26) dikisahkan suatu perikopa tentang ”Membayar Pajak kepada Kaisar”. Orang-orang Farisi dan Herodian berusaha menjerat Yesus secara politis dengan mengajukan sebuah pertanyaan: Katakanlah kepada kami pendapatmu, apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Maksud mereka, apabila Yesus menjawab: ”Ya, bayarlah pajak!” tentu mereka akan mengatakan kepada orang-orang Yahudi bahwa Yesus bukanlah Juru Selamat yang mereka tunggu-tunggu. Buktinya, Yesus malah pro pemerintah Romawi yang menjajah mereka.

Sedangkan apabila Yesus menjawab: ”Tidak boleh!” tentu mereka tidak akan membayar pajak dengan alasan, Yesus sang Juru Selamat mereka, telah melarang mereka membayar pajak. Itu artinya, Yesus akan dianggap sebagai pemberontak dan orang-orang Farisi dan Herodian punya alasan untuk melaporkan Yesus kepada pemerintah Romawi. Namun apa jawab Yesus? Ia malah meminta mata uang kepada mereka dan menanyakan gambar dan tulisan siapa yang ada di atas koin tersebut.

Ketika dijawab bahwa itu adalah gambar dan tulisan Kaisar, Yesus berkata kepada mereka: ”Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada ALLAH apa yang wajib kamu berikan kepada ALLAH.” (Mat. 22:19-22). Mendengar itu heranlah mereka dan meninggalkan Yesus, lalu pergi. Jadi, upaya mereka untuk menjerat Yesus ternyata tidak berhasil. Jadi tuduhan yang mereka kemukakan di hadapan Pilatus adalah dusta belaka! Inilah yang menyebabkan Pilatus membebaskan Yesus dari tuduhan bahwa ia akan memberontak. Pilatus tidak mendapati kesalahan apa pun padanya. Ia paham, bahwa imam-imam Yahudi telah menyerahkan Yesus karena dengki (Mrk. 15:10).

P E N U T U P

Berbagai tuduhan para ulama Yahudi itu dengan mudah dapat dipatahkan oleh Yesus. Bahkan, Yesus terkadang mengembalikan pertanyaan-pertanyaan itu kepada mereka. Sayangnya, walaupun penjelasan Yesus tidak dapat mereka bantah bahkan sering membuat mereka terdiam seribu bahasa, tetap saja mereka mengulang-ulang fitnah itu. Didorong rasa benci, mereka juga dengan sangat berani menyelewengkan maksud perkataan-perkataan Yesus. Tidak puas dengan itu, mereka pun dengan lancang membuat tuduhan-tuduhan palsu yang tidak pernah dikatakan oleh Yesus sendiri untuk membangkitkan sentimen dan kemarahan, baik masyarakat maupun pemerintah. Kejadian ini yang sudah lebih 2000 tahun yang lalu, ternyata kembali sering terjadi pada perebutan kekuasaan politik di negara berkembang, dimana mayoritas bangsanya masih mendem/mabok agama.

[Diedit dari Sumber Tulisan Muhammad Jumaan, Pemerhati/Dosen Sejarah Agama-agama & Bahasa Ibrani]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun