Mohon tunggu...
Priyono
Priyono Mohon Tunggu... Guru - A teacher, tutor and a loving father

Seorang ayah dan praktisi pendidikan yang peduli terhadap dunia pendidikan di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sistem Zonasi, Solusi Pemerataan atau Sumber Ketidakadilan?

12 Desember 2019   16:43 Diperbarui: 12 Desember 2019   16:47 1251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhadjir Effendy (Sumber foto : Republika)

1. Penyebaran sekolah negeri yang tidak merata di tiap kecamatan dan kelurahan. Pembangunan daerah yang tidak memiliki tata ruang yang baik mengakibatkan penyediaan sekolah oleh pemerintah daerah didasari pada jumlah sekolah yang dibutuhkan tanpa ada analisis kepadatan penduduk dan posisi sekolah. Hal tersebut tidak sejalan dengan PPDB sistem zonasi yang berbasis jarak tempat tinggal ke sekolah.

Ada kasus sekolah yang berada di kawasan padat penduduk jarak terjauh rumah seorang siswa yang diterima di sekolah tersebut hanya 700 m. Artinya seorang siswa yang memiliki jarak tempat tinggal lebih dari 700 m tidak bisa diterima di sekolah tersebut.

Namun ada juga sekolah yang berada di kawasan yang penduduknya tidak padat siswa terjauhnya mencapai jarak  3 km. Bahkan ada sekolah negeri yang berada di kawasan jarang penduduk atau memang jauh dari pemukiman tidak dapat memenuhi jumlah kursinya atau dengan kata lain kekurangan siswa.    

2. Ada calon siswa yang tidak terakomodasi, karena tidak bisa mendaftar ke sekolah manapun. Siswa-siswa yang bertempat tinggal di suatu wilayah yang memiliki jarak yang sama jauhnya dengan sekolah manapun mengakibatkan dirinya tidak bisa diterima di sekolah manapun walaupun dia berprestasi (memiliki nilai UN tinggi).

Akan sangat sedih jika ternyata siswa tersebut berasal dari keluarga tidak mampu yang semestinya mendapatkan support dari pemerintah untuk pendidikannya namun pendidikannya terhambat karena tidak bisa mendaptkan support yang seharusnya didapatkan karena terkait sistem ini. 

3. Orangtua mengantre hingga menginap di sekolah. Karena ada aturan tambahan urutan mendaftar menjadi patokan kedua PPDB untuk siswa SMA (ketika jarak sekolah sama) banyak kasus sejumlah orangtua yang menginap untuk mendapatkan antrian lebih awal.  Terutama pada sekolah-sekolah yang memiliki label unggulan. 

4. Minimnya sosialisasi sistem PPDB ke para calon peserta didik dan orangtuanya, sehingga menimbulkan kebingungan. Hal ini terkait juga pada masalah sebelumnya dimana terjadi kasus orangtua siswa yang walaupun jarak rumahnya dekat tetapi tetap mengantre padahal peluang diterimanya besar ataupun sebaliknya orangtua yang memiliki jarak rumah relatif jauh ikut mengantre karena berharap dapat diterima walaupun kemungkinannya sangat kecil.

Kebingungan tersebut juga berkaitan dengan jumlah SMA negeri yang sedikit di beberapa daerah sehingga para orangtua takut anaknya tidak dapat sekolah di sekolah negeri

5. Masalah kesiapan infrastruktur untuk pendaftaran secara online. PPDB yang online menjadi semakin kacau ketika server yang digunakan mengalami system down atau koneksi internet yang tidak stabil dan bahkan terputus

6. Transparansi kuota per zonasi yang sering menjadi pertanyaan masyarakat, termasuk kuota rombongan belajar dan daya tampung.

Permendikbud 51/2018 menentukan maksimal jumlah Rombel per kelas untuk SD 28, untuk SMP 32 dan untuk SMA/SMK 36 siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun