Setiap negara yang menjual dengan harga yang lebih murah pasti melakukan efisiensi. Dan disinilah letak masalahnya.
Kita ambil contoh: Perusahaan KURSI/MEJA mencari bahan baku kayu yang bagus dari perusahan kayu A. Perusahaan Kayu A yang bagus tentu akan beroperasi secara benar dan patuh terhadap aturan yaitu, menyediakan kayu berkualitas, namun juga memastikan bahwa selalu ada pohon muda yang kelak akan tumbuh menggantikan pohon tua yang ditebang/diambil kayunya. Dan ini berbiaya besar. Tentulah perusahaan kayu ini akan menjual kayunya dengan harga sesuai dengan biaya yang dikeluarkannya (harga tinggi).
Kemudian ada perusahaan kayuB Â lainnya yang bekerja secara ilegal. Pohon-pohon ditebang secara ilegal tanpa memperdulikan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Lalu menjual kayunya dengan harga murah. Murah? Ya tentu saja murah. Sebab biaya operasi perusahaan itu lebih rendah dari perusahaan kayu yang patuh pada aturan. Dan harus murah, bila harga sama atau lebih tinggi, maka tidak ada yang mau beli.
Perusahaan KURSI/MEJA tadi dengan alasan efisiensi, tentulah akan membeli kayu di perusahaan kayu B. Kalau perlu beli sebanyak-banyaknya. Dengan demikian perusahaan kayu B juga akan memotong pohon / hutan sebanyak-banyaknya. Bisa ditebak kerusakan yang ditimbulkan, dan biaya perbaikan/restorasi hutan, lingkungan dan penduduk yang nantinya dikeluarkan negara tersebut akan jauh lebih besar ketimbang hasil penjualan kayu tersebut.
Itu satu.
Kemudian banyak lagi cara efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan KURSI/MEJA atau perusahaan KAYU tersebut. Salah satunya dengan menekan biaya upah buruh/gaji serendah mungkin. Hal ini membuat banyak sekali penduduk yang bekerja pada perusahaan-perusahaan memiliki gaji yang pas-pasan, dan malah dibawah garis kemiskinan.Â
Golongan menengah ke bawah ini, tidak akan mampu menaikkan konsumsi, bagaimana bisa belanja konsumsi kalau uang saja tidak punya? Uang yang ada hanya dipakai buat makan, bertahan hidup, pendidikan anak seadanya, membayar sewa rumah, listrik dan air, sisanya habis atau malah kurang untuk biaya transportasi. Rakyat semakin terperosok ke dalam jurang kemiskinan.
Orang miskin tidak mampu menaikkan konsumsi, sementara orang kaya tidak bisa juga menaikkan konsumsi, karena mereka sudah hidup berlebih. Mau beli apa lagi. Justru orang kaya hobinya investasi, bukan konsumsi.Â
Lalu investasinya siapa yang beli? Bukankah golongan menengah ke bawah tidak mampu membeli investasinya? Maka orang kaya ini akan mendorong kelas bawah dan menengah untuk berutang untuk mendorong konsumsi. Dengan iming-iming kredit murah, masa bayar panjang dan gratis ini itu.
Saat rakyat terjerumus dalam kehidupan yang miskin dan juga utang yang membelit, maka negaranya juga sekarat. Sebab sebuah negara ditentukan oleh mayoritas golongan menengah dan bawah, serta segelintir golongan atas.
Negara yang sekarat ini akan mencoba bertahan hidup dengan bantuan utang luar negeri dan mengizinkan investasi asing masuk dan menggeser investasi dalam negerinya sendiri.