Mohon tunggu...
RIZAL ABDILLAH FAIZ
RIZAL ABDILLAH FAIZ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Astra

Mahasiswa Politeknik Astra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Analisis Pengurangan Emisi Karbon Pada Logistik Udara Melalui Penggunaan SAF Pada Pesawat Kargo

16 Juli 2024   08:59 Diperbarui: 16 Juli 2024   09:02 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Penggunaan pesawat udara telah menjadi bagian integral dari sistem transportasi global, memungkinkan pergerakan barang dan orang secara cepat dan efisien di seluruh dunia. Namun, dampak lingkungan dari kegiatan penerbangan tidak bisa diabaikan. Menurut data terbaru, sekitar 2% dari total emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan setiap tahun berasal dari pesawat udara. Sementara itu, sektor transportasi secara keseluruhan, termasuk darat, laut, dan udara, bertanggung jawab atas sekitar 13% dari semua emisi CO2 yang dihasilkan oleh kendaraan.

Proyeksi yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa dengan pertumbuhan pesat industri penerbangan, terutama di negara-negara berkembang, kontribusi pesawat udara terhadap emisi CO2 kemungkinan akan terus meningkat. Bahkan, beberapa studi memperkirakan bahwa pada tahun 2050, pesawat udara bisa saja menyumbang hingga 3% dari total emisi CO2 secara global.

Sektor logistik juga memainkan peran yang signifikan dalam perekonomian global. CEO Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi mencatat bahwa sektor logistik, termasuk transportasi dan pergudangan, telah menjadi salah satu motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi di banyak negara. Peningkatan kontribusi sektor logistik terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan potensi yang besar bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Pertumbuhan yang cepat dalam sektor logistik juga berpotensi membawa dampak negatif bagi lingkungan, khususnya dalam hal emisi gas rumah kaca (GHG). Transportasi udara, sebagai bagian integral dari rantai pasokan global, berkontribusi signifikan terhadap emisi GHG tersebut.

Artikel ini bertujuan untuk memberikan analisis mendalam tentang jumlah emisi GHG yang dihasilkan oleh sektor perhubungan udara, serta untuk mengeksplorasi solusi yang dapat diimplementasikan untuk mengurangi dampak lingkungan dari logistik udara. Dengan memahami dampaknya secara menyeluruh dan mengidentifikasi langkah-langkah konkret yang dapat diambil, diharapkan bahwa kita dapat mengembangkan strategi yang lebih berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan logistik global tanpa mengorbankan keseimbangan lingkungan.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode kuantitatif. Penelitian ini memilih pesawat dengan jumlah bahan bakar tertentu dan mengambil angka rata-rata emisi karbon pada pesawat kargo tersebut. Kemudian, penelitian ini membandingkan emisi karbon tersebut dengan jumlah bahan bakar yang sama dalam pesawat yang menggunakan SAF (Sustainable Aviation Fuel). Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa penerapan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) dapat menjadi solusi yang efektif untuk mengurangi emisi karbon pada sektor logistik udara.

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini menemukan bahwa penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) dapat menurunkan emisi karbon secara signifikan dalam sektor logistik udara. SAF adalah bahan bakar pesawat yang diproduksi dari sumber-sumber terbarukan seperti minyak nabati, lemak hewan, atau limbah organik. Dibandingkan dengan bahan bakar jet konvensional yang mengandalkan sumber fosil, SAF dapat mengurangi emisi karbon hingga 80% selama siklus hidup bahan bakar tersebut. Selain mengurangi emisi CO2, penggunaan SAF juga secara signifikan mengurangi emisi partikulat, sulfur oksida, dan nitrogen oksida, yang merupakan polutan udara berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Penerbangan kargo, sebagai bagian integral dari rantai pasokan global, dikenal memiliki dampak lingkungan yang signifikan. Secara kasar, penerbangan kargo menggunakan bahan bakar konvensional dapat menghasilkan antara 0,7 hingga 1,1 kg CO2 per ton-kilometer, tergantung pada jarak tempuh dan jenis pesawat yang digunakan. Dengan mengadopsi SAF, emisi karbon dari penerbangan kargo dapat diminimalkan menjadi sekitar 0,4 kg CO2 per ton-kilometer, mewakili pengurangan sekitar 60% dari penggunaan bahan bakar jet konvensional. Ini menjadikan penggunaan SAF sebagai langkah progresif dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi global dan perlindungan lingkungan.

Perpindahan menuju SAF tidak hanya membutuhkan inovasi teknologi dalam produksi bahan bakar, tetapi juga dukungan yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk maskapai penerbangan, produsen bahan bakar, pemerintah, dan lembaga internasional. Kebijakan yang mendukung, regulasi yang jelas, dan insentif finansial akan menjadi kunci dalam mempercepat adopsi SAF dan memastikan ketersediaan pasokan yang memadai di pasar global.

Manfaat langsung dalam pengurangan emisi karbon, penggunaan SAF juga menciptakan peluang untuk memperkuat ketahanan energi nasional, mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil, dan menggerakkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di sektor bioenergi. Dengan terus mendorong inovasi dan investasi dalam teknologi SAF, sektor penerbangan dapat berperan sebagai pemimpin dalam transisi menuju ekonomi hijau global yang lebih berkelanjutan dan berdaya saing tinggi.

Sustainable Aviation Fuel (SAF) menawarkan potensi besar dalam mengurangi emisi karbon di sektor penerbangan, penggunaannya masih kurang umum dan menghadapi beberapa tantangan yang perlu diatasi:

  1. Ketersediaan dan Pasokan: Produksi SAF saat ini lebih mahal dibandingkan dengan bahan bakar jet konvensional karena teknologi produksi yang masih dalam tahap pengembangan dan biaya bahan baku yang tinggi. Kapasitas produksi SAF juga masih terbatas, membuatnya sulit untuk memenuhi permintaan global yang besar dari industri penerbangan.
  2. Biaya: Meskipun harga SAF terus menurun seiring dengan peningkatan skala produksi dan inovasi teknologi, biaya SAF masih lebih tinggi daripada bahan bakar jet konvensional. Hal ini menjadi hambatan utama bagi maskapai penerbangan, terutama dalam konteks persaingan yang ketat dan tekanan untuk menjaga profitabilitas.
  3. Regulasi dan Standarisasi: Regulasi yang jelas dan konsisten diperlukan untuk mendukung adopsi SAF secara global. Meskipun banyak negara telah memperkenalkan insentif dan kebijakan untuk mendorong penggunaan SAF, masih diperlukan harmonisasi standar internasional yang lebih luas untuk memfasilitasi pasar global yang stabil dan prediktif bagi SAF.
  4. Infrastruktur: Infrastruktur yang diperlukan untuk menyimpan, mengangkut, dan mengisi ulang SAF juga masih terbatas. Pengembangan infrastruktur yang memadai membutuhkan investasi besar dan koordinasi antara berbagai pihak, termasuk bandara, penyedia bahan bakar, dan otoritas penerbangan.
  5. Kesadaran dan Edukasi: Meskipun banyak kemajuan dalam mempromosikan keberlanjutan di sektor penerbangan, kesadaran akan manfaat SAF dan kebutuhan untuk mengurangi emisi karbon masih perlu ditingkatkan di kalangan konsumen, industri, dan masyarakat umum. Pendidikan dan kampanye yang lebih luas dapat membantu mengubah sikap dan mendorong permintaan yang lebih besar untuk SAF.

mengatasi tantangan-tantangan ini melalui inovasi teknologi, kebijakan yang mendukung, dan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat sipil, penggunaan SAF dapat menjadi lebih umum dan memberikan kontribusi yang lebih besar dalam upaya global untuk mengurangi dampak lingkungan dari sektor penerbangan.

Kesimpulan

Penggunaan Sustainable Aviation Fuel (SAF) dalam sektor logistik udara menunjukkan potensi yang signifikan dalam mengurangi emisi karbon. SAF, yang diproduksi dari sumber-sumber terbarukan seperti minyak nabati dan limbah organik, dapat mengurangi emisi karbon hingga 80% dibandingkan dengan bahan bakar jet konvensional selama siklus hidup bahan bakar tersebut. Penggunaan SAF dalam penerbangan kargo dapat mengurangi emisi CO2 per ton-kilometer hingga sekitar 60%.

Adopsi SAF menghadapi beberapa tantangan, termasuk ketersediaan terbatas, biaya tinggi, regulasi dan standarisasi yang belum memadai, serta infrastruktur yang masih dalam tahap pengembangan. 

Meskipun demikian, dengan dukungan yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk maskapai penerbangan, produsen bahan bakar, pemerintah, dan lembaga internasional, serta inovasi teknologi dan kebijakan yang mendukung, penggunaan SAF dapat menjadi langkah progresif dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi global dan perlindungan lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun