Fenomena ini sangat erat kaitannya dengan latar belakang ideologi yang melahirkan konsep HAM itu sendiri. Seperti yang diketahui jika ide ini bersal dari Barat, HAM merupakan produk dari ideologi sekuler kapitalisme, yang menempatkan kebebasan individu sebagai nilai tertinggi. Konsep kebebasan dalam pandangan sekuler ini sering kali terlepas dari nilai-nilai agama dan moral yang seharusnya menjadi landasan kehidupan bermasyarakat. Dalam konteks ini, HAM lebih mengutamakan kebebasan pribadi yang tidak terikat oleh norma-norma agama atau aturan moral yang lebih besar. Hal ini membuat standar HAM sering kali bersifat relativistik, karena tidak ada pedoman yang jelas mengenai hak dan kewajiban antarindividu selain apa yang disepakati oleh konsensus manusia semata.
Namun, dalam sistem Islam, konsep HAM jauh berbeda. Islam tidak mengedepankan kebebasan mutlak, melainkan mengatur perilaku manusia dengan aturan yang sudah jelas dan terperinci melalui syariat. Islam memandang hak sebagai sesuatu yang harus dijaga dengan ketat, dengan tujuan utama untuk menjaga nilai-nilai kemanusiaan yang lebih luas, seperti menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda. Dalam Islam, kebebasan individu bukanlah hal yang utama, melainkan kepatuhan pada aturan Tuhan yang diyakini mampu menjaga keharmonisan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, tidak ada ruang untuk kebebasan yang dapat merusak tatanan sosial dan moral yang sudah ditetapkan.
Dengan demikian, standar ganda dalam penerapan HAM ini bukan hanya berkaitan dengan siapa yang mendapatkan haknya, tetapi juga dengan bagaimana hak tersebut dipahami. Dalam pandangan Barat, yang berfokus pada kebebasan individu, hak-hak tersebut sering kali terabaikan ketika menyangkut kelompok yang dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai sekuler. Sebaliknya, dalam Islam, hak-hak manusia diatur secara lebih terstruktur dan berlandaskan pada prinsip-prinsip moral yang lebih universal, tanpa tergantung pada pandangan individual atau konsensus sosial yang sementara.
Oleh karena itu, penting bagi kaum Muslim untuk menyadari bahwa HAM yang digembar-gemborkan oleh Barat sebenarnya hanyalah kamuflase dan alat propaganda untuk menjauhkan generasi Muslim dari penerapan Islam secara kafah. Allah Swt. menciptakan manusia untuk beribadah dan taat kepada-Nya (QS Adz-Dzariyat: 56), dan kewajiban kita adalah mengikuti ketentuan yang sudah digariskan oleh-Nya. Ketika kita menempatkan aturan manusia sebagai standar tertinggi, kita sebenarnya sudah berpaling dari hakikat tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu hidup menurut syariat Allah.
Untuk mewujudkan keadilan hakiki bagi kaum Muslim dan umat manusia pada umumnya, kita tidak bisa terus bergantung pada solusi-solusi sekuler atau bersandar pada nilai-nilai HAM ala Barat yang hanya mendukung kebebasan individual tanpa batas. Umat Islam membutuhkan sistem yang komprehensif, yaitu sistem dan kepemimpinan Islam, yang mampu mengatasi segala persoalan yang dihadapi oleh umat Muslim di seluruh dunia. Sistem Islam yang diterapkan secara kafah adalah solusi untuk menghentikan penjajahan, penganiayaan, diskriminasi, dan kerusakan yang ditimbulkan oleh ideologi sekuler kapitalisme. Hanya dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh, kita dapat mencapai kedamaian dan keadilan yang sesungguhnya, bukan hanya untuk umat Islam, tetapi juga untuk umat manusia di seluruh dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H