Mohon tunggu...
kakak irbah
kakak irbah Mohon Tunggu... Freelancer - content writer

Hai, sifat introvert membawaku senang dengan dunia menulis. Semoga karyaku bisa bermanfaat!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

BUMN Farmasi Bangkrut, Bukti Pengelolaan Semrawut?

15 Juli 2024   20:23 Diperbarui: 15 Juli 2024   20:26 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis yang melanda BUMN farmasi Indonesia, seperti Kimia Farma dan Indofarma, mencerminkan masalah serius dalam pengelolaan perusahaan milik negara. Staf Khusus III Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengungkapkan dugaan rekayasa keuangan di anak usaha PT Kimia Farma Tbk (KAEF), yang melibatkan penggelembungan data penjualan dan distribusi. Temuan ini menambah deretan masalah di BUMN farmasi, menunjukkan bahwa pengelolaan yang semrawut telah menyebabkan kebangkrutan dan kerugian besar.

Rekayasa Keuangan dan Efisiensi yang Buruk

Arya Sinulingga mengungkap bahwa anak usaha Kimia Farma terlibat dalam rekayasa keuangan, dengan menggelembungkan data penjualan yang sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan. Audit internal Kimia Farma mengidentifikasi pelanggaran ini, menunjukkan bahwa tanpa pengawasan ketat, manipulasi semacam ini dapat merusak kepercayaan dan stabilitas keuangan perusahaan.

Lebih lanjut, Arya menyoroti masalah efisiensi di Kimia Farma, dengan banyaknya pabrik yang dibangun namun tidak dimanfaatkan secara optimal. Dari sepuluh pabrik yang ada, hanya lima yang akan dikelola, sementara sisanya dianggap tidak efisien. Keputusan untuk mengurangi jumlah pabrik ini mencerminkan langkah-langkah drastis yang diperlukan untuk mengatasi masalah operasional yang kompleks.

Dampak dari Krisis Keuangan

Direktur Utama Kimia Farma, David Utama, menyatakan bahwa dugaan pelanggaran integritas penyediaan data laporan keuangan di anak usaha, PT Kimia Farma Apotek (KFA), pada periode 2021-2022 turut menyebabkan kerugian sebesar Rp 1,82 triliun pada tahun 2023. Penurunan laba ini disebabkan oleh inefisiensi operasional dan tingginya Harga Pokok Penjualan (HPP), yang disebabkan oleh kapasitas pabrik yang tidak sesuai dengan kebutuhan bisnis.

Indofarma, anak usaha PT Bio Farma, juga menghadapi masalah serius, termasuk penunggakan pembayaran gaji karyawan sejak Januari 2024 dan keterlibatan dalam skema pinjaman online ilegal. Wamen BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengakui kondisi keuangan Indofarma sangat berat, sehingga perlu dilakukan restrukturisasi untuk menyelamatkan perusahaan. Kerugian Indofarma mencapai Rp 459,6 miliar, dengan BPK melaporkan adanya transaksi fiktif yang merugikan negara sebesar Rp 371,83 miliar.

Penyebab Utama Masalah

Industri farmasi BUMN memainkan peran penting dalam sistem kesehatan nasional. Mereka tidak hanya memastikan ketersediaan obat-obatan berkualitas dan terjangkau, tetapi juga berkontribusi dalam inovasi dan penelitian kesehatan. Namun, ketergantungan pada bahan baku impor dan tingginya biaya produksi membuat harga obat di apotek pelat merah menjadi mahal. Kenaikan pajak impor bahan baku farmasi mempengaruhi kemampuan industri domestik untuk mengembangkan kapasitas produksi, sementara fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin memperburuk situasi.

Kemandirian industri farmasi masih kurang, dengan minimnya pengembangan inovasi, teknologi, dan penelitian. Industri dasar yang mendukung pasokan bahan baku juga belum memadai. Sebagai contoh, setelah pandemi melanda, sejumlah industri farmasi swasta masih bisa bertahan, sementara BUMN farmasi mengalami masalah serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun