Mohon tunggu...
kakak irbah
kakak irbah Mohon Tunggu... Freelancer - content writer

Hai, sifat introvert membawaku senang dengan dunia menulis. Semoga karyaku bisa bermanfaat!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlukah Framing Isu Feminis pada Perempuan Palestina?

7 Desember 2023   08:47 Diperbarui: 7 Desember 2023   08:50 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels.com/cottonbro studio feminisme Palestina

Diksi perang, tentara, Hamas, dan syuhada jadi kata kunci yang mendominasi wacana geopolitik di balik serangan entitas Yahudi ke Palestina sejak Oktober 2023. Sebagaimana atribut yang sering diasosiasikan setiap kali perang berlangsung, percakapan yang 'maskulin' memenuhi berbagai lini media, tajuk berita, tak terkecuali media sosial. Pertanyaan menggelitik akhirnya dimunculkan oleh para feminis: Bagaimana kabar para perempuan Palestina?

Feminis Ikut Membela Perempuan Palestina

Sejak tanggal 7 Oktober 2023, sebagian feminis Barat telah membombardir media sosial dengan postingan yang mengecam keras serangan Hamas terhadap Israel, sambil memaafkan atau mengabaikan hukuman kolektif yang terus berlanjut terhadap lebih dari dua juta warga Palestina di Jalur Gaza.

Sebaliknya Maryam Aldossari, Peneliti Ketidaksetaraan Gender di Timur Tengah membela nasib perempuan Palestina dengan mengatakan jika feminis Barat nyatanya gagal membela perempuan Palestina. Dalam tulisanya "Western feminism and its blind spots in the Middle East" di Al Jazeera, ia menilai banyak feminis Barat terutama yang berkulit putih menolak bersolidaritas dengan perempuan Palestina dan mengabaikan pembunuhan jutaan warga Palestina di Jalur Gaza.

Kaum lesbian feminis radikal Perancis menuntut diakhirinya sistem dominasi dan penindasan yang dialami rakyat Palestina sejak tahun 1948 dan menuntut agar para aktivis dari komunitas masing-masing mengambil posisi menentang penjajahan atas Palestina.

Tak ketinggalan para feminis Palestina dan entitas Yahudi berkumpul untuk menuntut perdamaian. Untuk menentang dominasi dan kekerasan, mereka menuntut gencatan senjata segera dan diakhirinya pengepungan, embargo senjata dari negara-negara Barat, dan pelaksanaan operasi kemanusiaan besar-besaran di Gaza.

Alasan Dukungan terhadap Palestina Diframing Isu Feminisme

Dalam pandangan feminis, dimensi kolonialisme yang terjadi di Israel memiliki aspek rasial dan gender. Aspek rasial terlihat dalam upaya Zionis awal untuk mewujudkan mitos dasar mereka tentang "tanah tanpa penduduk untuk penduduk tanpa tanah," yang diwujudkan melalui pembersihan etnis terhadap penduduk asli Palestina pada tahun 1948 dan berlanjut hingga sekarang.

Di sisi lain, dalam perspektif feminis dekolonial, dimensi kolonialisme juga memiliki aspek gender yang terkait dengan tindakan kekerasan berbasis gender, terutama yang dilakukan oleh agen imperialis, terutama oleh laki-laki. Kekerasan berbasis gender sering kali menggunakan kekerasan seksual sebagai alat untuk menundukkan, menghilangkan, dan membungkam penduduk asli, dengan perempuan menjadi target utama.

Ahli teori politik Francis Fukuyama menyebutkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dapat menciptakan monopoli kekuatan yang sah dan mengendalikan masyarakat. Kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan, dianggap sebagai senjata teror yang efektif untuk memastikan dominasi dan kontrol. Buku "Militarization and Violence against Women in Conflict Zones in the Middle East: A Palestinian Case-Study" (2009) menjelaskan bahwa Israel menggunakan kekerasan terhadap perempuan Palestina untuk memperkuat struktur kuasa patriarki dan membantu pengusiran warga Palestina dari tanah mereka.

Beberapa tokoh, termasuk Rabbi Samuel Eliyah dan Profesor Mordechai Kedar, bahkan mengeluarkan pandangan kontroversial dan mendukung kekerasan seksual terhadap perempuan Palestina sebagai bagian dari strategi militer. Pandangan seperti ini menciptakan dimensi kolonialisme berdimensi gender yang sistematis dan terorganisir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun