Tapi ustadz televisi melakukan pembodohan massal dengan berkoar-koar, fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Lalu dari sana dihasilkan pemahaman, fitnah lebih berat hukumnya dari membunuh.
Indonesia darurat uji kompetensi ulama. MUI atau kementerian keagamaan mestinya bertanggung-jawab terkait fenomena ini. Jangan sampai orang-orang yang tak ahli agama menguasai media sebagai ulama. Mereka memprovokasi dan menggelincirkan umat pada kubangan kebodohan. Sementara di sisi lain, mereka menyesatkan dan meliberalkan ulama sungguhan, ahli tafsir sungguhan.
Aa Gym boleh tetap mengasuh pesantren, meski ia bukan ulama. Mereka bisa mengangkat guru yang kompeten di sana. Aa Gym boleh berceramah sesuai kemampuannya. Tapi publik harus diberitahu, bahwa Yan Gymnastiar bukanlah ahli ilmu agama. Ia tetap bisa menjadi ksatria berkuda hitam idaman ibu-ibu pengajian. Tapi ia tak boleh dijadikan rujukan fatwa dan dasar hukum agama. Ia tak memenuhi kriteria untuk disebut ulama. Bahkan mungkin masih sangat jauh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H