"Saya sendiri tante," Agnes menjawab dengan lembut.
"Agnes tolong ke rumah besok pagi ya. Tante ingin menyampaikan sesuatu."Â
Suara seorang wanita yang Agnes kenal sebagai ibu Luka terlihat serak.
Agnes tidak menjawab permintaan ibu Luka, ia hanya diam dengan banyak tanda tanya dalam otaknya, sampai ibu Luka pun mematikan telponnya.
Pagi datang menyambut hari. Mentari bersinar terang, tapi ada mendung dalam hati dan pikiran Agnes. Tanpa pikir panjang  Agnes segera bergegas untuk pergi kerumah Luka. Agnes pergi mengendarai motornya. Ia tak sempat berdandan. Yang ia mau hanyalah segera sampai di rumah Luka.
Sesampainya di rumah Luka, kicau burung yang saling bersahutan menjadikan suasana terasa beku. Sunyi sekali keadaan rumah keluarga Luka. Agnes segera lari berhambur memeluk ibu Luka yang sudah menunggu kedatangannya di depan pintu dengan wajah harap-harap cemas.
"Luka titipkan surat ini untumu, Nak."
Ibu Luka menyerahkan selembar kertas yang terlipat rapi. Terlihat dengan jelas tulisan luka di sana. Agnes tidak banyak tanya. Ibu Luka pun membimbingnya duduk sembari menahan air matanya.
"Agnes, terimakasih telah bersamaku selama enam tahun ini. Kamu membuat hariku berwarna. Kamu juga telah mengisi kekosongan hatiku sejak enam tahun yang lalu. Aku tahu kamu selalu mengurai rambut agar mendapatkan perhatian dariku, dan aku sudah memberikannya. Aku selalu mengantarmu pulang, karena aku takut kamu terluka ketika dalam perjalanan. Setiap hari, meskipun baru saja kita bertemu, tapi hatiku sudah sangat merindukanmu. Sama seperti saat kumenulis surat ini. Aku sedang menunggumu, merindumu dan menanti kehadiranmu di rumahku. Â Mama dan Papa inginkan kamu menjadi menantu dalam keluarga ini, dan aku berniat untuk melamarmu. Tapi, sebelum itu ternyata kamu sudah lebih dulu jalan bersama Wira. Kamu berhasil membuatku cemburu. Bukan salahmu, karena akulah yang membuat hatimu terluka. Agnes, setelah kamu membaca surat ini, temui aku di peristirahatan terakhirku.
-Luwis Kafi-
"Tante?" Agnes menangis sesenggukan setelah membaca surat dari Luka. Ada sesal mendalam di hatinya. Dia salah karena telah membuat Luka cemburu dengan menggunakan Wira sebagai umpannya.
"Kata dokter, Luka terkena serangan jantung. Luka kehujanan di perjalanan saat menjemputmu, Nak. Luka memang sering sakit sebelumnya, tapi dia selalu menyimpan rasa sakitnya seorang diri."