Tidak seperti biasanya luka berdiri begitu lama berdiri di hadapan cermin. Biasanya ia hanya merapikan rambut kemudian pergi begitu saja. Tapi malam itu Luka nampak berdandan. Merapikan pakaian, memakai wewangian dan menyisir rambutnya dengan sangat hati-hati. Senyumnya mengembang hingga siapapun yang melihatnya pasti akan tahu bahwa Luka sedang bahagia.
"Agnes, aku menunggumu setelah selesai acara"
Tanpa ragu Luka mengirimkan pesan itu pada Agnes.
"Aku jalan sama Wira. Jangan ganggu dulu!"
Jawab Agnes tak kalah ragunya.
Sebenarnya hati Agnes sangat sakit ketika membalas pesan dari Luka. Hanya ada kemungkinan-kemungkinan buruk yang memenuhi pikiran Agnes saat itu–tentang sesuatu yang akan luka bicarakan di depan keluarga Luka.
"Oke, enjoy Nes. Aku tetap nungguin kok."
Jawaban luka ternyata sangat mengejutkan. Agnes kira Luka akan menyerah untuk memintanya datang. Tapi Agnes membenci Luka, dia sama sekali tidak menghargai perasaannya. Hal itulah yang membuat Agnes tidak akan pernah menemui Luka lagi.
Waktu masih terus berganti dan tak pernah berhenti walau sedetik saja. Tak terasa Agnes terlelap. Sedangkan di rumahnya, Luka masih duduk bersama orang tuanya di ruang tamu. Luka masih menunggu Agnes, sebelum akhirnya berusaha mendatangi rumah Agnes. Namun rumah Agnes sudah gelap saat Luka sampai di sana.
Getar handphone mengejutkan Agnes setelah beberapa jam ia terlelap. Matanya masih merah dan sembab, sebab tak semenit pun ia berhenti menangis sebelum tidur. Tubuhnya tak bergairah untuk melakukan apapun. Dan handphonenya berulang kali bergetar, sungguh membuatnya terganggu.
"Halo? Bisa bicara dengan Agnes" sapa seorang wanita di seberang telpon.