"Oh begitu ya. Nggak papa kok, aku ngerti maksud kamu itu baik," jawab Agnes dengan kepura-puraannya. Ia berusaha tegar di hadapan Luka. Padahal perasaannya hancur.
Agnes ingin segera meninggalkan Luka di taman itu. Namun jika ia melakukannya, Luka pasti tahu bahwa ia sangat kecewa dengan pernyataan yang baru saja Luka katakan. Apalagi, selama ini Luka memang tidak pernah bersikap selayaknya orang yang sedang jatuh cinta padanya. Hanya melarangnya mengurai rambut, bukan berarti Luka menyukainya. Dan, tanpa di sadari air matanya telah menetes begitu saja.
"Kamu nangis Nes?" Luka gugup ketika melihat mata Agnes berkaca-kaca.
"Aku cuma nguap kok, ngantuk nih. Aku mau pulang, kamu mau bareng?" Jawab Agnes berusaha menyembunyikan yang sebenarnya.
Luka terdiam, memandang Agnes yang sedang bersiap untuk meninggalkan kursi bambu itu. Baru pertama kalinya Agnes bertanya pada Luka seperti itu. Padahal, biasanya ia akan segera menarik lengan Luka untuk pergi kemanapun ia mau.
Agnes berjalan dengan cepat, nafasnya terlanjur sesak menahan sakit dalam hatinya. Sedangkan Luka, ia berjalan pelan di belakang Agnes, khawatir Agnes akan jatuh pingsan setelah mendengarkan pernyataanya. Luka hanya berpikir bahwa yang ia lakukan sudahlah benar. Ia tidak ingin membuat Agnes terluka lebih lama lagi.
"Nanti malam bagaimana Nes?"
Agnes ingin sekali memaki di tengah perjalanannya. Sempat-sempatnya Luka bertanya padanya tentang pertemuan nanti malam. Dasar hati batu! Ingin Agnes lontarkan kalimat itu, tapi ia tak sanggup lagi berkata.
"Aku ada acara, Luka."
Agnes menjawab dengan singkat lalu mempercepat langkahnya kembali.
Luka masih sama seperti sebelumnya. Diam tanpa kata untuk mengimbangi suasana hatinya yang sedang tak menentu itu. Beberapa menit lagi Agnes akan sampai di rumahnya, itu berarti dirinya akan segera kembali berbalik arah untuk pulang kerumahnya. Luka selalu mengantar Agnes pulang sejak SMP, meski hanya berjalan kaki. Â Setelah itu, ia akan menggunakan angkot sebagai transportasi andalan untuk segera sampai kerumahnya.
Waktu telah begitu cepat berlalu, malam sudah tiba sebagaimana yang Luka nantikan. Ada rasa rindu yang bergejolak dalam hatinya--rindu pada Agnes. Padahal, baru saja dua jam yang lalu pertemuan terakhirnya dengan Agnes. Namun rasa rindu itu ternyata sudah menggebu-gebu.