Malah Saya heran kalau enggak macet hehe karena sudah terbiasa ramai dengan kendaraan para pekerja yang ulang-alik dari jabodetabek ke kawasan industri/distrik bisnis di Jakarta.Â
Rasanya yaa... macet itu wajar sih. Jadi, harusnya lebih sabar dan tetap mematuhi aturan berkendara yang benar agar selalu tertib.
Oke, beralih ke tije.
Saya berangkat dari kampus menuju gedung bersama salah satu teman Saya. Kita satu kelompok dan kebetulan jarak rumah Saya dengan kos-kosannya tidak jauh.Â
Jadi, kami memutuskan untuk berangkat bersama. Kami berdua sebenarnya sama-sama buta terhadap arah tije ditambah teman Saya ini termasuk anak rantau yang baru satu semester di Jakarta.Â
Ya... meskipun begitu kami berdua berusaha untuk "berani"Â jalanin aja dulu. Karena kalau tidak "jalan aja dulu", ke depannya tidak akan tahu arah (selalu nyasar) huhu.Â
Meskipun dia baru di Jakarta, dia sangat berani menggunakan aplikasi penunjuk arah bawaan dari google ini. Yaa... apalagi kalau bukan Maps by Google.Â
Jujur awalnya Saya kaget karena dia bisa menunjukkan Saya ke "jalan yang benar" meskipun agak resiko juga kalau nyasar di daerah yang belum pernah dikunjungi.Â
Risikonya akan semakin jauh dan kalau mau kembali pulang, akan memakan waktu dan ongkos yang cukup mahal.Â
Namun, anak ini tetap berusaha meyakinkan saya dengan "ini soalnya udah deket", "ini bener deh lurus"Â sambil melihat aplikasi tersebut dengan sangat fokus. Saya masih yakin sih karena masih ada jalan di depan.Â