Mohon tunggu...
Kahla Sabrina Ayudeli
Kahla Sabrina Ayudeli Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Perjalanan singkat menyusuri pesona Bali: Dari Desa Wisata Batuan hingga Kota Malam Legian

30 November 2024   00:00 Diperbarui: 30 November 2024   00:52 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi [Desa Wisata Batuan-Legian]

   Bali adalah surga eksotis yang mempesona dari segala sisi. Sebagai salah satu tempat terindah di dunia, pulau ini tak membutuhkan banyak kata untuk menggambarkan keindahannya. Tidak heran jika pulau ini menjadi destinasi impian bagi jutaan wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri. Namun, Bali bukan sekadar tentang pantai-pantai berpasir putih atau ombak yang sempurna untuk berselancar. Pulau Dewata ini adalah tentang harmoni budaya, keindahan alam, dan kearifan lokal yang terpancar dari setiap desanya. 

  Dalam perjalanan singkat saya dan teman - teman menyusuri Bali, saya menemukan lebih dari sekedar pemandangan yang indah. Saya merasakan kehangatan penduduk Desa Wisata Batuan, menikmati pesona Pantai Kuta, hingga menyaksikan pertunjukan Kecak yang menakjubkan di Garuda Wisnu Kencana. Perjalanan ini bukan sekadar kunjungan wisata biasa. Bagi saya ini adalah pengalaman yang bermakna. Sebuah kenangan yang membuka mata saya akan keindahan dan kekayaan budaya Bali.

Desa Wisata Batuan : Menyentuh Jiwa dengan Keindahan Seni Bali

  Ditengah kesibukan pariwisata Bali yang modern, Desa Wisata Batuan menghadirkan ruang bagi siapa saja yang ingin mendalami seni tradisional Bali. Desa di Kabupaten Gianyar ini, telah berdiri sejak ratusan tahun lalu dan dikenal sebagai salah satu desa tertua di pulau Bali. Namun, apa yang membuat Batuan begitu istimewa bukan hanya usianya, melainkan warisan seni dan budaya yang dijaga erat oleh masyarakatnya. Desa Batuan, yang dulunya dikenal dengan nama Desa Baturan, memiliki sejarah panjang sebagai salah satu pusat spiritual di Bali. Nama Batuan merujuk pada fungsi awal desa ini sebagai pesraman, sebuah tempat suci untuk persembahyangan dan peristirahatan Raja Srie Aji Mara Kata. Sebagai situs bersejarah, Desa Batuan bukan hanya menyimpan jejak budaya, tetapi juga menjadi peninggalan nilai-nilai spiritual dan seni diwariskan dari generasi ke generasi. 

  Setibanya di Desa Wisata Batuan, kami melangkah menuju pendopo dan disambut hangat oleh masyarakat Batuan. Bli Ari Anggara, selaku kepala desa menyapa kami dan menceritakan sejarah Desa Batuan dengan penuh kebanggaan. Dengan senyumnya yang ramah, beliau menjelaskan bahwa Desa Batuan bukan hanya dikenal sebagai desa yang indah, tetapi juga telah lama menjadi pusat seni yang kaya akan tradisi. Sejak berabad-abad lalu, desa ini telah menjadi tempat di mana seni tumbuh subur dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.

  Salah satu kesenian yang sangat memikat perhatian di Desa Batuan adalah seni lukis gaya Batuan. Saat pertama kali mencoba belajar teknik seni lukis khas ini, saya dan teman-teman mengalami kebingungan. Pola-pola yang terlihat sederhana dan terorganisir ternyata membutuhkan proses yang panjang dan kesabaran yang luar biasa. Namun para seniman lokal dengan senang membimbing kami, mengajarkan setiap langkah dalam menciptakan karya yang berciri khas Batuan tersebut. 

  Proses melukis gaya Batuan dimulai dengan nyeket (sketsa awal) dan dilanjutkan dengan nyawi, yakni memperjelas sketsa agar lebih tegas. Tahap berikutnya adalah nyigar, memperkuat warna hitam dan putih untuk memberi dimensi pada lukisan. Setelah itu, seniman mulai menambahkan motif khas seperti dedaunan atau elemen dekoratif lainnya. Tahap paling menantang adalah ngasir, yakni menonjolkan bagian yang akan diperjelas dan diredupkan dalam lukisan, diikuti oleh ngucak untuk menciptakan efek jarak dan terang-gelap. Kemudian, proses manyunin dilakukan untuk menyempurnakan lukisan dengan memberi tekstur, sebelum pewarnaan terakhir pada objek penting. Meskipun kami telah disediakan kertas bergambar yang siap dilukis dengan tahapan nyigar, proses melukis tetap terasa rumit dan menantang. Namun, kesulitan tersebut justru menambah keseruan dalam perjalanan kami, memberikan pengalaman yang berkesan dan tak terlupakan.

Pura Puseh Batuan, Sejarah yang Tertua  

  Berbicara tentang Desa Wisata Batuan, tentunya tidak dapat dipisahkan dari keberadaan pura yang bersejarah. Salah satu yang wajib dikunjungi adalah Pura Puseh Batuan, pura yang dikenal sebagai salah satu Pura Puseh tertua yang ada di Bali. Setelah berkegiatan di pendopo, kami melanjutkan perjalanan ke pura. Letak Pura Puseh Batuan berada di pinggir jalan sehingga sangat mudah untuk ditemui. Uniknya, pura ini berseberangan dengan wantilan, sebuah pendopo yang biasanya digunakan untuk pementasan tari Gambuh. Ditempat itulah kami diberikan kain atau selendang bermotif sebagai simbol penghormatan sebelum memasuki area pura. Di dalam pura, kami menemukan berbagai benda purbakala, seperti arca, lingga, dan artefak kuno lainnya. Sambil menikmati suasana jalanan Bali yang ramai, kami memanfaatkan momen tersebut untuk mengabadikan kenangan dengan latar arsitektur pura yang kuno dan kokoh serta langit senja yang memayungi pura menambah keindahan tempat ini.

Kota Malam Legian

 Meski rasa lelah mulai terasa setelah seharian menjelajahi wisata desa yang asri, tidak menghentikan kami untuk menikmati sisi lain Bali. Perjalanan kami berlanjut ke Legian, salah satu kawasan populer di Pulau Bali, terkenal dengan pantainya yang indah dan energi yang menggelora. Pesona Legian tidak hanya terlihat saat siang hari. Begitu matahari terbenam, suasana Legian malam hari pun berubah menjadi luar biasa dengan hiburan yang tak pernah tidur.

  Tepat pukul 9 malam, kami tiba di Jalan Legian, pusat kehidupan malam kawasan ini. Setelah matahari terbenam, jalan ini bertransformasi menjadi tempat yang penuh dengan kegiatan dan hiburan. Di sepanjang Jalan Legian, kami menemukan berbagai toko, restoran, bar, dan klub malam yang menyala dengan cahaya neon. Musik mengalun dari berbagai bar dan klub malam di sepanjang jalan, mengundang siapa saja yang lewat untuk ikut menari dan larut dalam energi malamnya. Meskipun beberapa musik terdengar sangat keras hingga membuat kami terkejut, hal ini justru menjadi pengalaman unik tersendiri. Lucunya, saat berjalan menyusuri Jalan Legian, terdengar beberapa kali suara turis asing bernyanyi dengan lantang, menghibur perjalanan malam kami.

  Malam di Legian adalah pengalaman yang kontras dari ketenangan yang kami rasakan di desa-desa wisata sebelumnya. Di sini, kami melihat sisi lain Bali, di mana pulau ini tidak hanya menyajikan keindahan alam dan budaya, tetapi juga energi dan semangat yang menyala sepanjang malam. Bagi kami, malam itu di Legian menjadi penutup yang sempurna untuk hari yang penuh cerita di Pulau Dewata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun