gerakan sosial sebagai pemecah kebuntuan atas solusi yang tak kunjung hadir diberikan oleh pemimpin ataupun pemangku kebijakan. Baik dalam sebuah perusahaan, lembaga pendidikan, hingga institusi pemerintah yang terdiri dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif.Â
Maraknya problematika yang menimpa negeri ini, kerap kali melibatkanTerbaru, yang sempat ramai ialah gerakan sosial yang dilakukan oleh mahasiswa dan pelajar saat menuntut penolakan terhadap revisi UU KPK dan Omnibuslaw (UU Cipta Kerja) di depan Gedung DPR/MPR.
Bagi sebagian kalangan, itu merupakan bentuk ekspresi dari mahasiswa dan pelajar yang belum membaca dan memahami isi dari revisi UU KPK dan UU Cipta Kerja. Namun, bagi sebagian yang lain, ini merupakan gerakan moral yang berangkat atas dasar kajian dan diskusi di berbagai tempat baik kampus, seminar, dan sekretariat BEM/OSIS yang merasa peduli terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dimana para menteri sebagai pembantu presiden dalam melaksanakan program kerja justru masih saja melakukan tindak pidana korupsi, belum lagi kepala daerah yang terjerat atas kasus suap menambah daftar hitam para pejabat negeri ini yang mengakibatkan distrust masyarakat terhadap para pejabat/ pemangku kebijakan.
Sehingga, gerakan yang dilakukan sebagai bentuk dari ekspresi dan panggilan nurani dalam menjaga dan mengawal bangsa dari tangan-tangan kotor pejabat.Â
Anomali demikian, membuat para pejabat korup resah atas tindakan yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa dengan mengumpulkan masa untuk melakukan aksi penolakan atas revisi UU KPK dan UU Cipta Kerja.
Lalu, pasca beredarnya kasus perundungan dan penganiayaan fisik yang menyeret pegawai KPI Pusat menjadi viral tak lama berselang Saiful Jamil yang juga sebagai mantan narapidana kasus pelecehan seksual dibawah umur dibebaskan dari penjara usai menjalani hukuman mendapatkan tanggapan yang berlebihan.Â
Lantaran, saat keluar dari lembaga pemasyarakatan disambut dengan meriah seakan menjadi pahlawan olahraga yang baru saja pulang dari olimpiade dan mendapatkan medali untuk bangsa Indonesia.
Belum lagi, beberapa stasiun televisi langsung memberikan panggung terhadapnya sehingga menimbulkan kesan tidak memiliki kepekaan terhadap korban yang belum hilang rasa traumanya.Â
Atas dasar dari beberapa kebijakan dan prilaku tersebut membuat masing-masing dari individu masyarakat mengeluarkan statement untuk mengajak masyarakat memboikot Saiful Jamil tampil dilayar kaca.
Bacaan Terkait: Publik Jadi Wakil Tuhan
Beberapa kejadian tersebut, memicu terjadinya reaksi dari masyarakat untuk melakukan penggalangan dukungan sebagai bentuk dari kepekaan sosial (Sense of social) untuk melakukan penolakan terhadap Saiful Jamil.Â
Sementara, kasus yang dialami MS pegawai KPI Pusat usai viral, aparat hukum dan KPI pusat mulai melakukan pendalaman secara serius untuk membuktikan laporan yang disampaikan oleh MS selaku pelapor.Â
Sementara, KPI pusat langsung menonaktifkan terduga pelaku perundungan dan intimidasi pelecehan seksual sebagaimana diutarakan MS melalui rilis yang viral pada 1 September 2021.
Melihat fenomena demikian, seakan menjadi pembenaran dalam menyelesaikan permasalahan yang tak bisa diselesaikan dengan cara yang baik (musyawarah), maka harus dilakukan dengan cara-cara berunjuk rasa untuk menyampaikan aspirasi hingga membuat petisi melalui media elektronik yang mudah diakses oleh semua orang seiring berkembangnya teknologi saat ini.
Bacaan Lainnya : Sudikah Melihat Sisi Lain
Cancel Culture dan People Power Sebagai Solusi Alternatif
Gerakan sosial lahir dari situasi dalam masyarakat karena adanya ketidakadilan dan sikap sewenang-wenang terhadap masyarakat. Dengan kata lain, gerakan sosial lahir dari reaksi terhadap sesuatu yang tidak diinginkan rakyat atau menginginkan perubahan kebijakan karena dinilai tidak adil.Â
Gerakan sosial merupakan gerakan yang lahir dari prakarsa masyarakat dalam menuntut perubahan dalam institusi,kebijakan, atau struktur pemerintahan.Â
Bila diperhatikan secara seksama people power dan cancel culture memiliki kesamaan yaitu, mengajak seseorang untuk melakukan gerakan atas suatu permasalahan atau tindakan yang lambat di respon oleh pemerintah atau pemangku kebijakan.Â
Sehingga harus mendapat dorongan dari publik agar suatu permasalahan dapat cepat selesai dan kembali kondusif menjalani aktifitas hidup masyarakat sehari-hari.
Sekalipun memiliki kesamaan, namun perbedaannya tak boleh dikesampingkan oleh publik. Merujuk dari penyebutan people power berarti kekuatan masa atau masyarakat dalam jumlah besar dengan satu tujuan yaitu, menyampaikan aspirasi secara langsung terhadap lembaga atau pemangku kebijakan untuk bisa menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
Sementara, Cancel Culture merupakan aksi boikot terhadap seseorang ataupun produk yang dianggap dapat membahayakan kemaslahatan banyak orang. Saat ini gerakan ini lebih banyak dilakukan melalui media sosial atau pun elektronik seiring dengan perkembangan yang pesat atas dunia teknologi.
So, lihat dan pelajari gerakan sosial yang kerap kali muncul di Indonesia, tak pernah bisa dilepaskan dari elemen yang namanya pelajar/mahasiswa dan masyarakat.Â
Jadi, DPD, DPR, MPR sebagai perwakilan rakyat sudah semestinya meminta masukan terhadap 2 elemen ini agar peraturan dan kebijakan itu bisa dijalankan sesuai dengan norma-norma yang berlaku di Indonesia dan tidak menimbulkan gejolak atau kegaduhan ditengah menjalani aktifitas sehari-hari yang hanya akan membuang energi sesama anak bangsa.
Artikel Pilihan : Negeri Tanpa Nama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H