Kemerdekaan 17 Agustus 2021 merupakan HUT ke-76 yang dirasakan oleh bangsa Indonesia setelah 3,5 abad dijajah kolonial Belanda dan 3,5 tahun di jajah oleh Jepang.Â
Tentu tidak mudah membangun peradaban yang baru ditengah kondisi sosial yang sedang mengalami pandemi, seperti Indonesia. Namun, ditengah kondisi ini masyarakat merasakan hal yang tak wajar dengan beredarnya gambar politisi, mulai dari ketua umum partai politik hingga pejabat negara mengisi baliho yang bertebaran diberbagai wilayah NKRI.
Terlepas dari berbagai sosok ketua umum dan pejabat negara yang lainnya, penulis tertarik melihat beredarnya foto Puan Maharani yang merupakan putri dari Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri dan juga cucu dari Proklamator Indonesia sekaligus Presiden pertama, Soekarno. Seingat penulis lantaran baliho Puan yang terpampang, akhirnya mengundang beberapa ketua umum dan pejabat negara turut serta meramaikan baliho di berbagai daerah.
Sehingga menimbulkan penilaian dari berbagai pengamat dan masyarakat, serta lembaga survei, bahwa baliho yang terpampang merupakan awal dari pertarungan politisi dalam menarik simpati untuk kepentingan pemilu dan pilpres 2024 mendatang.Â
Ketika, wacana pilpres 2024 terlintas, ditengah ramainya perang baliho serta prediksi dari berbagai lembaga survei sosok yang akan menggantikan Jokowi.Â
Seperti halnya orang awam menilai bahwa baliho yang bertaburan tak mencermikan kepekaan sosial politisi terhadap rakyatnya. Ditengah kondisi pandemi yang belum juga usai, mereka malah membuang uang guna memasang gambar dengan ukuran yang beraneka ragam.
Namun, dalam strategi politik ternyata itu merupakan cara untuk menarik simpati dan memperkenalkan diri seseorang guna menaikkan great popularitas dan elektabilitas.Â
Atas dasar tersebut, penulis pun berasumsi bahwa ini merupakan skema yang dilakukan Puan yang berdasarkan beberapa lembaga survei masih menempatkannya jauh dari beberapa nama yang digadang-gadang akan menjadi pengganti Jokowi di 2024.
Kisah Pilpres 2014-2019
Bila masih ingat dengan pertarungan politik 2019 beberapa lembaga survei sudah jauh-jauh hari memprediksi bahwa yang akan bertarung adalah Jokowi dan Prabowo, namun sempat muncul juga nama Anis Baswedan yang berhasil menjadi Gubernur DKI setelah mengalahkan petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang tersandung kasus penistaan agama saat itu.Â
Lantaran, tak ingin disamakan dengan sosok Jokowi yang baru terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta atas dukungan PDIP dan Grindra, kemudian mendapatkan restu dari sang ketua umum PDI-P, Megawati untuk maju menjadi Capres 2014 dengan berpasangan bersama Jusuf Kalla saat itu.Â
Sementara Prabowo Subianto, selaku ketua umum GERINDRA berpasangan dengan Hatta Radjasa yang juga ketua umum PAN, padahal sebelumnya partai Gerindra menolak keputusan PDI-P yang mengusung Jokowi disebabkan ada perjanjian "batu tulis" menurut beberapa sumber dari Gerindra maupun PDI.P yang beredar di media cetak dan elektronik saat itu.
Namun, penolakan Gerindra sebagai partai pengusung Jokowi-Ahok justru tak digubris oleh Jokowi, sekalipun secara politik yang diuntungkan adalah Gerindra manakala Jokowi mundur, karena Ahok merupakan kader dari Gerindra pada masa itu. Benar saja, ternyata popularitas Jokowi kian meningkat mendekati pilpres 2014, yang pada akhirnya Prabowo-Hatta harus mengakui keunggulan Jokowi-Jusuf Kalla dalam pilpres yang dihelat 9 Juli 2014 lalu.
Skenario pun berlanjut, lantaran kemenangan Jokowi-JK tak beriringan dengan kemenangan partai koalisi di DPR yang terlebih dahulu dilaksanakan pada 9 April 2014. Prabowo bersama partai koalisinya saat itu bernama koalisi merah putih di DPR menetapkan UU Nomor 17/2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat daerah.
Perlu diketahui pada pilpres 2014 ada beberapa tokoh yang disebut sebagai calon potensial (per awal tahun 2014) seperti; Abraham Samad, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Djoko Santoso, mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia, Djoko Suyanto, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Almh. Ani Yudhoyono, Ibu Negara Indonesia 2004-2014, Megawati Soekarnoputri, mantan Presiden Indonesia, Puan Maharani, Ketua Fraksi PDIP DPR RI, Rizal Ramli, mantan Menteri Keuangan Indonesia, Rhoma Irama, musisi, Sri Mulyani Indrawati, Direktur Pelaksana Grup Bank Dunia, mantan Menteri SBY 2004-2010, Surya Paloh, pebisnis, pemilik media, dan ketua umum Partai Nasdem, Sutiyoso, mantan Gubernur Jakarta, sebelum akhirnya beberapa nama tersebut memutuskan tidak mencalonkan diri sebagai calon Presiden.
Melihat ramainya, calon potensial yang terjadi 2014 berujung pada calon kejutan seperti Jokowi, patut ditunggu juga akan kah 2024 memunculkan calon kejutan seperti halnya Jokowi yang mampu berakhir dengan kemenangan. Sebab, ramainya baliho belum tentu bisa menghantarkan seseorang duduk di kursi RI 1.
Beberapa lembaga survey pun sudah merilis nama-nama calon potensial untuk pilpres 2024 setidaknya ada beberapa nama yang selalu muncul yaitu, Ganjar Pranowo, Anis Baswedan, Ridwan Kamil, dan Khofifah Indar Parawansah dengan latar belakang kepala daerah, kemudia, yang berlatar belakang partai politik seperti Prabowo Subianto, Sandiago Uno, Zulkifli Hasan, Muhaimin Iskandar, Airlangga Hartarto, Agus Harimurti Yudhoyono, Puan Maharani.
Sementara, dari kalangan professional ada, Sri Mulyani, Erick Thohir, Gatot Nurmantyo, Tito Karnavian, dan Budi Gunawan. Nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sempat masuk daftar potensial, namun terganjal pernah narapidana kasus penistaan agama sebagaimana termaktub dalam  UU Nomor.7/2017 pasal 227 ayat (k).
Peluang Ganjar-Puan
Dari pemaparan diatas penulis melihat bahwa upaya pemasangan baliho yang dilakukan oleh Puan merupakan langkah untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas sehingga bisa mengulang pilpres 2019 calon presiden dan wakil presiden merupakan dari partai yang sama, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.Â
Sekalipun pada akhirnya Sandiaga Uno menyatakan keluar dari Gerindra agar bisa diterima oleh gabungan partai koalisi yang terdiri dari PKS, PAN, dan Demokrat pada detik-detik terakhir.
Bila, great popularitas dan elektabilitas Puan Maharani meningkat terus tidak menutup kemungkinan peluang koalisi Ganjar Pranowo dan Puan Maharani menjadi kenyataan pada gelaran pilpres 2024 mendatang.Â
Namun, semua itu bisa berubah manakala Puan tak juga mampu mengimbangi nama-nama calon potensial yang lain. Puan memiliki keuntungan sebagai cucu dari Soekarno dan Putri dari Megawati Soekarnoputri yang merupakan Presiden RI ke-1 dan ke-5.
Terlebih, jabatan kepala daerah yang berakhir pada tahun 2022 dan 2023, otomatis tidak memiliki panggung popularitas dan elektabilitas bila tidak mulai membentuk relawan diberbagai daerah guna menjadi calon yang diusung partai politik dalam gelaran pilpres 2024, modal itu sudah dilakukan oleh Anis dan Ganjar yang telah melakukan deklarasi diberbagai daerah untuk melanjutkan karir politiknya menuju RI 1.
Sebagai informasi berdasarkan kesepakatan antara Komisi II DPR RI, pemerintah, KPU, dan Bawaslu, Pemilu Presiden dan Legislatif akan dilaksanakan pada 28 Februari, sedangkan Pilkada Serentak berlangsung pada 27 November 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H