Penarikan kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam ke pemerintah Provinsi justru menabrak tujuan semangat otonomi daerah. Semangat desentralisasi sebagai upaya mencegah menumpuknya kewenangan dan konsentrasi kekuasaan yang sangat memungkinkan munculnya tirani pembangunan nampaknya di abaikan. Selain hal tersebut penarikan kewenangan yang di normakan dalam undang-undang No 23 Tahun 2014 Â secara sosiologis memutus upaya partisipatif masyarakat untuk secara demokratis telibat mengawal pembangunan di daerahnya.
Sebut saja kewenagan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pengurusan kehutanan, daerah kabupaten kota hanya diberikan kewenangan pelaksanaan pengelolaan Taman Hutan Rakyat (TAHURA), penarikan yang cukup signifikan juga terjadi pada kewenangan dalam urusan pertambangan minerba, jika sebelumnya dalam undang-undang sektoral pertambangan minerba daerah kabupaten/kota  memiliki 12 kewenangan namun dalam Undan-Undang No 23 tahun 2014, pemerintah kabupaten kota memiliki satu kewenangan hanya dalam urusan energi panas bumi yaitu dalam hal penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi dalam daerah dan kabupaten/kota, belum lagi pengelolaan lingkungan hidup dan kelautan juga mengalami hal yang sama. Â
Jika semua kewenangan tersebut diharapkan  dapat mempercepat pembangunan daerah dan menghindari  munculnya tirani pembangunan, maka  arah haluan pemerintahan yang sentralistik tersebut, mestinya dijemput dalam keseragaman cara pandang elit pemerintahan di Luwu dengan kembali menggerakkan pembentukan Provinsi Luwu Raya, sebagai kehendak sejarah, serta kehendak pembangunan yang berkeadilan dan bermartabat. Sebab memang kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang ditarik ke provinsi tersebut hanya bisa diraih kembali dengan  membentuk Provinsi Luwu Raya.
Tetapi, komitmen Pembentukan Provinsi Luwu raya sangat mungkin akan terwujud jika keinsyafan berpolitik telah hadir, moralitas penghidmatan terhadap rakyat benar-benar telah tumbuh serta memunculkan kehendak memartabatkan rakyat. Disamping itu pembacaan tentang kenapa kewenangan harus dimiliki oleh daerah Luwu Raya harus dipahami secara subtansial, agar harapan pembentukan Provinsi Luwu Raya, bukan harapan penguasaan keweanangan oleh segelintir orang ataupun para investor dalam memperebutkan ruang kehidupan rakyat. Jika hal tersebut telah diyakini sebagai panggilan memartabatkan rakyat Daerah luwu raya, Maka bolehlah semua elit dan semua elemen gerakan bergerak dalam satu tujuan pembentukan Provinsi Luwu Raya.
Kaharuddin Anshar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H