Cerita ini bermula ketika pondok saya memutuskan untuk melakukan pendakian ke Gunung Ungaran setelah ujian tahfidz. Ujian Tahfizh adalah ujian yang sangat benar-benar melelahkan.Â
Jadi, kami para santri setlah stress menhadapinya mendengar ustad kami mengatakan bahwa kami akan melakukan pendakian Gunung Ungaran adalah angins egar bagi kami.Â
Yang unik dari pendakian ini adalah, yang akan menghandle acara ini adalah ustad. Bukan OSIS. Karena biasanya jika ada event atau acara di luar yang melibatkan para santri akan di handle oleh OSIS. Maka dari itu cerita ini akan sedikit berbeda karena yang akan menghandle ialah ustad.
Pondok kami berada di Salatiga. Tepat dibawah Gunung Merbabu. Kami berangkat melalui Truk. Kami memesan total lima truk untuk seluruh santri. Perjalanan Salatiga ke Gunung Ungaran sekitar memakan waktu satu jam. Jadi kami berdiri selama satu jam di atas truk tersebut.Â
Kami menaiki Ungaran melalui via Perantunan. Dan kami akan menginap semalam di tempat camp Perantunan. Ternyata dari tempat kami diturunkan oleh truk menuju tempat camp.Â
Kami harus berjalan nanjak selama setengah jam. Kami saat berjalan merasa sangat capek, kenapa? Karena kami sudah berdiri di truk berhimpit-himpitan kemudain harus membawa barang- barang berat menuju tempat camp. Ada yang membawa carrier, ada yang membawa tenda, dan ada yang membawa galon air penuh (saya sendiri membawa tas kecil satu).
Saat di tempat camp hari mulai gelap. Kami mulai mencari tempat untuk mendirikan tenda. Saat kami mulai membuka tenda Pramuka milik pondok itu terjadilah satu masalah. Kami tidak ada tali. Bukan tidak ada, tetapi ustadz kami yang mengatakan akan menyiapkan tali.Â
Alhasil kita hanya duduk termangu bersama-sama ditemani kabut sampai menunggu tali tersebut datang. Tiba-tiba ada yang berteriak, talinya datang! Sontak kami bergegas menuju tenda masing-masing untuk mendirikan tenda tersebut. Perwakilan kelompok mengambil talinya. Di saat perwakilan kelompokku kembali dari mengambil tali ada hal yang tak terduga. Tali yang dibawa ustadku bukan tali pramuka. Melainkan tali rafia!
Sembari mengucap sumpah serapah dan memasak makan malam. Kami masih terus menerus memutar otak supaya tenda kami tidak meleyot sewaktu-waktu. Tetesan air gegara kabut seringkali membasahi tenda ini. Namun tidak menjadi soal bahwa kami akan tetap mendaki besok pagi.
Pendakian dimulai jam 03:00 tetapi kami berangkat 15 menit sebelumnya, mengapa? Karena kami sadar bahwa kami adalah kakak kelas yang suka menyuruh adek kelas untuk berolahraga padahal diri sendiri tidak pernah. Dari sepuluh orang hanya dua orang yang membawa senter.Â
Keadaan ini sangat fatal menurutku. Karena kita perlu sedikit meraba permukaan tanah yang kita tidak bisa melihatnya. Karena harus meraba terlebih dahulu kami jadi lebih sedikit lelah dari biasanya. Pendakian terasa tenang dan damai ketika kami bisa melihat cahaya malam lampu-lampu kota. Kami mendaki dengan tertawa dan bercanda sampai kemudian di pos ketiga tubuhku tak henti-hentinya terengah-engah dan pandanganku mulai kunang-kunang. Bahasa halusnya mungkin sudah tidak kuat.
Karena jalur Perantunan di lewati satu pondok membuat jalur tersebut ramai dan terdesak. Karena saya merasa melambatkan perjalanan saya menyuruh kelompok saya untuk naikterlebih dahulu. Biar nanti saya bersama adek kelas naiknya. Saat berjalan pelan sendiri ada sekelompok adek kelas menyusul saya dengan cepat, sembari mengatakan "Duluan ya Kak Kagan." Sambil tersenyum ramah. Meskipun saya tau dalam hati mereka mungkin, "Yaa masak kakak kelas gak kuat." Perasaan saya saja mungkin.
Dari kelompok yang pertama berangkat, saya sampai puncak Gunung Ungaran bersama kelompok yang terakhir. Saat di puncak tentu saja, kami melihat sunrise yang indah, bersama pemandangan kota Ungaran yang memukau. Karena kami anak pondok, kami hanya berfoto sedikit saja karena kamera hanya satu dan yang mendaki adalah satu pondok.
Saat kembali, kami merapikan barang-barang dan mulai kembali ke kehidupan pondok yang seperti biasanya. Refreshing di Gunung Ungaran membantu kami kami bahwa dunia ini masih luas. Tidak hanya kehidupan pondok yang selalu monoton.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H