Menjelang akhir pekan, teman saya di Portland mengirim pesan, "Datanglah berkunjung ke Portland, ada obyek ziarah kuliner yang menarik. Harus dan wajib kita kunjungi."
Karena teman saya ini adalah foodie kelas berat, maka saya langsung berkemas dan berangkat menuju Portland dari San Francisco. Teman saya mengirim pesan lanjutan, "Jam 8.15 tepat besok di lobby hotel!" Melihat pesan itu saya langsung mengambil kesimpulan, artinya kita akan makan pagi. Dan makan pagi ini pasti sangat spektakuler, karena teman foodie saya sangat dan super serius dengan ajakannya. Malam itu saya akhirnya semi puasa, hanya makan salad dan secangkir kopi, lalu tidur. Menyiapkan diri untuk makan pagi yang spektakuler.
Paginya jam 08.15 di lobby hotel, teman saya sudah nyengir sumringah. Ternyata saya diajak ke sebuah restoran yang sedang naik daun di Portland. "Tasty n Adler", di tengah kota Portland. Restoran ini memang buka jam 9 pagi untuk mereka yang ingin sarapan pagi. Yang membuat saya terkejut adalah antrean yang panjang sebelum restoran dibuka. Rupanya memang restoran ini luar biasa bekennya. Ketika masuk dan duduk di meja, teman saya dengan sigap memesan sajian legendaris mereka.
Kuliner Spanyol yang seringkali terdiri dari hidangan-hidangan kecil yang sangat beragam dan disebut tapas, membuka sebuah tradisi baru dalam budaya kuliner Amerika, di mana makan bersama ramai-ramai alias "family style" seperti tradisi kita di Asia, menjadi sebuah cara alternatif makan baru di Amerika. Banyak restoran di Amerika kini memotivasi pelanggannya untuk mencoba berbagai hidangan bersama-sama, sehingga kenikmatan makan menjadi pengalaman keberagaman hidangan yang unik.
Saya ingat betul, kira-kira 10 tahun yang lalu, pada sebuah malam yang cukup dingin di tengah musim dingin di Los Angeles, seorang teman mengajak saya untuk menghangatkan badan. Ternyata saya dibawa ke sebuah warung kecil masakan Korea, dan di sana kami memesan sup tahu ala kimchi yang pedas dan panas. Kami makan sampai bekeringat. Dan terasa praktik menghangatkan badan teman saya itu sangat efektif sekali.
Warung Korea itu penuh sesak dengan pengunjung, baik konsumen dari Asia, dan juga konsumen yang bukan Asia. Dengan rasa kagum saya mengatakan kepada teman saya, bahwa kuliner Korea akan mendunia sebentar lagi. Apalagi dengan gencarnya mereka mempromosikan musik dan budaya film Korea saat itu. Ramalan saya kini terbukti. Di Jakarta sendiri, daerah sekitar Senopati hingga Wolter Monginsidi di selatan Jakarta telah berubah menjadi kota Korea alias Korean Town yang populer. Setiap bulannya minimal sekali atau dua, saya bersama relasi juga makan Korean BBQ. Jelas sudah invasi kimchi kini sudah mendunia.
Usai makan pagi, diskusi kami lanjutkan di Stump Town, warung kopi favorit saya yang asli berasal dari Portland. Stumptown berdiri tahun 1999, dan pendirinya Duane Sorenson merupakan salah satu pionir "The Third Wave of Coffee Movement". Sebuah gerakan yang sebutannya diprakarsai oleh Timothy Castle pada tahun yang sama 1999, sebagai kelahiran gerakan "artisan" produsen kopi yang mementingkan kualitas.
Menjadikan kopi sebagai sebuah butik premium cita rasa. Di Stump Town saya diberi kesempatan mencoba salah satu kopi esklusif mereka yang sangat kompleks, yaitu Kenya Kirinyaga Karimikui. Sambil menyeruput secangkir kopi, kami berdiskusi soal restoran dan cafe di Portland beserta trennya saat ini. Perbincangan menjadi semakin seru ketika kami terbahak-bahak membahas fenomena saus sriracha yang fenomenal. Secara singkat sriracha adalah sambal botol yang juga banyak kita dapati di Indonesia. Hanya saja sriracha ini menjadi saus yang merevolusikan cita rasa lidah orang Amerika. Dapat dikatakan orang Amerika tergila-gila dengan saus ini. McD saja belum lama ini meluncurkan saus versi sriracha untuk disiramkan di burger kreasi mereka. Bayangkan kedahsyatannya!
Nama sriracha konon berasal dari sebuah kota kecil di pesisir timur Thailand, Si Racha, yang terletak di Provinsi Chonburi. Resep sriracha sebenarnya sederhana, cabe, dengan cuka, garam, gula dan bawang putih. Dan konon saus yang asli digunakan pedagang warung makanan laut di sepanjang pantai di Kota Si Racha itu.
Pulang dari "ngupi", pikiran saya melayang sangat jauh. Mungkin Indonesia juga bisa bersaing dengan kimchi dan sriracha, dan modalnya hanya satu saus yang mungkin bisa kita promosikan dan juga bisa membuat kuliner Indonesia mendunia secara global. Bilamana saya rekat satu demi satu pengalaman saya menjelajah kuliner Indonesia lebih dari 30 tahun, maka kesimpulan saya hanya ada satu, yaitu bumbu atau saus pecel. Saus kacang barangkali adalah jiwa dan roh kuliner Indonesia, karena bisa kita jumpai hampir bersentuhan dengan setiap kuliner Indonesia, mulai dari sate, gado-gado, ketoprak, nasi uduk, dan lebih dari selusin makanan khas Indonesia.
Namun saus kacang juga umum kita jumpai dalam sajian kuliner di Malaysia, Singapore, Vietnam, Thailand hingga Philipina. Hanya ada satu di Indonesia yang sangat berbeda yaitu saus kacang yang terkenal dengan nama bumbu atau saus pecel, yang memiliki rasa dengan rempah-rempah khas dan tingkat kepedasan yang membuat kita ketagihan.
Saya sering memanfaatkan saus pecel untuk berbagai eksperimen kuliner. Pernah saus pecel saya blender hingga sangat halus dan saya berikan sedikit mayonaise agar lebih kental dan gurih, lalu saya jadikan saus hotdog. Ternyata luar biasa! Pecel hotdog ini menjadi favorit banyak orang. Bumbu pecel pernah juga saya sajikan sebagai saus untuk kentang goreng alias "french fries" dan rasanya juga membuat banyak orang ketagihan. Teman foodie saya berkomentar bahwa saus pecel itu kaya rasa. Di samping rasa kacang (nutty) yang populer, dan rempah-rempahnya yang membuat rasanya menjadi kompleks dan eksotis, bumbu atau saus pecel lebih mudah diseimbangkan rasanya antara manis, asin, asam, dan pedas. Sehingga memiliki kecanggihan yang bisa melampaui kimchi atau sriracha.
Teman foodie saya pernah menggunakan saus atau bumbu pecel sebagai bumbu dasar untuk membuat hidangan barat seperti salad, dan bumbu steak dalam sebuah jamuan makan malam dengan hasil mengagumkan. Saya sendiri sangat yakin saus dan bumbu pecel ini punya potensi bagus untuk menjadi landasan unik mempromosikan kuliner Indonesia ke dunia global.
Kuliner Indonesia yang sangat beragam sekali, memang sangat sulit dipromosikan karena jumlahnya sangat banyak dan kompleks. Tidak seperti masakan Thailand yang terkenal dengan satu kuliner seperti sup Tom Yam atau masakan Vietnam yang terkenal dengan Pho. Berbagai negara di Asean juga mulai meniru strategi yang mirip. Singapura gencar mempromosikan laksa, dan Malaysia giat mempromosikan nasi lemak. Sudah saatnya kuliner Indonesia kita angkat dan kita promosikan sebagai atraksi kuliner dunia setelah kuliner China, Jepang dan Thailand mendunia. Salah satu kemungkinan itu menurut perhitungan pribadi saya adalah saus dan bumbu pecel. Semoga saja ini menjadi inspirasi yang bermanfaat.
Berjayalah pecel!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H