Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Cerita Pohon Seho, Bakar Nyala dan Gendutnya Cucur Tu ur Ma'asering di Tomohon

15 Desember 2024   00:03 Diperbarui: 19 Desember 2024   08:24 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon Seho atau Pohon Aren di Tuur Ma'asering | @kaekaha 

Sang Surya sudah mulai beranjak menuju ke peraduannya ketika burung besi yang nyaris sepanjang hari membawa saya terbang bersama Arai, akhirnya landing juga di Bandara Sam Ratulangi, Manado.

Oiya, saya bertemu Arai, Kompasianer cantik dari Kota Batu, Jawa Timur itu ketika transit di Bandara Juanda, Surabaya, setelah sejak sebelum adzan Subuh, saya sudah harus stand by di Bandara Syamsoedin Noor, Banjarmasin untuk boarding penerbangan pertama pagi ini menuju Manado.

Detail penerbangan estafet dari Banjarmasin menuju Manado yang sempat transit beberapa waktu di Bandara Juanda, Surabaya dan Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar ini pernah saya tulis dalam artikel berjudul Perjalanan Banjarmasin-Manado, Serunya Menapaktilasi Bentang "Lebar Nusantara". Silakan klik kalau ingin ikut menikmati sensasinya

Pembicara dan Materi International Conference : Likupang-North Sulawesi, Discover The Hidden Paradise | Kemenparekraf.ri
Pembicara dan Materi International Conference : Likupang-North Sulawesi, Discover The Hidden Paradise | Kemenparekraf.ri

Blogtrip saya dan Aray, plus delapan Kompasianer lain yang berangkat dari Jakarta, Palembang dan Padang kali ini berkat kerjasama Kompasiana dan Kementerian Pariwisata dalam rangka menghadiri seminar internasional Destinasi (Pariwisata) Super Prioritas (DSP) Likupang, sekaligus melihat langsung progres pembangunan (infrastrukturnya) di Minahasa Utara dan sekitarnya.

Baca Juga Yuk! Jejak Inspiratif Dokter Marie Thomas di Antara Pesona Liang yang Membuatmu Enggan Pulang

Setelah selesai dengan urusan bagasi, saya dan Aray langsung keluar menuju rombongan yang sedari pagi ternyata sudah stand by menunggu kedatangan kami, "kloter BDJ-SUB yang paling unik!" Berangkatnya paling pagi, tapi sampainya paling sore alias paling terakhir landing di MDC alias Manado!

Benar saja, di dalam minibus berlabel "eksklusif" yang berada di area parkir bandara Internasional yang di bagian depannya terpampang sesanti Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi atau kita kenal sebagai Sam Ratulangi, "Si Tou Timou Tumou Tou" atau "Manusia hidup untuk menghidupkan orang lain" itu, rombongan sudah lengkap!

Kecuali..! Lho, kok ada kecualinya? Ternyata oh ternyata, ada dua Kompasianer yang ternyata terkonfirmasi nggak bisa terbang ke Manado dengan alasan yang kami tidak tahu! Mas Yan dari Palembang dan Mas Yos dari Jakarta. Duh, sayang banget ya!


Suasana dalam Mini Bus | @kaekaha
Suasana dalam Mini Bus | @kaekaha

Setelah saling sapa, Mbak Icha dari EO yang mengurus kami selama di perantauan, eh di Sulawesi Utara maksudnya...he...he...he... langsung memberi saya dan Aray welcome drink, berupa air mineral ditemani sekotak nasi kuning khas Manado dari kedai ternama yang menjadi salah satu ikon kuliner nasi kuning khas Manado. Pasti tahu dong yang sering ke Manado!? 

Di dalam mini bus yang mulai menyusuri jalanan di pinggiran Kota Manado itu, saya sama Aray benar-benar menikmati nasi kuning dengan lauk suwiran ikan tuna itu. Dunia benar-benar serasa milik kami berdua yang saat itu sama-sama sedang lapar berat. Lainnya yang duduk di belakang? Ngontrak...he...he...he! 

Saat itulah, Mbak Icha tiba-tiba memberi kabar mengejutkan sekaligus menyenangkan! Ternyata, perjalanan rombongan kami tidak langsung mengarah ke salah satu hotel bintang 4 kenamaan di Manado tempat kami menginap untuk check-in dan istirahat seperti dalam break down agenda yang telah dibagi sehari sebelumnya, tapi justeru mengarah ke Kota Tomohon, tepatnya ke Tu ur Ma'asering dan semuanya tidak lepas karena adanya perintah khusus dari komandan!

Asyeeeek, ini benar-benar rejeki nomplok bagi kami. Selain tidak ada dalam agenda kunjungan, bonus halan-halan dan wawasan juga pengetahuan baru jelas sesuatu banget bukan!

Nasi Kuning Ikan Tuna dari RM. Saroja | @kaekaha
Nasi Kuning Ikan Tuna dari RM. Saroja | @kaekaha

Meskipun agak kepayahan, salah satunya karena penerbangan estafet yang lumayan lama dan melelahkan, tapi kami sangat antusias dan menikmati perjalanan menyusuri ruas jalanan yang cenderung berliku, ramai tapi lancar menuju Tuur Ma'asering di Kota Tomohon senja hari itu.

Di sepanjang jalan, kami tidak menyia-nyiakan keberadaan Oom Driver yang sayangnya saya lupa mengingat namanya, kecuali nama marga beliau yang memang identik dan khas nama-nama dari Minahasa. Kepada beliau kami menanyakan apa saja yang ingin kami ketahui tentang Sulawesi Utara dari A sampai Z.

Kerennya, selayaknya seorang guide profesional, Si Oom Driver yang setengah baya ini ternyata mempunyai keluasan wawasan dan pengetahuan tentang pariwisata, juga kekayaan tradisi serta budaya masyarakat Sulawesi Utara yang diatas rata-rata. Ini yang patut dicontoh oleh semua pelaku usaha pariwisata di daerah lain nusantara! Apapun profesinya, dimanapun tinggalnya!

Menuju Tomohon | @kaekaha
Menuju Tomohon | @kaekaha

Sayang, obrolan kami relatif tidak berlangsung lama, karena gelap malam yang diiringi dengan turunnya gerimis di antara kabut tipis yang tiba-tiba seperti menyelimuti sekitar kami menjadikan Oom Driver seperti kesulitan menemukan jalan menuju Tu ur Maasering yang menurutnya sudah lumayan sering beliau lewati untuk mengantar tamu. "Tapi itu siang hari!" Kata Oom Driver. Waduuuuh!

Di sepanjang perjalanan tersisa ini, suasana jalan yang sepertinya cenderung menanjak dan berliku suasananya sangat sepi dan relatif gelap gulita, hanya sesekali saja ada lampu penerangan jalan yang justeru menambah dramatis suasana. Bahkan ketika Oom Driver sempat menyebut dan menunjukkan lokasi Pasar Ekstrim Tomohon yang termasyhur itu, kami tidak melihat apapun selain siluet bangunan di sebelah kanan jalan kami.

Ditengah-tengah kepanikan berada di "dunia lain" yang memaksa kami untuk tidak bisa melihat apapun itu, tiba-tiba beberapa di antara kami malah merasa mabuk berat, eh mabuk darat ding! Perut terasa mual, kepala tiba-tiba terasa pening dan udara di dalam minibus terasa lebih pengab dari sebelumnya, hingga membuat beberapa di antara kami tidak tahan lagi menahan isi perut untuk tidak keluar. Hadeeeeeh! He...he...he...he.

Lansekap Unik dan Cantik Tu ur Ma'asering | @kaekaha
Lansekap Unik dan Cantik Tu ur Ma'asering | @kaekaha

Alhamdulillah, jauh selepas azan untuk salat Isya, akhirnya rombongan kami yang telah ditunggu oleh tim dari Kementerian Pariwisata dan juga tuan rumah, pemilik Tu ur Ma'asering akhirnya sampai dengan selamat di destinasi unik yang memadukan cafe-resto dengan alam pegunungan, khususnya kebun Pohon Seho di ketinggian 1.230-an meter mdpl. 

Wooow pantas saja, ketika turun dari mini bus, kami langsung disergap dengan udara dingin yang menusuk sampai ke tulang, apalagi saat itu hembusan angin di lokasi cukup kencang. Bahkan karenanya, berisiknya gesekan daun pohon seho yang jauh diatas kami bisa dengan jelas terdokumentasi dalam video.

Baca Juga Yuk! "Orkes Gitar Mama" dan Sepenggal Kisah Konservasi ala Desa Bahoi yang Menginspirasi

Tapi fragmentasi dramatis menembus "dunia lain" saat menuju Tuur Ma'asering sekejap langsung terlupakan setelah kami langsung disambut dengan hidangan tradisional Manado yang kaya rempah dan siap santap di meja-meja saji yang memang disiapkan secara khusus di tempat khusus untuk kami yang sedang kela... ah, lagi-lagi harus jujur! Kami memang sedang kelaparan...he...he...he...

Kuliner khas Manado yang Kaya Rempah Menunggu Kami | @kaekaha
Kuliner khas Manado yang Kaya Rempah Menunggu Kami | @kaekaha

Inilah yang namanya pucuk dicinta ulam pun tiba! Peribahasa ini sepertinya paling pas menggambarkan suasana hati kami ketika kami langsung berhadapan dengan berbagai kuliner khas Manado yang sudah termasyhur dengan citarasa sedapnya yang berbalut rempah cukup tebal, terutama rasa jahenya yang strong! Seperti rica-rica sapi, ayam woku, Tuna Pedas dan lain-lainnya.

Selain main menu yang memang berhasil menggoyang lidah kami, kecuali teman-teman yang memang nggak bisa dan nggak biasa menyantap masakan pedas, kami juga dibuat terkesima dengan hidangan pencuci mulut khas Manado atau Sulawesi Utara, seperti Pisang Goroho dengan cocolan sambal roa-nya yang unik dan khas, juga cucur dan klepon gendut dengan ukuran diatas rata-rata. Semuanya berukuran jumbo gaes!

Di sini, kami juga diperkenalkan dengan saguer (di Jawa Timur disebut legen) air nira bercitarasa manis yang baru saja dipanen (belum mengandung alkohol) oleh para petani nira binaan Tu ur Ma'sering yang mengelola perkebunan pohon seho (Arenga Pinnata) yang mengelilingi cafe-resto tempat kami sekarang bercengkerama.

Cucur dan Kelepon Gendut Ditemani Pisang Goroho dengan Cocoaln Sambal Roa yang Unik dan Enak | @kaekaha
Cucur dan Kelepon Gendut Ditemani Pisang Goroho dengan Cocoaln Sambal Roa yang Unik dan Enak | @kaekaha

Oiya, pernah dengar cerita pohon seho? Pohon Seho (Arenga Pinnata Merr) atau mungkin kita lebih mengenalnya sebagai pohon enau atau pohon aren, dari akar hingga pucuk daunnya semua mempunyai manfaat ekonomi dan ekologi yang cukup signifikan.

Air nira atau saguer yang telah diakui sebagai warisan budaya tak benda Indonesia, pada tahun 2021 itu di lingkungan masyarakat Sulawesi Utara biasa diolah menjadi gula aren dan Cap Tikus, minuman tradisional berkadar alkohol tinggi. 

Sedangkan dari lidi tulang daun bisa dibuat sapu dan kerajinan tangan, begitu juga dari serat ijuknya yang bisa dibuat sapu, tali-temali, perekat pasangan batu-bata pada bangunan dan juga berbagai kerajinan tangan. 

Dari buahnya yang lebat bertandan, bisa diolah menjadi kolang-kaling yang full serat dan mempunyai khasiat obat, selain juga sangat sedap dijadikan campuran es ataupun kuliner tradisional lainnya. Batang dan pelepah daun Seho, biasanya dikeringkan untuk kayu api atau kayu bakar.

Tidak hanya manfaat ekonomi saja, pohon Seho juga mempunyai manfaat ekologi yang signifikan, karena perakaran serabutnya yang kuat, keras, kokoh dan dalam, dapat mencegah erosi tanah sekaligus mengikat air. 

Itulah sebabnya, manajemen Tu ur Ma'asering terus berusaha semaksimal mungkin untuk melestarikan sekaligus memberdayakan pohon seho di sekelilingnya, berikut masyarakat petani di sekitarnya yang bergantung pada tanaman yang berhabitat pada lingkungan tanah yang mengandung air melimpah ini dalam sebuah mini konservasi yang sekarang mulai banyak menarik minat masyarakat untuk berkunjung.

Pohon Seho atau Pohon Aren di Tuur Ma'asering | @kaekaha 
Pohon Seho atau Pohon Aren di Tuur Ma'asering | @kaekaha 

Selain menikmati pemandangan eksotis dari dataran tinggi dan juga menikmati beragam kuliner tradisional Manado atau Sulawesi Utara, ada aktifitas unik dan otentik yang hanya bisa kita temukan dan lakukan di Tu ur Ma'asering saja, yaitu melihat langsung tahapan proses penyulingan saguer menjadi cap tikus pada instalasi penyulingan tradisional dari bambu yang panjangnya mencapai 50 meter.

Baca Juga Yuk! Cerita dari Kinunang, Desa (Wisata) Paling Utara di Pulau Sulawesi

Tapi, instalasi penyulingan ini tidak digunakan untuk produksi cap tikus secara reguler lo ya! Hanya di pakai untuk tujuan praktik atau demo kepada pengunjung yang datang ke Tuur Ma'asering dan ingin melihat secara langsung proses fisika pengolahan saguer menjadi Cap tikus secara tradisional.


Memang sih, bagi yang mau mencicipi Cap Tikus fresh from the penyulingan dengan kadar alkohol yang mencapai 80 persen tetap bisa kok, tapi segala resiko tetap saja jadi tanggungan sendiri ya! He...he...he... Termasuk, bila ingin menjadikannya sebagai oleh-oleh atau kenang-kenangan. 

Uniknya, untuk membuktikan tingginya kadar alkohol Cap Tikus disini, kita bisa mengujinnya langsung dengan tes "bakar nyala". Ini yang unik!

Cara kerjanya sangat mudah! Kita tinggal mengambil sampel dari tetesan air hasil penyulingan saguer dan dituangkan ke lantai atau media apa saja yang penting tahan api.

Setelah itu kita sulutkan api diatasnya dengan korek api hingga cairan terbakar dan mengeluarkan api biru yang pasti titik panasnya lumayan tinggi. Waaah ini sih yang namanya ngeri-ngeri sedap kali ya! (BDJ151224)


Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN 
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun