Selain itu, sambal masak sebenarnya juga bersaing head to head dengan bumbu kering (instan) olahan "pabrik" juga, walaupun mungkin karena secara tradisi, model bumbu kering yang sebenarnya cukup inovatif ini bukan bagian dari budaya masak Urang Banjar, maka meskipun "pertempuran" di pasar tetap ada dan tetap berpengaruh, tapi gaungnya masih kurang begitu terdengar.
Dengan bumbu-bumbu instan itu, sekarang siapa saja bisa memasak beragam masakan nasional maupun internasional dengan lebih praktis, lebih cepat dan mustinya pasti enak!
Tentu situasinya sangat berbeda ketika harus memasak, beragam kuliner tradisional (khas Banjar) yang umumnya memang memerlukan effort lebih dan kesabaran ekstra!Â
Tidak hanya bahan bumbu dan bahan bakunya yang lebih banyak dengan takaran yang harus di mixing sendiri pula, durasi memasaknya juga jauh lebih lama dan cenderung dianggap lebih melelahkan, meskipun sudah menggunakan sambal jadi yang dibeli di warung atau pencerekenan.
Baca Juga Yuk! Tanda Tanya dalam Sepiring Mie Bancir, Khas Kota Banjarmasin nan Bungas
Efek sampingnya, sekarang sudah mulai terlihat! Selain bukti faktual semakin berkurangnya permintaan sambal di pasaran, sebagian besar keluarga muda Urang Banjar, saat ini memang terlihat enggan untuk memasak kuliner tradisional yang dianggap tidak praktis dan kalaupun ingin menikmati, lebih memilih untuk membelinya di kedai atau rumah makan saja.
Inilah salah satu bentuk fenomena atau perubahan perilaku konsumen/keluarga yang sekarang telah terjadi di Kalimantan Selatan. Bagaimana di daerahmu kawan?
Memang, penurunan permintaan pasar tidak terjadi pada semua jenis sambal, malah ada beberapa jenis sambal yang pada waktu-waktu tertentu, permintaannya justeru naik signifikan.
Biasanya, kapasitas produksi akan dinaikkan secara bertahap pada bulan-bulan hijriah tertentu, terutama di bulan-bulan yang dianggap baik oleh Urang Banjar untuk melaksanakan acara atau hajatan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!