Tidak hanya cerita tentang luar biasa uniknya Kaghati Kolope saja yang membuat Pak De jadi begitu ngangeni bagi saya dan teman-teman saat itu. Cerita tentang jenis atau spesies itik unggul bernama Itik Alabio, detailnya juga masih lekat dalam ingatan saya sampai saat ini.Â
Uniknya, kalau dulu saya dan teman-teman terpesona dengan "cerita superior" itik alabio si ternak unggul asli Indonesia yang tahan penyakit, lebih montok, juga telur bergizi tinggi karena habitatnya di rawa, sehingga bagian kuning telurnya berwarna kemerah-merahan dan lebih besar dari kuning telur dari jenis itik lainnya, maka entah kebetulan atau tidak! Akhirnya saya menetap di Kalimantan Selatan beberapa dekade berikutnya dan akhirnya saya membuktikan sendiri kesaktian Pak De, terutama terkait Itik Alabio!
Baca Juga Yuk! Het Paradijs Van Java, Menjelajah Surga Sumedang Lewat Buku
Ternyata Itik Alabio yang diceritakan Pak De di bangku SD dulu memang bukan isapan jempol semata. Spesies itik unggulan asli Indonesia atau tepatnya asli Kalimantan Selatan ini memang pernah menjadi rajanya itik, walaupun sekarang mungkin sudah mulai berbagai dengan spesies itik-itik hasil persilangan dari berbagai ras yang membanjiri pasar di Indonesia.
Luar biasanya, akhirnya saya baru tahu kalau nama Alabio yang tersemat pada spesies unggas yang pernah menjadi rajanya itik unggulan di Indonesia itu ternyata diambil dari nama kampung di pedalaman pahuluan sungai atau sekarang kita kenal sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara, 1 dari 13 kabupaten/kota di Kalimantan Selatan.Â
Jangan-jangan cerita Pak De juga yang mengantarkan saya sampai menjelajah bumi Kalimantan, hingga akhirnya menetap di Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!?
Frasa "sak ndayak!" nan Ikonik
Selain itu, saat memaparkan cerita-cerita indah dan beragamnya kekayaan alam dan budaya nusantara dari Sabang sampai Merauke, ada ungkapan berbentuk frasa unik yang entah sadar atau tidak, sering dilontarkan oleh Pak De saat menggambarkan sesuatu atau bilangan yang bermakna sangat banyak, yaitu frasa "sak ndayak!". Pernah dengar?
Menurut Pak De, frasa "sak ndayak!" ini konon merujuk pada banyaknya jenis atau macam suku Dayak yang mendiami Pulau Kalimantan. Saat mendengarkan penjelasan Pak De untuk pertama kalinya, jelas saja anak-anak SD seusia kami saat itu masih belum paham maksud dari penjelasan Pak De tersebut.
Tapi sekali lagi, ketika saya menetap di Kalimantan Selatan beberapa dekade berikutnya, saya baru paham terhadap maksud Pak De yang menyebut Suku Dayak mempunyai banyak jenis. Ternyata, suku dayak itu memang mempunyai banyak rumpun yang masing-masing terbagi lagi menjadi beberapa ratusan sub suku yang masing-masing juga mempunyai tradisi dan budaya yang berbeda-beda, termasuk bahasa. Wooow keren kan?
Baca Juga Yuk! Laksa Banjar, "Kehangatan" Kuah Ikan Gabus Full Rempah dari BanjarmasinÂ