Sebulan terakhir, masyarakat di kawasan 3 Banjar, yaitu Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar yang beribukota di Martapura dan kotaku Banjarmasin, dihebohkan dengan viralnya pembukaan "masal" kedai bubur ayam baru!
Tidak tanggung-tanggung, kedai bubur ayam berlabel khas Banjar, bertitel "Doa Kuitan" itu langsung membuka outlet di 30 titik sekaligus. Wooooow!
Sejak saat itu, warganet dengan berbagai aplikasi medsosnya, juga media lokal di laman masing-masing, beramai-ramai mengabarkan antrian mengular pembeli di kedai bubur yang terus bertambah dan bertambah di setiap paginya, bahkan sampai pagi hari ini, setelah tiga bulan berlalu.
Tidak heran, meskipun baru buka setelah subuh, jauh sebelumnya ada saja pembeli yang rela antri untuk semangkuk bubur ayam khas Banjar yang konon katanya, menurut para pereviewnya di beberapa aplikasi kulineran, dasar liwar nyamannya, hingga ratingnyapun nyaris sempurna.
Tak ayal, warganet juga membandingkan citarasanya dengan bubur ayam khas Banjar lainnya, terutama Bubur Ayam Barakat Kuitan, yang konon tidak hanya sebelas-dua belas saja, tapi juga identik!
Terang saja, "kehebohan" ini mengundang berbagai media arus utama untuk datang, meliput dan selanjutnya semakin memviralkan kedai bubur ayam yang namanya juga otentik Banjarnya, Doa Kuitan yang berarti doa orang tua!
Konon, semua tidak lepas dari humble-nya Haji Hasan, sang pemilik yang selalu "welcome"Â kepada siapa saja, apalagi kepada jurnalis sepertiku yang biasa mencari tahu "rahasia dapurnya".
Bahkan, Haji Hasan sudah biasa mengadakan media gathering untuk memperkenalkan proses pembuatan bubur ayamnya, langsung di "dapurnya". Keren kan!
Tapi...
Jujur, viralnya bubur ayam Doa Kuitan ini sangat mengganggu usaha keluarga besarku yang sebenarnya telah eksis lebih dari 5 dekade silam, sejak dirintis Hajjah Maryam, datukku di akhir era 60-an! Bubur Ayam khas Banjar "Barakat Kuitan".
Kamilah yang pertama menjual bubur ayam khas Banjar, hingga menjadi trademark, sekaligus langganan pejabat dan tokoh-tokoh lokal hingga nasional.
Tidak hanya itu, banyak juga kantor-kantor pemerintahan, kedinasan, sekolah dan juga pelaku usaha swasta yang secara reguler menjadi pelanggan bubur ayam kami terutama di haji Jumat.
Sayang, sejak enam bulan terakhir omset kami terus turun. Apalagi di dua bulan terakhir, setelah tidak ada satupun kantor-kantor yang order! Tentu saja, kami kebingungan mendapati fenomena ini! Apa iya, semuanya karena Doa Kuitan?
"Ji, dari mana ya resep bubur paman Hasan tu? Bujur juakah sidin memakai pesugihan Tulang belulang?" Tanya Acil Inah juru masak kami, kepadaku saat kita menyiapkan bahan bubur.
"Darimana pula Sidin dapat modal, bukanya sudah bangkrut!?" Giliran Acil Leha partner masak Acil Inah angkat bicara.
"Sabanjaran sudah kabarnya! Banyak yang melihat, setiap tengah malam, paman Hasan keliling kota menyebar tulang belulang!" Ujar Acil Inah lagi.
"Sudahlah cil jangan ghibah ah!". Jawabku menetralisir suasana, meskipun sebenarnya aku juga penasaran.
Haji Hasan, pemilik bubur ayam "Doa Kuitan" yang viral itu, sejatinya memang bukan orang lain bagi keluarga besar kami, pemilik bubur ayam "Barakat Kuitan".
Karena, Haji Hasan adalah saudara kembar dari kakekku, Haji Husin, generasi kedua penerus usaha bubur ayam "Barakat Kuitan". Keduanya adalah putera kembar dari Hajjah Maryam, Datukku.
Menurut ibuku, Bunda Noor, dulu Kai Hasan tidak mau meneruskan usaha bubur ayam, konon mengaku lebih cocok dengan usaha bengkel dan toko onderdil datuk yang juga bernama "Barakat Kuitan".
Hingga usaha bubur, akhirnya diteruskan Kai Husin, kakekku, hingga sekarang turun ke aku, generasi keempatnya.
Sayang, bengkel dan toko onderdil yang dikelola Kai Hasan hingga menjadi salah satu yang terbesar di Banjarmasin itu, ujung-ujungnya malah disita bank, karena diagunkan menantunya untuk usaha batubara yang belakangan, disebut-sebut oleh polisi yang menangkap menantunya, sebagai tambang ilegal.
Sejak saat itulah kepemilikan usaha Bubur Ayam "Barakat Kuitan" digoyang Kai Hasan, hingga berujung di meja hijau, bahkan sampai ke mahkamah agung segala!
Tapi tetap saja, keluarga kamilah yang dianggap lebih berhak dan patut mengelola Kedai Bubur Ayam "Barakat Kuitan" oleh pengadilan.
Tapi apa iya, gara-gara itu, Kai Hasan berubah, bahkan sampai memakai pesugihan untuk usahanya!?
Baca Juga Cerpen Juara! "Kongsi Dukun Lintrik"
Langit hitam lepas tengah malam itu masih menyisakan rintik hujan, ketika dari kejauhan terdengar tiang listrik yang dipukul dua kali oleh wakar.
Seperti biasanya, bunyi ini menjadi tanda dimulainya aktifitas dapur di kedai bubur ayam kami yang selalu diawali dengan shalat malam dan doa bersama yang dipimpin Kai Husin, tapi khusus malam Jumat, karena beliau memilih "bermalam" di Masjid Raya Sabilal Muhtadin, makanya akulah yang memimpin doa bersama kali ini.
Selesai membuka dapur kedai, biasanya aku langsung pulang untuk menuntaskan kerinduanku padaNya, sambil menunggu kumandang adzan Subuh. Tapi tidak kali ini!
Aku ingin sekali keliling kota, menghirup udara segar di awal pagi, sekalian nanti shalat subuh di Masjid Raya Sabilal Muhtadin saja, kebetulan Kai Husin yang menjadi imam shalatnya.
"Ah segaaaaarnya!"Â Gumamku dalam hati.
Setelah puas berkeliling kota, aku langsung menuju masjid terbesar di Kalimantan Selatan yang memang nggak ada matinya ini! Apalagi di malam Jumat, seperti sekarang.
Langsung menuju ke ruang khusus imam masjid tempat Kai Husin biasanya menunggu datangnya shalat Subuh, aku dikejutkan oleh obrolan dari dua orang yang sangat kukenal suara dan juga gaya bicaranya dari dalam ruangan.
"Kai Hasan!?" Gumamku dalam hati. Ini benar-benar surprise. Sungguh! Sejak ada masalah sengketa, komunikasi kami dengan keluarga Kai Hasan benar-benar beku. Bagaimana bisa, tiba-tiba beliau bersama Kai Husin!?
Belum sempat kuketuk pintu, tiba-tiba pintu terbuka.
"Rizal!? Waaah pucuk dicinta ulam pun tiba. Ayo masuk jurnalis!" Kai Hasan yang tadinya mau keluar ruangan, langsung menarikku ke dalam.
"Baru saja, kami selesai membicarakanmu! Ayo duduk, kai pesankan minuman dulu di kantin!" Setelah menuntunku duduk, Kai Hasan langsung keluar ruangan.
"Ada apa ini kai?" Tanyaku kepada Kai Husin.
Bukannya menjawab pertanyaanku, sidin justru memberiku sebuah buku tebal mirip buku harian dengan sampul muka bertuliskan Karindangan yang tampak sudah usang dan tua.
"Itu buku catatan peninggalan datukmu, Hajjah Maryam! Disitu ada banyak rahasia yang akan menjawab semua keingintahuanmu. Bacalah cu!" Kata Kai Husin.
Di halaman pertama, aku langsung menemukan prasasti tulisan tangan datuk, "Untuk Hasan dan Husin, Putra kembarku tersayang!", berikut catatan yang mengerucut pada sebuah pesan pada keduanya untuk terus menjaga silaturahim apapun yang terjadi. Menurut Datuk, itulah ikhtiar merajut kasih sayang paling nyata.
"Masha Allah, ini ternyata alasan Sidin berdua tetap menjaga silaturahmi, meskipun bekas luka akibat sengketa belum juga mengering", Gumamku dalam hati.
Selanjutnya, berbekal penanda halaman buku yang sepertinya sengaja dibuat Kai Husin, aku menemukan catatan resep-resep orisinil dan otentik masakan khas Banjar tulisan tangan datuk, seperti sop, soto sampai bubur ayam asli khas Banjar.
"Oooooh ini ternyata kitab induknya kuliner keluarga kami!" Terjawab sudah dari mana Kai Hasan mendapatkan resep buburnya yang identik. Tapi modal usahanya? Masa iya benar-benar dari "pesugihan tulang belulang"?
Baru saja aku membatin masalah "pesugihan tulang belulang", tiba-tiba dari halaman buku yang baru saja aku balik, terpampang dengan jelas sebuah judul tulisan tangan dari datuk, "Rahasia Pesugihan" yang tentu saja membuatku syok dan terkejut!Â
Apalagi setelah di halaman berikutnya aku menemukan juga sebuah tulisan tangan berjudul "Rahasia Pesugihan Tulang Belulang". Badanku langsung lemas seperti tak bertulang dibuatnya.
Astaghfirullah! Ternyata pesugihan tulang-belulang memang benar-benar ada! Bahkan datukku sendiri pelakunya!
Eiiiiits, tapi tunggu dulu...
Aaaah bodohnya aku! Hampir saja aku tertipu! Inilah akibat dari kebiasaan kita, eh... kebiasaanku, masih saja malas membaca sampai selesai.
Setelah kubaca sampai habis, baru aku paham. Ternyata yang dimaksud datukku pesugihan tulang belulang itu, sebenarnya justeru bentuk sedekah, berbagi rejeki, berbagi kasih sayang dalam bentuk makanan kepada makhluk ciptaanNya yang lain.
Jadi, tulang yang disebut-sebut untuk pesugihan itu, tulang-belulang ayam sisa bubur ayam, berikut tulang rawan dan sedikit daging yang memang sengaja disisakan oleh datuk untuk dibagi kepada kucing, binatang kesayangan sidin.
"Datukmu yang mengajarkan ilmu pesugihan tulang belulang itu, agar usaha bubur ayam semakin berkah! Hasan sudah melakukannya, kamu kapan!?" Tanya Kai Husin kepadaku.
(BDJ 010824)
Kamus Bahasa Banjar :
Acil: Tante, bulik
Barakat: Berkat orang tua
Bujur: Benar
Dasar liwar nyamannya: memang luar biasa enaknya
Datuk: Kakek/Nenek Buyut
Jua: Juga
Kai: Kakek
Karindangan: Kangen, rindu
Kuitan: Orang tua
Paman: Paklik, Om
Sidin: Beliau
Wakar: Petugas Jaga Malam
Semoga menginspirasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H