Sayang, bengkel dan toko onderdil yang dikelola Kai Hasan hingga menjadi salah satu yang terbesar di Banjarmasin itu, ujung-ujungnya malah disita bank, karena diagunkan menantunya untuk usaha batubara yang belakangan, disebut-sebut oleh polisi yang menangkap menantunya, sebagai tambang ilegal.
Sejak saat itulah kepemilikan usaha Bubur Ayam "Barakat Kuitan" digoyang Kai Hasan, hingga berujung di meja hijau, bahkan sampai ke mahkamah agung segala!
Tapi tetap saja, keluarga kamilah yang dianggap lebih berhak dan patut mengelola Kedai Bubur Ayam "Barakat Kuitan" oleh pengadilan.
Tapi apa iya, gara-gara itu, Kai Hasan berubah, bahkan sampai memakai pesugihan untuk usahanya!?
Baca Juga Cerpen Juara! "Kongsi Dukun Lintrik"
Langit hitam lepas tengah malam itu masih menyisakan rintik hujan, ketika dari kejauhan terdengar tiang listrik yang dipukul dua kali oleh wakar.
Seperti biasanya, bunyi ini menjadi tanda dimulainya aktifitas dapur di kedai bubur ayam kami yang selalu diawali dengan shalat malam dan doa bersama yang dipimpin Kai Husin, tapi khusus malam Jumat, karena beliau memilih "bermalam" di Masjid Raya Sabilal Muhtadin, makanya akulah yang memimpin doa bersama kali ini.
Selesai membuka dapur kedai, biasanya aku langsung pulang untuk menuntaskan kerinduanku padaNya, sambil menunggu kumandang adzan Subuh. Tapi tidak kali ini!
Aku ingin sekali keliling kota, menghirup udara segar di awal pagi, sekalian nanti shalat subuh di Masjid Raya Sabilal Muhtadin saja, kebetulan Kai Husin yang menjadi imam shalatnya.
"Ah segaaaaarnya!"Â Gumamku dalam hati.
Setelah puas berkeliling kota, aku langsung menuju masjid terbesar di Kalimantan Selatan yang memang nggak ada matinya ini! Apalagi di malam Jumat, seperti sekarang.