Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kongsi Dukun Lintrik

9 Juli 2024   14:46 Diperbarui: 9 Juli 2024   15:07 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartu Lintrik |  via blogspot.com

Tiga hari sudah aku nggak doyan makan apapun. Setiap si Bambang, Budi dan juga siBagus, sahabat-sahabatku memancing selera makanku, bahkan sampai menyuapiku  makanan-makanan enak favoritku seperti soto daging "Jombangan", Rawon "Suroboyoan", sampai tahu campur juga Soto ayam khas Lamongan yang sedepnya nggak ketulungan itu, semuanya aku muntahkan!

Tadi malam! Bu Haji Udin, ibu kosku yang sudah seperti ibuku sendiri itu, sepulang dari Bangkalan juga membawakanku oleh-oleh Bebek Sinjay, kuliner kesukaanku. Sayang, ini juga tidak membantu! Bahkan baru mencium baunya saja, kepalaku langsung pusing!

Kata Mas Bayu, mantri puskesmas yang di kamar sebelah, aku stres dan asam lambungku meresponnya hingga over dosis!

"Gus, kita bawa Bintang ke ustad Burhan aja yuk! Kasihan seperti ini terus." Bambang, sahabatku  sekampung itu mencoba memberi solusi untuk keadaanku yang tidak juga membaik meskipun sudah minum obat dan dirawat Mas Bayu.

"Kok ke Ustad Burhan!? Memangnya dibawa kesana si-Nina bisa balik lagi?" Si-Budi sahabatku yang paling pragmatis ini selalu mempunyai cara berbeda untuk menyelesaikan masalah!

"Lha terus, yok opo Iki!?" Giliran si-Bagus bertanya.

"Kita bawa ke Bi' Ikah aja gimana?" Ide pragmatis Budi keluar kagi.

"Bi' Ikah sopo?" Tanya Bagus lagi.

"Itu, dukun lintrik di kampung sebelah" Jawab Si Budi, enteng saja!

Mendengar jawaban si Budi, tidak hanya Bagus dan Bambang saja yang terkejut dan melongo berbarengan, aku yang lemaspun juga ikutan melongo dibuatnya!

"Lintrik!?" Tanya Bambang dan Budi hampir berbarengan.

"Lintrik pelet!?" Tanyaku mempertegas.

"Syaratnya gampang kok! Bi' Ikah hanya perlu foto Nina, sama duit 20 ribu saja, dijamin dia akan nangis bombay tergila-gila lagi sama Bintang!" Budi berusaha meyakinkan idenya untuk mengembalikan kehidupanku  yang menurutnya sedang tidak baik-baik saja, gara-gara Nina!

Ya, Nina kekasihku, eh mantan kekasihku yang tidak ada angin dan tak ada hujan tiba-tiba minta bubaran!

Konon, menurut Briana teman sekelas si-Budi yang juga teman sekosan si-Nina, mantanku itu lagi bermain api dengan anak ibu kosnya yang baru saja lulus dari luar negeri.

"Aaaaah pantas saja!" Gumamku dalam hati. Nggak ada alasan untuk mikir panjang lagi, aku terima saja ide si-Budi, mengembalikan Nina ke pelukanku dengan lintrik!

Ya, dengan lintrik! Ilmu pengasihan kuno yang konon akan melibatkan setan sekuburan untuk membuat Nina kembali bertekuk lutut, bahkan tergila-gila yang segila-gilanya kepadaku. Puaaaaaaaas! Tahu aja setan-setan itu yang kumau!

Karenanya, meski badanku masih lemas, menanggung pening dan perut yang masih saja mual, aku tetap bergegas mencari foto-foto Nina di tumpukan baju dalam lemari untuk kubawa ke Bi' Ikah nanti malam.

Adzan Isya baru saja membahana di angkasa, tapi lingkungan rumah Bi'Ikah di ujung kampung ini sudah serasa di tengah malam, sunyi-senyap dan hanya menyisakan sesekali derik serangga di kejauhan yang bikin bulu kuduk suka berdiri sendiri.

Di ruangan praktik khususnya, kami berempat plus Bi' Ikah, terlibat langsung detik-detik ritual yang sebelumnya hanya kulihat dalam film dan sinetron-sinetron itu.

Bi' Ikah terus melafalkan mantra-mantra asing yang hanya samar terdengar, saat jari-jari di kedua tangannya memainkan kartu-kartu ceki itu. Sambil sesekali memeriksa pesan yang muncul dari lembar-lembar kartu yang terjatuh di meja, sorot tajam mata Bi' Ikah tidak lepas dari menatap foto Nina. "Ah, kok jadi serem ya!?"

Sepulang dari Bi'Ikah, kami tidak langsung pulang ke kos-kosan. Budi mengajak kami bertiga refreshing dulu,  cangkru'an dulu di warung Cak Badar, kedai langganan kita berempat yang lokasinya hanya sepelemparan batu saja dari kosan kita, ngopi!  

Budi mentraktir kami angsle panas atau susu putih hangat campur madu, dua menu malam andalan warungnya Cak Badar yang katanya baik untuk menghangatkan perut, sekaligus menetralisir asam lambungku. Waaah sedaaaaap betul ini!

Tapi belum lagi aku menikmati angsle panasku, tiba-tiba datang si Hasan anaknya ibu kos yang katanya sudah mencariku kemana-mana sedari tadi.

"Mas Bintang, disuruh pulang ibu sekarang! Ada Mbak Nina di kosan!" Ujar Hasan.

Mendengar ucapan Hasan, kami berempat hanya bisa saling pandang dan segera bergegas pulang menuju kosan, kecuali Budi.

"Tok cer!" Teriak Budi sambil mengacungkan jempolnya.

Begitu melihat kami datang, Bu haji Udin langsung menjewer kupingku dan menjauh dari teman-temanku.

"Habis kau apakan Nina, bisa gila begitu!?" Bisik beliau.

"Memangnya kenapa Bu Haji!?" Tanyaku, penasaran juga.

"Nina telanjang bulat dikamar tamu, ngigau kamu! Kenapa begitu...?" Tanya Bu haji, masih dengan menjewer telingaku.

Banjarmasin nan Bungas! 090724

Kongsi | dok. Kompasiana
Kongsi | dok. Kompasiana

Kongsi | dok. Kompasiana
Kongsi | dok. Kompasiana

Cek even Kongsi disini!

https://bit.ly/KONGSIVolume1

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN 
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun