Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari "Tangan Dingin" Bu Puni, Menerangi Pelosok Negeri dengan Air

20 Juni 2024   21:53 Diperbarui: 20 Juni 2024   22:25 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gledekan/Becak Lawu | antaranews.com

Diawali dengan membangun PLTMH di Dusun Palanggaran dan Cicemet, enklave Gunung Halimun, Sukabumi pada 1997, sejak saat itu "tangan dingin" Bu Puni dengan berbekal air, terus menerangi  desa-desa terpencil di pelosok negeri.

Mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,  Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Sulawesi Selatan, Sumba, Papua, Kalimantan Timur, Maluku, Seram Barat, Tana Toraja, bahkan juga Filipina dan beberapa negara di Afrika yang sedang melakukan penjajakan kerjasama serius.

Desa-desa terpencil yang dulunya gelap gulita, sekarang terang benderang, sehingga potensi ekonominya bisa diberdayakan secara maksimal, untuk membangun peradabannya sendiri secara mandiri.

Untuk itu, Bu Puni biasa berhari-hari tinggal di desa-desa terpencil, mengeksplorasi kekayaan energi alamnya, mengumpulkan beragam data yang diperlukan, terutama potensi mikro Hidro dan daya dukung lingkungannya.

Selain itu, Bu Puni juga membangun komunikasi dengan masyarakat setempat guna memastikan kesiapan mereka untuk terlibat dalam pembangunan, pemeliharaan, hingga perawatan  PLTMH yang didanai oleh pihak swasta dengan komposisi kepemilikan berbagi dua tersebut.

Mengingat potensi PLTMH ini tidak hanya berupa akses listrik semata, tapi juga profit secara ekonomi, maka PLTMH wajib dikelola secara profesional. Sehingga perlu dibentuk badan hukum koperasi untuk mengorganisir semua kepentingan ekonomi dan sosialnya agar transisi energi adil bisa benar-benar adil dirasakan masyarakat.

Kedepannya, separuh keuntungan yang menjadi hak masyarakat, bisa dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam skema dana sosial untuk kesejahteraan bersama. Bisa dalam bentuk dana bergulir untuk modal usaha, subsidi kesehatan, bantuan biaya pendidikan, dana reboisasi dll.

Selanjutnya, untuk menjaga eksistensi PLTMH, agar tetap bisa mendapatkan pasokan air untuk menjalankan fungsinya secara berkelanjutan, Bu Puni juga memetakan daerah tangkapan air di hulu sungai untuk memastikan ketersediaan area hutan minimal seluas 30 kilometer persegi yang wajib dijaga kelestariannya.

Disini, Bu Puni melibatkan masyarakat lokal secara penuh untuk aktif menjaga kelestarian hutan di sekitar lingkungan desa dari berbagai kemungkinan kerusakan yang tentunya akan memberi dampak positif bagi keseimbangan alam sekaligus  mereduksi dampak perubahan iklim global, termasuk upaya menekan Net Zero Emmision. 

Apa yang bisa kita pelajari dari tangan dingin Bu Puni yang begitu gigih menerangi desa-desa terpencil dengan air?

Satu yang paling krusial, Bu Puni telah membuktikan sekaligus membuka mata kita, bahwa perempuan juga bisa mengambil peran strategis dalam menjembatani transisi energi berkelanjutan, guna mewujudkan kedaulatan energi sekaligus menghadapi berbagai tantangan dan ancaman perubahan iklim di masa depan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun