Saat ini, wilayah Kalimantan Selatan sedang memasuki musim hujan yang sempurna. Setiap harinya, hujan turun secara merata hampir di semua wilayah dengan durasi yang lumayan lama dan dengan intensitas curah hujan yang cukup tinggi.
Situasi ini jelas menjadikan kantong-kantong air di perairan darat yang mendominasi sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan debit airnya menjadi naik, begitu juga dengan tinggi permukaannya.
Baca Juga : Ini Senayan, Hari Senin-nya Urang BanjarÂ
Nah ini yang unik! Saya yakin banyak yang belum ngeh, kalau perubahan debit air termasuk ketinggian permukaan kantong-kantong air, seperti sungai dan rawa ini ternyata memberi dampak sosial luar biasa di Kalimantan Selatan. Apa itu!? Banjir? Kebanjiran? Atau...
Ternyata, disaat " banyu dalam", ketika debit air dan ketinggian permukaan juga naik, ada siklus kehidupan dari salah satu biota air tawar penghuni sungai dan rawa yang kebetulan "menguasai hajat hidup Urang Banjar", sedang berada di titik sensitif, sehingga kemudian berdampak luar biasa bagi kehidupan sosial, ekonomi dan budaya Urang Banjar. Ada yang tahu siapa dia?
Di musim hujan, di saat curah hujan sedang tinggi-tingginya, Ikan haruan (Channa Striata) atau ikan gabus "si penguasa hajat hidup Urang Banjar" ini menjadi sangat sulit di dapat dengan menggunakan alat tangkap tradisional yang dipakai sehari-hari oleh Urang Banjar.
Karena sulit didapat, harga ikan haruan bisa naik melewati batas rasional, adakalanya bisa sampai lebih mahal dari daging sapi lho!
Hingga menyebabkan banyak warung makan dan juga industri kecil seperti pembuat rabuk haruan alias abon haruan, kerupuk haruan, sampai pengolah paparutan haruan atau olahan kuliner dari jeroan ikan haruan yang terlanjur bergantung kepadanya terpaksa libur produksi dan libur jualan.
Endingnya, angka inflasi di Kalimantan Selatan dipastikan akan meroket! Semua hanya karena si ikan haruan alias si-ikan gabus saja yang saat banyu dalam sedang asyik-asyiknya mengasuh anak!
Menurut para paunjunan haruan alias para pemburu ikan gabus, ada dua momen ikan haruan memang sulit didapat, yaitu saat musim hujan, ketika para indukan sedang mengasuh anaknya sekaligus menjaga mereka dari para predator, yang salah satunya adalah makhluk bernama manusia!
Baca Juga :Â Halang, Alang dan Elang dalam Pusaran AdaptasiÂ
Sedangkan momen keduanya adalah ketika ikan haruan dalam keadaan beguam atau saat siklus tertentu ketika haruan sama sekali tidak mau makan makanan asing.
Sayangnya, berbeda dengan siklus hidup mengasuh anak di musim hujan yang bisa diprediksi, maka siklus beguam ini belum diketahui secara pasti periodisasi dan juga waktu aktualnya.
Kalau berada dalam situasi ini, beragam teknik menangkap ikan gabus tradisional dengan cara maunjun atau memancing dengan beragam teknik turunannya yang secara reguler bisa dengan mudah mendapatkan ikan gabus di seputaran Kalimantan Selatan, maka di musim hujan jangan harap!
Memang, kalau ada kebutuhan mendesak bisa saja mendatangkan ikan haruan dari daerah tetangga, seperti dari Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah yang juga sama-sama dikenal penghasil sekaligus penikmat ikan haruan. Tapi karena harganya yang otomatis jauh lebih mahal dan belum tentu juga barangnya ada, pasti menjadi kendala tersendiri bagi sebagian besar masyarakat di Kalimantan Selatan.
Kalau sudah begini, biasanya memang ada sebagian warung makan yang berkompromi, mengganti ikan haruan dengan ikan tauman atau ikan toman.
Ikan yang masih "bersaudara" dengan ikan haruan ini secara fisik memang sangat mirip dengan ikan haruan, tapi sayangnya Urang Banjar tidak begitu menyukai jenis ikan predator yang sekarang juga banyak dijadikan ikan hias, karena gradasi warna dan ragam motif mirip batik di tubuhnya yang memang cantik.
Konon, selain tekstur dagingnya yang lebih keras dan kasar jika dibandingkan dengan daging ikan haruan, daging ikan toman juga dianggap kurang juicy alias "kurang manis" kalau kata Urang Banjar, sehingga dirasakan kurang pas dengan beragam kuliner khas Urang Banjar yang sejak jaman nenek moyang memang hanya menggunakan ikan haruan saja.
Memang, dari banyak penelitian menyebutkan diantara ikan haruan dan ikan Toman sama-sama mempunyai kandungan nutrisi yang luar biasa banyak manfaatnya.
Karena itulah, kalau tidak karena terpaksa, sebagian besar Urang Banjar tidak mau menyantap ikan tauman dan terpaksa memilih lauk lain untuk teman makan nasi kuning, lontong ataupun ketupat Kandangan yang memang identik dengan lauk ikan haruan.
Semoga Bermanfaat!
Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H