Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Andok Sate-Gule "Kongklengan" Citarasa Legendaris Kuliner Mediunan

19 November 2023   07:07 Diperbarui: 19 November 2023   13:49 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

Baca Juga :  Menikmati "Citarasa Pulang Kampung" di Mie Ayam Solo Mas Sidik

Mengunjungi kedai sate-gule yang sekarang sudah dikelola oleh generasi ke-3 yang dipertegas dengan spanduk di bagian dalam warung yang berbunyi "Sate Gule Kambing - Anak Pak Min Brengos" ini, kita akan disambut oleh ublik raksasa yang lebih mirip dengan obor di bagian depan luar warung.

"Anak Pak Min Brengos", Generasi ke-3 | @kaekaha

Ada cerita unik dibalik ublik raksasa ini. Selain sebagai penanda warung sedang buka dan masih ada stok, lampu tradisional ini juga  pengingat bagi generasi anak-cucu Pak Min Brengos yang dulu memulai usaha jualan sate-gule ini dengan cara dipikul berkeliling kampung dengan ublik raksasa ini sebagai penerangan sekaligus teman di sepanjang jalan.

Baca Juga :  Selada Banjar, "Kuliner Anomalis" Beraroma Eropa Bercita Rasa Banua

Bahkan menurut Mbah Kakung yang kenal baik dengan Pak Min Brengos, jualan sate-gule keliling dengan cara dipikul dengan beban puluhan sampai ratusan kilo ini, konon juga menjadi ujian mental dan kesungguhan bagi anak-cucu Pak Min Brengos yang baru akan memulai jualan sate-gule, sebelum mereka membuka warung atau kedai yang manggon atau menetap! Yah, intinya sih jas merah alias jangan sekali kali melupakan sejarah!

Gentong atau Tempayan Wadah Gule | @kaekaha
Gentong atau Tempayan Wadah Gule | @kaekaha

Memasuki warung sate-gule saat ini, memang ada sedikit lay out ruangan yang berubah jika dibandingkan dengan era 80-an, walupun pusat energinya tetap sama, yaitu seperangkat pikulan untuk jualan sate-gule keliling, dengan gentong untuk kuah gule di kanan dan kontainer “tradisional” untuk wadah ubarampe jualan sate-gule di kiri si ibu penjual. Nah ini juga baru! Dulu penjual sate-gule tidak ada yang perempuan, termasuk cantrik atau pembantunya, semua laki-laki.

Baca Juga :  Berburu "Bebek Kaki Lima", Menikmati Romantisme Kuliner Jalanan Legendaris Nusantara

Dulu, pembeli hanya disediakan lincak atau kursi panjang dari bambu dengan setting melingkar di kiri-kanan dan depan pikulan dan penjualnya tanpa meja. Jadi cara makannya, kita hanya menggunakan tangan kiri untuk menyangga piring yang berisi nasi dan kuah gule panas. Woooooow!

Sekarang, selain lincak di depan penjual yang masih dipertahankan, juga ada kursi dan meja di depan dan belakang penjualnya. Selayaknya warung makan pada umumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun