Baca Juga : Menikmati "Citarasa Pulang Kampung" di Mie Ayam Solo Mas Sidik
Mengunjungi kedai sate-gule yang sekarang sudah dikelola oleh generasi ke-3 yang dipertegas dengan spanduk di bagian dalam warung yang berbunyi "Sate Gule Kambing - Anak Pak Min Brengos" ini, kita akan disambut oleh ublik raksasa yang lebih mirip dengan obor di bagian depan luar warung.
Ada cerita unik dibalik ublik raksasa ini. Selain sebagai penanda warung sedang buka dan masih ada stok, lampu tradisional ini juga pengingat bagi generasi anak-cucu Pak Min Brengos yang dulu memulai usaha jualan sate-gule ini dengan cara dipikul berkeliling kampung dengan ublik raksasa ini sebagai penerangan sekaligus teman di sepanjang jalan.
Baca Juga : Selada Banjar, "Kuliner Anomalis" Beraroma Eropa Bercita Rasa Banua
Bahkan menurut Mbah Kakung yang kenal baik dengan Pak Min Brengos, jualan sate-gule keliling dengan cara dipikul dengan beban puluhan sampai ratusan kilo ini, konon juga menjadi ujian mental dan kesungguhan bagi anak-cucu Pak Min Brengos yang baru akan memulai jualan sate-gule, sebelum mereka membuka warung atau kedai yang manggon atau menetap! Yah, intinya sih jas merah alias jangan sekali kali melupakan sejarah!
Memasuki warung sate-gule saat ini, memang ada sedikit lay out ruangan yang berubah jika dibandingkan dengan era 80-an, walupun pusat energinya tetap sama, yaitu seperangkat pikulan untuk jualan sate-gule keliling, dengan gentong untuk kuah gule di kanan dan kontainer “tradisional” untuk wadah ubarampe jualan sate-gule di kiri si ibu penjual. Nah ini juga baru! Dulu penjual sate-gule tidak ada yang perempuan, termasuk cantrik atau pembantunya, semua laki-laki.
Baca Juga : Berburu "Bebek Kaki Lima", Menikmati Romantisme Kuliner Jalanan Legendaris Nusantara
Dulu, pembeli hanya disediakan lincak atau kursi panjang dari bambu dengan setting melingkar di kiri-kanan dan depan pikulan dan penjualnya tanpa meja. Jadi cara makannya, kita hanya menggunakan tangan kiri untuk menyangga piring yang berisi nasi dan kuah gule panas. Woooooow!
Sekarang, selain lincak di depan penjual yang masih dipertahankan, juga ada kursi dan meja di depan dan belakang penjualnya. Selayaknya warung makan pada umumnya.