Ada banyak alasan, penikmat kuliner pada akhirnya mempercayakan pleasure lidahnya kepada jenis kuliner-kuliner tertentu dan atau juga pada destinasi atau warung-warung makan dan juga kedai-kedai yang tertentu juga untuk mendapatkan kenikmatan dan kepuasan berkuliner yang paripurna.
Begitu juga sebaliknya dengan rumah makan, kedai dan warung-warung destinasi kulineran, mereka tentunya juga punya sejuta cara untuk bisa memberikan pengalaman berkuliner yang paripurna kepada semua penikmat sajiannya. Kalau belum punya, coba simak artikel ini sampai habis ya...
Baca Juga : Â Transformasi Bakso di Tangan-tangan Kreatif Masyarakat Nusantara (1)
Sebagai penikmat kuliner dengan "spesifikasi khusus", berkuah kaldu plus citarasa khas gurih cenderung asin, sudah pasti saya juga mempunyai pilihan jenis-jenis kuliner tertentu, baik sekedar sebagai mood booster atau memang sengaja, (sesekali) memanjakan lidah untuk pleasure mencecap citarasa-citarasa kuliner sedap yang bisa memberi kepuasan lahir dan batin saya.
Ada dua jenis kuliner berkuah kaldu yang mempunyai intensitas paling tinggi dalam hal memanjakan sekaligus menghibur lidah saya, yaitu "kuliner sejuta penikmat" berharga relatif murah tapi tentu saja tidak serta merta berasa murahan yang juga sering disebut-sebut sebagai kuliner kembar siam, karena keduanya biasa dijual di waktu dan tempat yang sama secara bersamaan oleh pedagang yang sama, yaitu bakso dan mie ayam.
Diantara sekian banyak kedai bakso dan mie ayam yang tersebar di seantero Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas dan juga di sekitarnya yang sudah pasti mempunyai cirikhasnya masing-masing, saya paling sering menikmati kuliner yang berakar dari budaya kuliner Tiongkok ini di kedai "Mie Ayam Solo Mas Sidik" di belakang Pasar Ahad, Pal 7 atau ada yang menyebutnya sebagai kawasan Pemurus Pal 7.
Awalnya, saya tertarik mencoba olahan mie ayam Mas Sidik ini karena terpaksa lho!
Soalnya, di pinggiran Kota Banjarmasin yang ke arah Kota Banjarbaru, khususnya di seputaran A. Yani km. 7 ini memang tidak ada penjual mie ayam "manggon" atau menetap yang mulai jualan dari pagi atau setidaknya mulai jam 9-an untuk mood booster saya di pagi hari, selain kedai Mie Ayam Solo-nya Mas Sidik.
Selain itu, lokasinya yang strategis di belakang pasar Ahad Pal 7 juga menjadikan akses dan jaraknya paling mudah dan dekat untuk diakses dari rumah.
Selain itu, label "Mie Ayam Solo" yang menjadi identitas kedai ini, sebenarnya di awal-awal juga seperti mengintimidasi saya, sehingga membuat saya semakin merasa terpaksa untuk datang ke kedai Mas Sidik ini. Bagaimana tidak, keumuman kuliner khas Solo terlanjur terkenal dengan kecenderungan citarasanya yang manis, padahal saya kan penikmat kuliner bercitarasa gurih-asin garis keras! Wis...wis...wis piye Iki?
Beruntungnya, gaya Mas Sidik berjualan mie ayam cukup asyik!
Memasuki kedai mungilnya yang kira-kira hanya bisa menampung kurang lebih 8 pengunjung dewasa saja, pengunjung otomatis akan dihibur oleh rengeng-rengeng musik campursari-an dari musisi-musisi lagu Jawa kondang seperti alm. Manthous, alm. Didi Kempot, Koko Thole dan kadang-kadang musisi-musisi muda seperti Denny Caknan dan lain-lainnya.
Lagu-lagunya yang sudah pasti familiar ditelinga, Javanese vibes-nya jelas akan mengantarkan semua pengunjung dan  pendengarnya pada beragam kenangan, termasuk memori tentang tanah seberang, kampung halamannya hingga tanpa sadar biasanya ikut berdendang, setidaknya di dalam hati.
Dari titik inilah, biasanya interaksi antara pembeli dengan Mas Sidik yang asli Klaten, Jawa Tengah semakin intensif dan intim, layaknya bertemu saudara yang lama terpisah jarak dan waktu, begitu juga dengan pembeli lain.
Meskipun sebenarnya Mas Sidik tidak memilih-memilah pelanggan dan selalu welcome kepada siapa saja yang ingin merasakan racikan mie ayamnya, tapi dari "prejengan" kedainya yang relatif njawani, tentu saja dengan sendirinya akan mengundang lebih banyak pembeli atau pelanggan yang mempunyai hubungan dengan Pulau Jawa.Â
Ada yang memang perantau dari Jawa alias diaspora Jawa, bisa juga entitas Jawa Gambut alias keturunan suku Jawa yang lahir dan besar di Kalimantan Selatan dan tidak sedikit juga yang sudah mix alias campuran dari berbagai suku. Mereka-mereka inilah pelanggan setia Mas Sidik, hingga menjadikan kedai Mas Sidik layaknya "markas" untuk reunian.
Uniknya, meskipun sebagian banyak pelanggan Mas Sidik memang masih berhubungan dengan Pulau Jawa, tapi tetap saja latar belakang taste influence masing-masing pelanggan tetap berbeda-beda. Apalagi kalau ketemu dengan pelanggan dari daerah lain, pasti deh lidahnya punya komposisi favoritnya masing-masing.
Tidak usah jauh-jauh mencari sampling-nya, menurut Mas Sidik sendiri, diawal-awal belajar mengolah mie ayam dari resep kakak sendiri, citarasa orisinilnya lebih cenderung ke gurih-asin, tapi karena Mas Sidiknya sendiri lebih suka dengan olahan kuliner berbasis rasa gurih-manis, maka mie ayam Solo miliknya juga dimodif menjadi lebih gurih-manis, kembali ke selera awal khas kuliner Solo dan pastinya berbeda dengan resep dari "sang guru". Nah iya kan!
Baca Juga : Â Mengenal Entitas Budaya "Jawa Gambut" di Kalimantan Selatan
Menyadari keniscayaan ini, Mas Sidik tidak kurang akal dan dia mempunyai strategi jitu untuk memberi kepuasan sekaligus experience menikmati mie ayam Solo "manis" olahannya dengan kenikmatan universal kepada semua pelanggannya.
Kalau umumnya pembeli biasa menerima saja sajian mie ayam yang dibuat oleh penjualnya, maka Mas Sidik mempersilahkan semua pelanggannya untuk "mengintervensi" racikan olahan mie ayam karyanya sebelum disajikan. Pembeli bisa menambahkan sendiri bumbu bawang, garam, penyedap dan ubarampe bumbu rahasia lainnya sesuai selera.Â
Tapi uniknya, yang melakukan ini biasanya justeru pelanggan baru, karena untuk pelanggan lama Mas Sidik biasanya sudah hafal diluar kepala komposisi favorit masing-masing pelanggannya. Tidak hanya racikan bumbunya saja, tapi juga tingkat kematangan mie-nya dan juga pilihan serta kuantiti topping-toopingnya berupa bakso, telur rebus, ceker, kepala sampai ampadal alias ati ampela juga. Asyik bukan!?
Tidak hanya itu asyiknya kedai mie ayam Solo Mas Sidik. Ini yang orisinil! "Sepertinya hanya di kedai ini deh, saya menemukan sumpit untuk makan mie dan separuh porsi mie ayam harganya benar-benar separuhnnya juga"! Hayooo pernah ga nemu yang begini?
Bisa kan membayangkan rasanya menikmati mie ayam dengan racikan paten yang sesuai dengan selera kita sendiri!? Ini tidak hanya sekedar enak dan sedap semata, tapi juga nikmat kawaaaaan! Inilah sebab, akhirnya saya bisa berkompromi dengan "manisnya" citarasa dasar mie ayam Solo-nya Mas Sidik.Â
Jika datang kepagian untuk sarapan, menikmati rengeng-rengeng lagu-lagu Jawa campursari yang bisanya bisa juga di request, sepertinya sudah cukup menjadi teman asyik untuk melahap semangkuk mie ayam dengan citarasa otentik sesuai selera plus segelas teh es manis (sebutan Urang Banjar untuk es teh) dengan aroma khas yang di datangkan dari Jawa. Duuuuuuh sedapnya benar-benar bisa menjadi mood booster yang efektif lho!
Baca Juga : Â Berburu "Bebek Kaki Lima", Menikmati Romantisme Kuliner Jalanan Legendaris Nusantara
Nanti menjelang siang dan puncaknya di sekitar tengah hari atau sekitar shalat Dhuhur saat pelanggan sedang penuh-penuhnya, berada di kedai Mas Sidik tak ubahnya seperti reuni dengan keluarga atau teman-teman lama yang lamaaaaaa sekali tak bertemu. Di sini, kita seperti menikmati sedapnya pulang kampung, ya citarasa pulang kampung ala Mie Ayam Solo Mas Sidik, Pal 7 Banjarmasin. Mau!?
Semoga Bermanfaat.
Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H