Soalnya, di pinggiran Kota Banjarmasin yang ke arah Kota Banjarbaru, khususnya di seputaran A. Yani km. 7 ini memang tidak ada penjual mie ayam "manggon" atau menetap yang mulai jualan dari pagi atau setidaknya mulai jam 9-an untuk mood booster saya di pagi hari, selain kedai Mie Ayam Solo-nya Mas Sidik.
Selain itu, lokasinya yang strategis di belakang pasar Ahad Pal 7 juga menjadikan akses dan jaraknya paling mudah dan dekat untuk diakses dari rumah.
Selain itu, label "Mie Ayam Solo" yang menjadi identitas kedai ini, sebenarnya di awal-awal juga seperti mengintimidasi saya, sehingga membuat saya semakin merasa terpaksa untuk datang ke kedai Mas Sidik ini. Bagaimana tidak, keumuman kuliner khas Solo terlanjur terkenal dengan kecenderungan citarasanya yang manis, padahal saya kan penikmat kuliner bercitarasa gurih-asin garis keras! Wis...wis...wis piye Iki?
Beruntungnya, gaya Mas Sidik berjualan mie ayam cukup asyik!
Memasuki kedai mungilnya yang kira-kira hanya bisa menampung kurang lebih 8 pengunjung dewasa saja, pengunjung otomatis akan dihibur oleh rengeng-rengeng musik campursari-an dari musisi-musisi lagu Jawa kondang seperti alm. Manthous, alm. Didi Kempot, Koko Thole dan kadang-kadang musisi-musisi muda seperti Denny Caknan dan lain-lainnya.
Lagu-lagunya yang sudah pasti familiar ditelinga, Javanese vibes-nya jelas akan mengantarkan semua pengunjung dan  pendengarnya pada beragam kenangan, termasuk memori tentang tanah seberang, kampung halamannya hingga tanpa sadar biasanya ikut berdendang, setidaknya di dalam hati.
Dari titik inilah, biasanya interaksi antara pembeli dengan Mas Sidik yang asli Klaten, Jawa Tengah semakin intensif dan intim, layaknya bertemu saudara yang lama terpisah jarak dan waktu, begitu juga dengan pembeli lain.
Meskipun sebenarnya Mas Sidik tidak memilih-memilah pelanggan dan selalu welcome kepada siapa saja yang ingin merasakan racikan mie ayamnya, tapi dari "prejengan" kedainya yang relatif njawani, tentu saja dengan sendirinya akan mengundang lebih banyak pembeli atau pelanggan yang mempunyai hubungan dengan Pulau Jawa.Â
Ada yang memang perantau dari Jawa alias diaspora Jawa, bisa juga entitas Jawa Gambut alias keturunan suku Jawa yang lahir dan besar di Kalimantan Selatan dan tidak sedikit juga yang sudah mix alias campuran dari berbagai suku. Mereka-mereka inilah pelanggan setia Mas Sidik, hingga menjadikan kedai Mas Sidik layaknya "markas" untuk reunian.