Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Pencerekenan", Warisan Tuha Tradisi Berdagang Urang Banjar yang Semakin Terpinggirkan

26 November 2024   16:56 Diperbarui: 26 November 2024   18:48 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pencerekenan plus Wlijo Sayur-mayur | @kaekaha

Baca Juga Yuk! Laksa Banjar, "Kehangatan" Kuah Ikan Gabus Full Rempah dari Banjarmasin

Skala usaha "warung pencerekenan" sebagian besar memang tergolong pada level usaha UMKM atau skala mikro dan milik perorangan. Kalau di Surabaya dan sekitarnya mungkin orang akan menyebutnya sebagai pracangan, sedangkan kalau di kampung leluhur saya di kaki Gunung Lawu sana, mungkin identik dengan grabat atau warung grabatan.

Pencerekenan plus Wlijo Sayur-mayur | @kaekaha
Pencerekenan plus Wlijo Sayur-mayur | @kaekaha

Selayaknya level pedagang kecil dan menengah dengan modal yang relatif pas dan cenderung pas-pasan lainnya, sayangnya situasi terkini eksistensi warung pencerekenan, selayaknya peribahasa "pelanduk mati diantara dua gajah bertarung", ketika ekspansi duo raksasa jaringan minimarket nasional ternama semakin merangsek sampai ke kampung-kampung yang secara tradisional menjadi "ladangnya" warung pencerekenan.

Sedangkan warung pencerekenan yang beruntung, meskipun masih sanggup bertahan, keadaanya juga tidak lebih baik! Sebagian besar hanya sekedar bertahan hidup saja dan entah, itu sampai kapan?

Sepertinya sangat sulit bagi mereka untuk sekedar head to head, apalagi untuk lebih berkembang lagi, dibawah dominasi duo raksasa bermodal tanpa batas itu, kalau mengutip candaan Wak Asmuni, Srimulat, ini sepertinya sesuatu hil yang mustahal! 

Ada Juga yang Masih Lumayan | @kaekaha
Ada Juga yang Masih Lumayan | @kaekaha

Celakanya, berada di dalam iklim usaha yang tidak menguntungkan itu, warung pencerekenan justeru menjadi target dan sasaran praktik rentenir berkedok koperasi yang saat ini begitu bebas beroperasi tanpa kontrol dan pengawasan dari pihak-pihak berwenang! 

Petugas-petugas "koperasi ilegal" yang seolah-olah datang sebagai dewa penyelamat itu, datang untuk membantu permodalan warung-warung pencerekenan dengan angka-angka yang bisa disesuaikan dengan jaminan yang disepakati, tapi karena modal yang diberikan tidak gratis, dalam perjalanannya "kaki tangan" rentenir ini tidak lebih dari pembunuh berdarah dingin yang ujung-ujungnya akan menikam dari belakang.

Baca Juga Yuk! Kisah Serendipiti di Balik Kelezatan Sepiring Tahu Campur

Tidak heran jika kemudian, banyak warung pencerekenan yang sekarang terjerat utang dengan bunga tinggi pada rentenir, jangankan mau mengembangkan usaha, untuk membayar utang harian mereka ke para rentenir itu saja mereka ngos-ngosan! Akibatnya, pelan tapi pasti, situasi usaha mereka selayaknya peribahasa "hidup segan mati tak mau".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun