Balada "Anang" dan Krisdayanti
Dulu, berpuluh tahun silam, saya pernah membaca sebuah berita dari sebuah media cetak lokal di Banjarmasin yang memberitakan keterkejutan seorang Krisdayanti, salah satu diva musik Indonesia, ketika mendapati nama sang suami saat itu, Anang (Hermansyah) begitu populer di Banjarmasin dan Kalimantan Selatan.
Konon, saat pertama kali menginjakkan kaki di Banua Banjar, di sepanjang perjalanan dari Bandara Syamsoedin Noor di pinggiran Kota Banjarbaru sampai ke Hotel tempatnya menginap di Kota Banjarmasin yang berjarak sekitar 25 km, Krisdayanti beberapa kali menemukan nama Anang terpampang di berbagai tempat, terutama di papan nama tempat usaha seperti toko, warung kaki lima, bengkel dan lain-lainnya.
Waaaaaah, seandainya Krisdayanti tahu ada juga icon masyarakat Banjar di Kota 1000 Sungai yang berlabel "Anang", seperti Alm. Anang (Ardiansyah), musisi yang juga pencipta lagu daerah Banjar yang telah menasional, "Paris Barantai" dan tentunya Kedai Soto Banjar Bapukah, Haji Anang yang legendaris, kira-kira bagaimana ya?
Baca Juga:Â Sedapnya Soto Banjar Ayam Bapukah/Bapulas Khas Haji Anang
Bagi orang luar Kalimantan yang kebetulan baru pertama kali menginjakkan kaki di Banua Banjar dan kebetulan "ngeh" dengan fenomena-fenomena sosial di sekitar layaknya Krisisdayanti, tentu wajar menjadi terkejut, bagaimana tidak!?Â
Lha wong di Banjar, nama Anang sampai di jadikan nama tempat usaha lho! Berarti Anang memang populer, betul?
Ssssst ini rahasia ya, sepertinya Krisdayanti juga belum tahu! He...he...he....Â
Sebenarnya nama Anang atau secara lengkap dalam kosakata Bahasa Banjar adalah Nanang yang banyak tersemat menjadi berbagai nama tempat usaha Urang Banjar, sebenarnya bukan diambil dari nama suami Krisdayanti saat itu, Anang Hermansyah! Tapi dalam tradisi dan budaya Banjar, selain menjadi gelar kebangsawanan Banjar, juga menjadi sebutan atau panggilan sayang untuk anak laki-laki khas ala Urang Banjar.Â
Jadi, posisi kosakata Anang atau Nanang sebagai panggilan sayang atau sebutan untuk anak laki-laki itu, mungkin setara dengan istilah tole (Jawa), Buyung (Padang), Ucok (Batak), Ujang (Sunda) dan lain-lainnya atau mungkin teman-teman dari daerah lain di Nusantara mau menambahkan istilah sebutan untuk anak laki-laki dalam bahasa daerahnya, silahkan tulis di ruang komen ya... Terima kasih!
Mengenal "Sidin dan Marina"
Situasi yang kurang lebih sama seperti yang dialami Krisdayanti juga pernah saya alami ketika pertama kali menginjakkan kaki di Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas! Terlebih setelah berinteraksi langsung secara intensif dengan Urang Banjar pada akhir 90-an.
Saat itu, saya juga sedikit heran dengan banyaknya Urang Banjar yang bernama Sidin dan Marina atau ada juga sebagian yang menyebutnya sebagai Mamarina.
Setiap hari, di tempat-tempat berbeda saya mendengar kedua nama itu seringkali disebut-sebut dalam berbagai percakapan.
Siapa sebenarnya Sidin dan Marina atau Mamarina ini? Kenapa keduanya begitu populer di lingkungan masyarakat Banjar?
Hayooo ada yang tahu nggak, siapa sosok Sidin dan Marina?
Beruntung, setelah akhirnya kembali berkecimpung di dunia radio lokal yang kebetulan bergenre budaya yang kelak juga mempertemukan saya dengan para pegiat budaya Banjar militan, yang tentunya sangat paham dengan semua rasa penasaran saya terhadap misteri nama Sidin, Marina dan Mamarina yang begitu populer di Banjarmasin, dari mereka jugalah akhirnya misteri nama itu terbongkar juga.
Kurang lebih posisinya sama seperti makna asal dari kosakata Anang atau Nanang yang dalam bahasa Banjar ternyata tidak selalu identik dengan nama orang, seperti yang saya pahami sebelumnya, tapi ternyata justru berperan sebagai gelar kebangsawanan dan juga panggilan sayang untuk anak laki-laki juga, maka sebutan Sidin, Marina dan Mamarina juga bukan merujuk pada nama seseorang.
Kedua atau ketiga kosakata di atas yang secara keumuman memang mirip dengan nama seseorang, ternyata bukan lho! Tapi merupakan salah satu kosakata Bahasa Banjar yang berfungsi sebagai pengganti orang ketiga.
Jika Sidin bisa dimaknai sebagai beliau dalam bahasa Indonesia, maka Marina sebagai bentuk ringkas dari Mamarina ternyata bermakna sebagai penunjuk bentuk kekerabatan dari orangtua kita.
Baca Juga:Â Frasa "Turun Bagawi", Jejak Arsitektur Rumah Urang Banjar di Masa Lalu
Jadi yang disebut Marina dalam bahasa Banjar bisa berlaku kepada Julak alias pakde-bude/pakpuh-bupuh dalam bahasa Jawa maupun paman-acil atau paklik-bulik juga dalam bahasa Jawa dan tidak hanya berlaku untuk saudara kandung orangtua saja, tapi bisa juga saudara sepupu.
Nah, jika ilustrasi utama artikel ini menampilkan sebuah gang yang diberi nama Gang Marina, itu bukan berarti diambil dari nama seseorang, tapi disepakati karena sebagian besar penghuni gang memang masih mempunyai hubungan kekerabatan atau masih mempunyai hubungan darah.
Semoga Bermanfaat!
Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas wan Langkar!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H